Surat Terbuka: Hentikan Proses Hukum Christina Rumahlatu 

Kepada Yth.   

Bapak Komjen. Pol. Drs. Wahyu Widada, M.Phil 

Kepala Badan Reserse Kriminal Polri 

Jalan Trunojoyo No. 3, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan,   

Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12110 

Perihal: Penghentian Proses Hukum atas Christina Rumahlatu 

Dengan hormat, 

Melalui surat terbuka ini, perkenankan kami Amnesty International menyampaikan keprihatinan atas upaya kriminalisasi terhadap Christina Rumahlatu yang dituduh mencemarkan nama baik berdasarkan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Kami meminta jajaran kepolisian khususnya Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri segera menghentikan proses hukum tersebut. 

Berdasarkan informasi kredibel yang kami terima, pelaporan tersebut berawal ketika pada 1 Agustus 2024, Christina Rumahlatu bersama sejumlah warga melakukan aksi protes damai di depan kantor pusat PT Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP) yang terletak di Menara Kantor Sopo Del, Jl. Mega Kuningan Barat III, Setiabudi, Jakarta Selatan. Mereka menuntut tanggung jawab perusahaan atas kerusakan ekologis yang terjadi di Halmahera, termasuk banjir bandang akibat deforestasi dan kegiatan pertambangan perusahaan.  

Dalam aksi tersebut, salah seorang purnawirawan militer bernama Suaidi Marasabesy yang berada di lokasi menunjukkan perilaku dan lontaran ucapan yang terkesan membela pihak perusahaan sehingga menuai reaksi protes dari Christina, yang lalu menyampaikan kritik tajam kepada Marasabessy. Kritik tersebut terekam dalam video yang tersebar di media sosial dan memicu tuntutan dari pihak Marasabessy kepada Christina untuk meminta maaf dalam batas waktu tertentu.  

Pada 6 Agustus 2024, Marasabessy, didampingi organisasi Bravo 5, melaporkan Christina ke kepolisian atas tuduhan pencemaran nama baik. Hingga surat ini dibuat, status Christina Rumahlatu sebagai terlapor masih belum dicabut. 

Christina adalah warga yang sedang memperjuangkan lingkungan hidup yang bersih dan sehat. Ketentuan Pasal 66 Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menyebutkan bahwa “Setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata”. Aturan ini ditegaskan dalam Permen LHK No. 10/2024, yang melindungi individu, kelompok, organisasi, akademisi, masyarakat adat, dan badan usaha yang berjuang untuk lingkungan dari upaya hukum yang bertujuan membungkam aksi mereka.  

Kebebasan berekspresi dan berpendapat adalah cara bagi masyarakat, termasuk pembela hak lingkungan, untuk menuntut pemenuhan dan perlindungan hak mereka. Upaya kriminalisasi terhadap pembela hak lingkungan berpotensi memperburuk pelanggaran HAM dan malah akan mengaburkan substansi kritik yang disampaikan pare pembela hak lingkungan; termasuk konteksnya, akar masalahnya, serta hak masyarakat untuk membela tanah, wilayah, dan lingkungan hidup mereka. 

Dalam konteks ini, aksi yang dilakukan oleh Christina merupakan bentuk kebebasan berekspresi yang dijamin oleh hukum internasional melalui Pasal 19 Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR), yang telah diratifikasi oleh Indonesia melalui UU No. 12 Tahun 2005. Oleh karenanya, Negara seharusnya melindungi Christina dari kriminalisasi. 

Proses hukum yang tengah dijalankan ini bukan hanya mencederai kebebasan berpendapat, namun juga mengancam seluruh pembela hak asasi manusia yang bekerja secara damai di Indonesia. Terlebih lagi, penggunaan pasal pencemaran nama baik dalam UU ITE seringkali menjadi alat untuk menekan kritik dan membungkam suara yang melawan ketidakadilan.  

Sejak Januari 2019 hingga Oktober 2024, Amnesty International mencatat 525 kasus kriminalisasi menggunakan UU ITE terhadap 558 orang korban. 

Berdasarkan hal-hal di atas, kami mendesak jajaran kepolisian untuk: 

  1. Menghentikan proses hukum terhadap Christina Rumahlatu agar ia dapat melanjutkan perjuangannya dalam lingkungan yang bebas dari intimidasi; 
  1. Menjamin bahwa pasal pencemaran nama baik dalam UU ITE tidak disalahgunakan untuk melakukan kriminalisasi pembela lingkungan; 
  1. Melindungi hak setiap warga negara untuk menyuarakan pendapat mereka terkait isu lingkungan dan hak asasi manusia sesuai dengan amanat Konstitusi dan Deklarasi PBB tentang Pembela Hak Asasi Manusia. 

Kami berharap Bapak dapat memberikan perhatian khusus terhadap kasus ini demi terciptanya keadilan dan perlindungan bagi setiap warga negara, khususnya bagi masyarakat yang memperjuangkan hak-hak dasar mereka. 

Terima kasih atas perhatian yang Bapak berikan. 

Hormat kami, 

Wirya Adiwena 

Deputi Direktur Amnesty International Indonesia