Menanggapi pengerahan aparat keamanan skala besar dalam rangka penyelenggaraan MotoGP di Sirkuit Mandalika, Nusa Tenggara Barat, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, mengatakan:
“Pengamanan berlebihan dan sikap anti-protes selalu dilakukan negara setiap gelaran internasional berlangsung. Kali ini di balap MotoGP di Sirkuit Mandalika, ribuan aparat keamanan dikerahkan, lengkap dengan mobil meriam air dan mobil gegana.”
“Masyarakat juga dilarang menggelar demonstrasi dan membentangkan spanduk selama MotoGP, padahal tidak ada undang-undang yang melarang mereka menyuarakan aspirasi di muka umum.
“Pengamanan yang berlebihan ini menunjukkan bahwa negara terus menerus melakukan pembungkaman terhadap suara kritis, khususnya masyarakat adat setempat yang wilayahnya terdampak langsung oleh pembangunan Sirkuit dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika.
“Masyarakat yang terdampak berulang kali menyuarakan aspirasi dan tuntutan keadilan atas pelanggaran hak-hak mereka, termasuk hak atas tanah dan kehidupan yang layak. Namun, respons yang diterima adalah pembungkaman, pengabaian, dan intimidasi melalui pengerahan aparat keamanan.
“Kami mendesak agar pemerintah dan pihak berwenang di NTB segera menghentikan segala bentuk pembatasan kebebasan berekspresi masyarakat. Tindakan represif semacam ini hanya memperdalam luka sosial dan jauh dari prinsip penghormatan hak asasi manusia.
Ajang internasional seperti MotoGP seharusnya menjadi kesempatan bagi Indonesia untuk menunjukkan komitmennya terhadap penghormatan HAM dan keadilan sosial, bukan menjadi arena pengekangan kebebasan berekspresi dan pembungkaman aspirasi masyarakat.”
Latar belakang
Sumber kredibel Amnesty di Lombok mengungkapkan pengerahan aparat keamanan secara berlebihan di sekitar Sirkuit Mandalika terkait penyelenggaraan ajang balapan internasional MotoGP, yang berlangsung pada 27-29 September 2024. Bersama dengan mobil meriam air dan mobil gegana, aparat keamanan bersenjata disiagakan di tenda-tenda keamanan di antara permukiman warga dan Sirkuit Mandalika.
Selama 24-30 September 2024, Kepolisian Daerah NTB menggelar Operasi Mandalika Gatari dengan mengerahkan 2.736 personel gabungan Polri dan TNI. Pengamanan juga diperkuat oleh 300 personel tambahan dari Mabes Polri dan Polda Jawa Timur.
Kapolda NTB juga mengeluarkan Maklumat nomor MAK/2/IX/2024 yang salah satu poinnya adalah melarang masyarakat untuk membentangkan spanduk ataupun menggelar demonstrasi selama perhelatan MotoGP berlangsung.
Ribuan aparat keamanan dari pihak kepolisian dan militer selalu diterjunkan sebagai pengaman ajang balapan MotoGP Mandalika, yang digelar setiap tahun sejak 2022. Pengamanan berlebih ini diterjunkan ke permukiman warga, dengan membangun tenda dan pos-pos pengaman di perkampungan dan di sekitar perumahan warga.
Sumber Amnesty juga mengungkapkan, sirkuit dan Kawasan Ekonomi Khusus Mandalika menyisakan banyak persoalan terhadap warga terdampak di 15 dusun yang tersebar di lima desa. Setidaknya terdapat empat masalah terkait konflik lahan, di antaranya tanah warga yang belum dibayar sama sekali, tanah yang ketika dilakukan pengukuran kembali ternyata ditemukan kelebihan luas atau biasa disebut pembayaran tanah sisa, pembayaran tanah yang baru hanya DP, dan tanah yang salah bayar.
Banyak proyek infrastruktur skala besar di bawah Proyek Strategis Nasional telah berdampak serius pada kehidupan masyarakat sekitar, termasuk masyarakat adat yang hak atas tanah, budaya, dan kearifan lokal sering diabaikan.
Sedangkan masyarakat adat yang bersuara kritis terhadap pemerintah dalam memperjuangkan hak mereka dalam konflik agraria kerap menghadapi serangan.
Amnesty International Indonesia mencatat, dari Januari 2019 hingga September 2024, setidaknya ada sembilan kasus serangan terhadap masyarakat adat dengan sedikitnya 89 korban, termasuk kriminalisasi, intimidasi, dan kekerasan fisik.
Hak atas kebebasan berpendapat dan menyampaikan informasi sudah dijamin dan dilindungi di berbagai instrumen hukum. Dalam instrumen hak asasi manusia internasional, hak atas kebebasan berpendapat dan menyampaikan informasi dijamin di Pasal 19 Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR) serta Komentar Umum No. 34 terhadap Pasal 19 ICCPR. Hak tersebut juga dijamin di Konstitusi Indonesia, yaitu Pasal 28E ayat (3) dan 28F UUD 1945, serta pada Pasal 14 dan 25 UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. (*)