Menanggapi kabar kehadiran anggota TNI yang tidak diundang dalam acara diskusi mahasiswa di lingkungan Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang, Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia, Usman Hamid, mengatakan:
“Kedatangan dan intimidasi aparat berseragam dalam sebuah diskusi akademik di lingkungan kampus merupakan pelanggaran yang serius terhadap hak untuk berkumpul, berserikat dan menyatakan pendapat secara damai. Terlebih lagi kampus adalah zona netral yang harus bebas dari intervensi negara baik pemerintah maupun aparat keamanan dan pertahanan seperti TNI.
TNI sebagai institusi harus menginvestigasi tindakan anggotanya tersebut agar kejadian seperti ini tidak terulang lagi di masa yang akan datang. Sangat jelas tindakan tersebut merupakan intimidasi dan bukan merupakan bagian dari tupoksi anggota TNI yang bertugas menjaga pertahanan negara. Diskusi kampus bukanlah merupakan ancaman terhadap kedaulatan negara.
Tindakan anggota TNI tersebut mengkonfirmasi kekhawatiran publik terkait militerisasi ruang publik seiring kuatnya penolakan masyarakat terhadap revisi UU TNI yang baru saja disahkan 20 Maret lalu. Kampus harus menjadi ruang aman untuk berpikir kritis, berdiskusi, dan membangun kesadaran masyarakat. Kampus bukanlah wilayah operasi militer yang mengharuskan kehadiran anggota TNI untuk berjaga-jaga dengan dalih “monitoring wilayah.”
Kejadian ini juga mengkonfirmasi kegagalan pihak kampus untuk melindungi segala aksi-aksi damai yang dilakukan oleh mahasiswa.”
Latar belakang
Laporan media mengungkapkan kegiatan diskusi mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang didatangi oleh seorang pria tak dikenal dan seorang anggota TNI pada Senin (14/4).
Ketika itu Kelompok Studi Mahasiswa Walisongo (KSMW) dan Forum Teori dan Praksis Sosial (FTPS) menggelar diskusi bertema “Fasisme Mengancam Kampus: Bayang-Bayang Militer bagi Kebebasan Akademik,” yang diadakan di samping Auditorium 2 Kampus 3 UIN Walisongo.
Seorang mahasiswa kepada media mengungkapkan bahwa saat acara baru dimulai dengan sesi perkenalan, tiba-tiba muncul orang tak dikenal. Pria berbaju hitam itu pun tidak mau memperkenalkan diri meski sudah diminta penyelenggara diskusi, lalu pergi meninggalkan lokasi. Mahasiswa pun curiga bahwa pria tak dikenal itu diduga intel.
Kemudian petugas keamanan kampus datang dan meminta beberapa perwakilan mahasiswa untuk menemui seseorang di dekat lokasi acara. Orang itu adalah personel TNI yang serta-merta menanyai identitas mereka, siapa saja peserta diskusi, dan tema diskusi yang digelar. Sedangkan saat ditanya balik apa tujuannya ke sini dan dapat informasi dari mana, anggota TNI itu tidak menjawab selain tersenyum.
Pihak mahasiswa itu pun dikabarkan langsung waspada. Anggota TNI itu pun terlihat berboncengan sepeda motor dengan orang tak dikenal yang berbaju hitam.
Seorang mahasiswa mengungkapkan anggota TNI itu meminta identitas pribadinya, seperti nama, tempat tinggal, dan semester. Dia pun mendapat kabar bahwa aparat militer sudah menyisir area sebelum acara dimulai.
Kepala Penerangan Kodam Diponegoro menyatakan bahwa memang ada anggota TNI yang mendatangi kampus pada saat itu. Pria berseragam TNI yang mendatangi kampus yakni anggota Koramil Ngaliyan. Namun, pria berbaju hitam yang juga disorot mahasiswa disebut bukan anggota TNI. Pihak Kodam mengklaim tidak ada intervensi dari TNI terhadap acara diskusi kampus dan menyebut kehadiran personel yang bertugas sebagai Bintara Pembina Desa (Babinsa) itu hanya sebatas di depan kampus dan sedang menjalankan tugas monitoring wilayah. (*)