Cabut aturan jam malam yang diskriminatif dan melanggar hak anak di Jawa Barat

Merespons kebijakan Gubernur Jawa Barat yang menerapkan jam malam bagi anak sekolah dan melontarkan sanksi bagi yang melanggar, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, mengatakan:

“Kebijakan ini jelas bertentangan dengan Konstitusi yang menjamin hak anak untuk bebas dari segala bentuk diskriminasi dan praktik-praktik yang melanggar HAM. Dalam skala yang lebih besar Konstitusi menjamin hak setiap warga negara atas kehidupan dan kebebasan pribadi dan hak atas kebebasan bergerak termasuk anak-anak. Pasal 28B ayat (2) UUD 1945 menegaskan bahwa “setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.” Pembatasan mobilitas anak-anak melalui jam malam bukanlah bentuk perlindungan, melainkan bentuk pengawasan represif yang membatasi ruang hidup dan pertumbuhan sosial anak-anak di ruang publik.

Aturan jam malam ini juga melanggar Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR) yang telah diratifikasi oleh Indonesia pada tahun 2005 karena dilakukan tanpa adanya ancaman keamanan yang mendesak mendasarinya. Pemberlakuan jam malam hanya untuk pelajar adalah suatu bentuk diskriminasi terhadap anak. Pendisiplinan anak bukanlah suatu alasan yang sah secara hukum untuk memberlakukan aturan jam malam yang membatasi hak kebebasan pribadi. Pemerintah Provinsi Jawa Barat seharusnya menggunakan pendekatan lain dalam rangka mendisiplinkan anak seperti dialog dan peningkatan kesadaran.

Alih-alih melindungi anak-anak, penerapan jam malam terhadap anak-anak, namun tidak terhadap kelompok usia lain, menunjukkan perlakuan yang tidak setara dan menciptakan stigma negatif bagi anak-anak yang berada di luar rumah pada malam hari.

Kebijakan ini juga bertentangan langsung dengan Konvensi PBB tentang Hak-Hak Anak, yang telah diratifikasi oleh Indonesia melalui Keputusan Presiden No. 36 Tahun 1990. Konvensi ini menegaskan bahwa negara pihak wajib menjamin semua anak bebas dari diskriminasi dan berhak atas perlindungan dari semua bentuk perlakuan yang merugikan.

Lebih lanjut, dalam Komentar Umum No. 10 tahun 2007 untuk Hak Anak dalam Peradilan Anak disebutkan bahwa pemberlakuan jam malam masuk dalam kategori “status offences”, yaitu sebuah tindakan yang tidak dianggap sebagai pelanggaran jika dilakukan oleh orang dewasa. Pemberlakuan ini justru berisiko pada stigmatisasi, viktimisasi dan kriminalisasi terhadap anak muda.

Ancaman pengiriman bagi pelajar yang melanggar jam malam ke barak militer untuk “dibina”, sebagaimana disampaikan oleh Gubernur dalam pernyataannya kepada media, berpotensi menimbulkan trauma dan ketakutan bagi anak yang berdampak pada kondisi psikis dan fisik mereka.

Ketimbang menerapkan jam malam sebagai solusi, pendekatan berbasis partisipasi anak, pendidikan hak asasi manusia, serta penguatan komunitas lokal jauh lebih bermakna dan efektif. Pemerintah seharusnya menciptakan lingkungan yang aman bagi anak-anak, termasuk di malam hari, bukan dengan menutup ruang gerak mereka dengan aturan otoriter yang melanggar HAM.

Upaya mendisiplinkan dan melindungi pelajar seharusnya dilakukan tanpa melanggar hak mereka. Karena itu, pemerintah provinsi Jawa Barat harus segera mencabut kebijakan jam malam ini, dan menggantinya dengan pendekatan yang lebih adil, partisipatif, dan menghormati hak-hak anak sebagai subjek hukum yang setara. Pemerintah Jawa Barat harus melibatkan dan mendengarkan aspirasi anak dalam membuat kebijakan terkait perlindungan anak di masyarakat.”

Latar belakang

Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, pada 23 Mei lalu mengeluarkan Surat Edaran Tentang Penerapan Jam Malam Bagi Peserta Didik dengan membatasi aktivitas anak di luar rumah mulai pukul 21.00 hingga 04.00 WIB.

Gubernur lalu menginstruksikan para wali kota, bupati, kepala desa, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Barat, serta Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat untuk mengoordinasikan pelaksanaan jam malam ini sampai ke tingkat kecamatan dan desa. Aparat kepolisian, militer, dan Satpol PP dikerahkan dalam patroli jam malam.

Kepada media, Rabu (4/6), Gubernur Jabar menyebut pelajar yang melanggar jam malam akan mendapat sanksi surat peringatan (SP) dari pihak sekolah. Dia juga menyebut pelanggar jam malam akan dimasukkan ke barak militer untuk dibina.

Pengecualian pemberlakuan jam malam diberikan kepada peserta didik yang mengikuti kegiatan yang diselenggarakan oleh sekolah atau lembaga pendidikan resmi; peserta didik yang mengikuti kegiatan keagamaan dan sosial di lingkungan tempat tinggal atas sepengetahuan orang tua/wali; peserta didik sedang berada di luar rumah bersama orang tua/wali; kondisi keadaan darurat atau bencana; dan kondisi lainnya sepengetahuan orang tua/wali.