Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan mempertanyakan dasar Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto yang menyatakan korban warga sipil yang tewas saat peledakan amunisi di Garut (12/5) merupakan tukang masak dan pegawai yang bekerja di tempat tersebut. “Sebenarnya kita tidak melibatkan warga sipil dalam pemusnahan bahan peledak yang sudah expired. Sebenarnya masalah ke sipil itu tukang masak dan pegawai di situ,” kata Agus, usai rapat tertutup di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (26/5/2025).
Koalisi menyayangkan pernyataan Panglima TNI tersebut yang jelas menyangkal adanya pelibatan sipil dalam pemusnahan amunisi yang telah daluwarsa. Pernyataan tersebut memberi indikasi kuat rendahnya tingkat obyektifitas, integritas, dan kredibilitas penyelidikan internal TNI atas kasus ini.
Panglima juga mengklaim prosedur untuk peledakan sudah dilaksanakan sesuai SOP. Ini bertolakbelakang dengan fakta bahwa selama bertahun-tahun warga sipil dilibatkan dalam proses pemusnahan bahan peledak berbahaya tersebut. Ini menyalahi standar internasional pemusnahan bahan peledak berdasarkan International Mine Action Standards
Panglima TNI menunjukkan cara bersikap yang terkesan menyalahkan pihak warga dan lari dari tanggungjawab. Klaim Panglima TNI merupakan pernyataan yang tidak sensitif dan terkesan menyangkal kebenaran faktual, termasuk temuan Komnas HAM yang dirilis 23 Mei lalu kepada media bahwa ada 21 warga sipil yang terlibat dalam pemusnahan amunisi sebagai tenaga harian lepas dengan upah Rp150.000 per hari, tanpa pelatihan bersertifikasi dan bekerja tanpa alat pelindung diri.
Pernyataan Panglima TNI seperti mengulangi klaim Kapuspen TNI pada 13 Mei lalu yang menyebut warga sipil menjadi korban karena hendak mengambil logam serpihan amunisi
Atas dasar perkembangan terbaru ini, kami menolak cara-cara penyelidikan atas Tragedi mematikan tersebut jika hanya berjalan di lingkungan internal TNI. Koalisi mendesak kembali pembentukan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) untuk mengusut Tragedi Amunisi yang menelan 13 nyawa – sembilan di antaranya warga sipil, pada 12 Mei lalu di Garut, Jawa Barat.
Koalisi sedari awal sudah menyerukan pada Komisi I DPR untuk membentuk sebuah Tim gabungan pencari fakta independen yang melibatkan unsur luar TNI untuk memastikan obyektifitas, integritas dan kredibilitas dalam pengusutan atas Tragedi yang mematikan tersebut. Namun sayangnya Komisi I DPR RI seperti tidak memiliki taring untuk sekadar bertanya pengusutan kasus ini sesuai asas-asas penyelidikan yang jujur, adil, dan benar.
Pernyataan Panglima TNI semestinya dapat lebih menerangkan lebih dari hasil Investigasi internal TNI yang diumumkan pada 26 Mei 2025 dan mengkonfirmasi adanya praktik yang tidak sesuai SOP dalam peledakan tersebut khususnya terkait pelibatan sipil dalam peledakan amunisi tak layak pakai .
Hasil tim investigasi TNI AD hanya menyoroti dua pokok utama penyebab ledakan, yaitu ketidakstabilan detonator yang hendak dimusnahkan dan keterlibatan warga sipil dalam aktivitas teknis yang semestinya hanya dilakukan oleh personel militer terlatih.
Hasil investigasi TNI AD juga cenderung menimpakan kesalahan kepada salah satu korban jiwa, yaitu Kepala Gudang Pusat Amunisi (Gapusmus), sehingga akhirnya masyarakat ikut dalam pelibatan pemusnahan amunisi tersebut.
Investigasi TNI AD yang diungkapkan ke media pun tidak menyebut siapa perwira tinggi di atas Kepala Gapusmus yang turut bertanggung jawab atas kasus tersebut. Juga tidak disebutkan adanya akuntabilitas secara hukum terhadap perwira-perwira tinggi di tingkat komando terkait peristiwa itu.
Koalisi menilai fakta tersebut adalah temuan penting yang harus ditindaklanjuti melalui investigasi menyeluruh dan imparsial oleh Tim yang independen dari luar tubuh TNI. Koalisi mendesak pertanggungjawaban hukum mereka yang berada pada level komando dan bertanggungjawab atas tragedi di Garut tersebut.
Tanpa investigasi menyeluruh, imparsial dan independen dari luar TNI maka tragedi Garut tersebut hanya akan menegaskan kembali masalah impunitas yang telah mengakar di tubuh TNI.
Demikian pernyataan ini dibuat.
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan:
Imparsial, YLBHI, KontraS, PBHI, Amnesty International Indonesia, ELSAM, Human Right Working Group (HRWG), WALHI, SETARA Institute, Centra Initiative, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Masyarakat, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya Pos Malang, Aliansi untuk Demokrasi Papua (ALDP), Public Virtue, Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta, Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN), De Jure.