Menanggapi peristiwa penarikan karya seni musik yang mengkritik kepolisian milik band Sukatani, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, mengatakan:
“Amnesty menyesalkan kembali adanya peristiwa baru penarikan karya seni dari ruang publik. Tanpa adanya tekanan, tidak mungkin kelompok musik Sukatani membuat video permohonan maaf yang ditujukan kepada Kapolri dan jajarannya. Amnesty mendesak Kapolri untuk segera mengambil tindakan koreksi atas dugaan adanya tekanan dalam bentuk apa pun kepada kelompok musik Sukatani.
Polri harus mengungkap siapa pihak-pihak yang diduga menekan Sukatani untuk membuat video permohonan maaf dan menarik lagu Bayar Bayar Bayar dari ruang publik. Polri harus menjamin kebebasan setiap warga negara dalam berkesenian dan memastikan bahwa Sukatani terbebas dari segala bentuk ancaman maupun intimidasi dalam menyuarakan kritik sosial lewat karya-karya mereka.
Dalam perspektif HAM, musik adalah salah satu pilar penting bagi masyarakat dalam menyalurkan aspirasi mereka terhadap realita yang mereka alami. Oleh karena hak untuk berkesenian adalah bagian yang tak terpisahkan dari hak asasi manusia. Hak atas kebebasan berekspresi lewat karya seni dijamin dalam Pasal 19 Konvesi Hak Sipil dan Politik yang diratifikasi melalui UU No. 12 Tahun 2005 dan dalam pasal 27 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM).
Seni menjadi salah satu ruang publik yang akhir-akhir ini menjadi target represi dan pembredelan oleh negara. Desember lalu penarikan karya seni juga terjadi atas karya seni Lukis Yos Seprapto. Beberapa hari yang lalu, pertunjukan drama Wawancara Dengan Mulyono juga dilarang untuk dipentaskan. Ini menunjukkan bahwa betapa pentingnya seni sebagai ekspresi HAM dan kritik sosial yang dapat membawa perubahan di masyarakat. Membungkam seni sama saja dengan membungkam hak asasi manusia.
Polisi bertugas melindungi HAM bukan malah menjadi pihak yang memberangus hak dasar warga negara dalam menikmati dan menyebarkan karya seni. Ketakukan terhadap karya seni menunjukkan bahwa pemerintah dan aparat keamanan anti terhadap kritik yang disampaikan oleh masyarakat lewat karya seni secara damai. Pembredelan maupun pelarangan karya seni adalah salah satu praktek-praktek otoriter yang masih dilakukan oleh negara pasca Reformasi 1998. Ini harus dihentikan dan ruang seni harus bebas dari intervensi aparat maupun negara.”
Latar Belakang
Pada Kamis 20 Februari 2025, Sukatani secara mengejutkan mengunggah sebuah video permohonan maaf kepada Kapolri dan institusi Polri setelah lagu Bayar Bayar Bayar yang liriknya bayar polisi viral di berbagai platform media sosial.
Tidak hanya itu, Sukatani juga menyatakan menarik lagu tersebut dari peredaran dan meminta pengikutnya untuk menghapus karya seni tersebut dari platform-platform yang ada di sosial media.