Menanggapi insiden penembakan atas lima petani terkait konflik agraria dengan sebuah perusahaan sawit di Bengkulu Selatan, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, mengatakan:
“Kami mengecam dengan keras penggunaan senjata api oleh pihak swasta dalam konflik agraria yang mengakibatkan tertembaknya lima orang petani di Pino Raya, Bengkulu. Kami menyampaikan rasa simpati yang mendalam kepada para korban dan kami berharap kesembuhan bagi mereka.
Insiden ini menunjukkan betapa lemahnya perlindungan negara terhadap para petani dalam menangani konflik agraria antara warga setempat dengan pihak perusahaan. Kejadian ini adalah pelanggaran serius terhadap hak-hak fundamental yang dijamin oleh konstitusi Indonesia maupun instrumen internasional yang telah diratifikasi negara. UUD 1945 secara tegas menjamin hak untuk hidup, hak atas rasa aman, serta perlindungan diri dari segala bentuk kekerasan dalam Pasal 28A dan 28G.
Indonesia juga terikat oleh standar internasional melalui Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR) serta Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (ICESCR), yang mengatur kewajiban negara dalam menjamin hak hidup, keamanan, dan perlindungan dari kekerasan, termasuk dalam konteks konflik agraria.
Polda Bengkulu wajib segera melakukan penyelidikan menyeluruh, termasuk menelusuri legalitas kepemilikan senjata api oleh pihak keamanan dari sebuah perusahaan sawit di Pino Raya. Apalagi sebelum insiden ini terjadi, para petani dilaporkan berulang kali mengalami teror berupa perusakan pondok dan tanaman pertanian warga.
Proses hukum harus dilakukan secara transparan dan akuntabel, disertai jaminan perlindungan bagi para korban, keluarga korban, serta seluruh Petani Pino Raya dari intimidasi lanjutan.
Pemerintah juga harus segera menyelesaikan sengketa agraria ini secara adil, transparan, dan melibatkan partisipasi bermakna masyarakat.”
Latar belakang
Media melaporkan sebanyak lima petani menderita luka tembak dalam kericuhan antara petani yang tergabung dalam Forum Masyarakat Pino Raya dengan pihak keamanan perusahaan sawit yang berlokasi di Bengkulu Selatan, Provinsi Bengkulu, pada Senin, 24 November 2025 .
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengungkapkan bahwa insiden tersebut terkait dengan konflik agraria antara Petani Pino Raya dengan perusahaan tersebut. Sedangkan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menyebut, sebelum kejadian ini para petani berulang kali mengalami teror berupa perusakan pondok dan tanaman pertanian warga.
Menurut laporan warga yang dihimpun Komnas HAM, sejak pukul 10.00 WIB petani mendapati alat berat perusahaan menghancurkan tanaman mereka. Keributan terjadi pada pukul 10.45 WIB, dan memanas hingga pukul 12.45 WIB ketika seorang anggota keamanan perusahaan diduga menembakkan senjata api ke arah petani.
Keterangan dari Komnas HAM juga mengungkapkan, penembakan senjata api itu mengenai setidaknya lima orang. Tembakan pertama mengenai Sdr. B di bagian dada. Pelaku kemudian menembak secara membabi buta ke arah warga, menyebabkan empat korban lain yaitu Sdr. L (luka tembak di dengkul), Sdr. EH (paha), Sdr. S (rusuk bawah ketiak), dan Sdr. S (betis). Warga sempat menangkap pelaku penembakan, sementara para korban dilarikan ke fasilitas kesehatan.
Kepada media, Kepolisian Daerah Provinsi Bengkulu menyatakan tengah mendalami kepemilikan senjata api pasca-penembakan lima petani. Polisi pun mengaku telah menyita barang bukti satu pucuk senjata api jenis revolver SNW dan 5 selongsong.

