Merespons penangkapan polisi atas seorang mahasiswi terkait penyebaran meme foto Presiden Prabowo dan Presiden RI ke-7 Jokowi, Direktur Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, mengatakan,
“Penangkapan mahasiswi tersebut sekali lagi menunjukkan bahwa polisi terus melakukan praktik-praktik otoriter dalam merepresi kebebasan berekspresi di ruang digital. Kali ini dengan menggunakan argumen kesusilaan. Ekspresi damai seberapapun ofensif, baik melalui seni, termasuk satir dan meme politik, bukanlah merupakan tindak pidana. Respons Polri ini jelas merupakan bentuk kriminalisasi kebebasan berekspresi di ruang digital.
Penangkapan ini juga bertentangan dengan semangat putusan terbaru MK yang menyatakan bahwa keributan di media sosial tidak tergolong tindak pidana. Pembangkangan Polri atas putusan MK tersebut mencerminkan sikap otoriter aparat yang menerapkan respons yang represif di ruang publik.
Kebebasan berpendapat adalah hak yang dilindungi baik dalam hukum HAM internasional dan nasional, termasuk UUD 1945. Meskipun kebebasan ini dapat dibatasi untuk melindungi reputasi orang lain, standar HAM internasional menganjurkan agar hal tersebut tidak dilakukan melalui pemidanaan. Lembaga negara sendiri termasuk Presiden bukanlah suatu entitas yang dilindungi reputasinya oleh hukum hak asasi manusia. Kriminalisasi di ruang ekspresi semacam ini justru akan menciptakan iklim ketakutan di masyarakat dan merupakan bentuk taktik kejam untuk membungkam kritik di ruang publik.
Polri harus segera membebaskan mahasiswi tersebut karena penangkapannya bertentangan dengan semangat putusan MK. Negara tidak boleh anti-kritik, apalagi menggunakan hukum sebagai alat pembungkaman. Penyalahgunaan UU ITE ini merupakan taktik yang tidak manusiawi untuk membungkam kritik.
Kriminalisasi lewat UU ITE tidak hanya menghukum si korban tapi juga menimbulkan trauma psikologis keluarga mereka. Mereka dalam beberapa kasus harus terpisah dari keluarga ketika proses hukum berjalan akibat penahanan dan pemenjaraan. Ini merupakan taktik yang represif dan tidak adil.”
Latar belakang
Laporan media menyebut aparat Bareskrim Polri menangkap seorang mahasiswi berinisial SSS di indekosnya di Jatinangor, Jawa Barat, pada Selasa (6/5). Dia jadi tersangka membuat dan menyebarkan meme foto Presiden Prabowo Subianto dan Presiden RI ke-7 Jokowi yang dibuat sedang berciuman. Modifikasi foto yang diduga dengan bantuan akal imitasi (AI) tersebut viral di media sosial.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat dari Divisi Humas Polri pada Jumat (9/5) mengatakan bahwa tersangka SSS melanggar UU ITE Pasal 45 ayat (1) Jo Pasal 27 ayat (1) terkait penyiaran informasi elektronik yang memiliki muatan melanggar kesusilaan dan/atau Pasal 51 ayat (1) jo Pasal 35 terkait manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik. Terkait jeratan pasal-pasal tersebut, SSS terancam hukuman penjara hingga 12 tahun dan/atau denda maksimal Rp12 miliar.
Amnesty International Indonesia mencatat selama 2019-2024 setidaknya terdapat 530 kasus kriminalisasi kebebasan berekspresi dengan jerat UU ITE terhadap 563 korban. Pelaku kriminalisasi didominasi oleh patroli siber Polri (258 kasus dengan 271 korban) dan laporan Pemerintah Daerah (63 kasus dengan 68 korban).