5 Alasan Mengapa Hukuman Mati Harus Dihapuskan

Foto: Amnesty International
Foto: Amnesty International

Hukuman mati adalah hukuman paling kejam.

Setiap hari, ada orang-orang yang divonis hukuman mati atau dieksekusi di seluruh dunia. Beberapa negara bahkan mengeksekusi anak berusia di bawah 18 tahun, orang dengan disabilitas mental dan intelektual, dan orang tak bersalah.

Hukuman mati melanggar hak untuk hidup dan hak untuk tidak mengalami perlakuan atau hukuman yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat. Hak tersebut dilindungi dalam Deklarasi Universal HAM, instrumen HAM lainnya, dan banyak konstitusi nasional di seluruh dunia, termasuk konstitusi Indonesia.

Ini 5 alasan mengapa hukuman mati harus dihapuskan:

1. Orang yang dihukum mati tidak bisa dihidupkan lagi, padahal kesalahan bisa terjadi.

Misalnya, sejak 1973, lebih dari 160 narapidana yang dijatuhi hukuman mati di AS kemudian dibebaskan karena terbukti tidak bersalah atau vonis terbukti tidak proporsional dengan kejahatan mereka.

2. Hukuman mati bisa diskriminatif terhadap mereka yang punya latar belakang sosial dan ekonomi yang dianggap lebih lemah.

Mereka yang termarginalkan secara sosial dan ekonomi bisa lebih sulit mengakses bantuan hukum. Misalnya, pada kasus narkotika, faktor-faktor sosial-ekonomi yang meningkatkan risiko atau menyebabkan orang terlibat dalam perdagangan narkotika sering diabaikan: ini termasuk kesehatan yang buruk, penolakan akses ke pendidikan, minimnya kesempatan bekerja, kurangnya tempat tinggal yang layak, kemiskinan, diskriminasi, dan kekerasan berbasis gender. Mereka bisa lebih dirugikan dalam sistem peradilan pidana.

3. Hukuman mati sering digunakan dalam sistem peradilan yang tidak adil.

Dalam banyak kasus yang dicatat Amnesty International, orang-orang dieksekusi setelah dihukum dalam persidangan yang sangat tidak adil, atas dasar bukti tidak benar yang didapat dari hasil penyiksaan dan dengan pendampingan hukum yang tidak memadai.

4. Hukuman mati tidak efektif mengurangi kejahatan.

Negara-negara yang mengeksekusi biasanya yakin hukuman mati adalah cara terakhir untuk mencegah orang melakukan kejahatan. Tapi, tak ada bukti bahwa hukuman mati lebih efektif dalam mengurangi kejahatan daripada hukuman penjara seumur hidup. Hukuman mati juga sering membuat negara merasa ‘lega’, dan melupakan perubahan sistemik yang sebenarnya perlu dilakukan untuk menghapus kejahatan.

5. Hukuman mati sering digunakan sebagai alat politik.

Pihak berwenang di beberapa negara, misalnya Iran dan Sudan, menggunakan hukuman mati untuk menghukum lawan politik. Hukuman mati juga sering digunakan sebagai ‘obat penenang’ untuk warga yang ketakutan, meski nyatanya eksekusi bukan cara paling efektif untuk benar-benar membasmi kejahatan.

Kalo buat kejahatan terkait narkotika gimana? Bukannya pelaku merusak hidup, bahkan membahayakan nyawa orang lain?

Ancaman hukuman mati tidak menyelesaikan masalah utama kejahatan terkait narkotika.

Di Indonesia, vonis hukuman mati untuk kasus kejahatan terkait narkotika meningkat dari 48 orang di tahun 2018 menjadi 80 orang di tahun 2019. Meski yang divonis mati semakin banyak, Data Badan Narkotika Nasional malah menunjukkan jumlah pengguna narkotika sepanjang 2019 meningkat sebanyak 0,03% menjadi 3,6 juta orang dibanding tahun sebelumnya.

Di berbagai negara, kejahatan terkait narkotika sudah dipandang sebagai masalah sistemik meliputi kesenjangan sosial, ekonomi, dan kesehatan masyarakat. Misalnya, ada orang yang terpaksa menjual narkoba karena kesulitan membiayai hidup mereka.

Rehabilitasi, pemasyarakatan efektif, dan upaya menghapus kesenjangan bisa jadi solusi lebih tepat untuk menyelesaikan masalah yang menyebabkan orang menjual atau memakai narkoba.

Kalo pelaku korupsi? Kan mereka merugikan banyak orang?

Pelaku korupsi, jika terbukti bersalah, tentu merugikan dan melanggar HAM banyak orang. Namun, korupsi masih bisa terjadi kalau tak ada perbaikan sistem. Selain menghukum orang yang terbukti korupsi dengan hukuman penjara, perbaikan sistem tata kelola pemerintahan supaya lebih transparan dan akuntabel bisa jadi solusi lebih tepat untuk masalah korupsi.

Hukuman mati bukan cara terakhir untuk menghapus praktik korupsi sampai ke akarnya.

Negara-negara yang minim praktik korupsi dengan Corruption Perceptions Index (CPI) tertinggi seperti Denmark, Selandia Baru, Finlandia dan Swedia justru tak menerapkan hukuman mati untuk kejahatan korupsi.

Sebaliknya, meski menerapkan hukuman mati, korupsi di Tiongkok, Korea Utara, Irak, Iran, dan Arab Saudi masih lebih tinggi. Ini membuktikan, hukuman mati tak efektif menghapus kejahatan korupsi.

Kalo pelaku terorisme gimana? Masih nggak boleh dihukum mati juga?

Pemerintah di berbagai negara sering menggunakan hukuman mati setelah serangan terorisme, demi menunjukkan mereka melakukan sesuatu untuk ‘melindungi’ keamanan nasional.

Tapi, ancaman hukuman mati tidak menghentikan orang-orang yang siap mati lewat aksi terorisme, misalnya pelaku bom bunuh diri.

Eksekusi juga bisa memotivasi orang-orang lain untuk berkorban karena dendam terhadap kekerasan atau hukuman mati pada anggota organisasi mereka.

Program edukasi dan pelatihan manajemen konflik non-kekerasan untuk narapidana terorisme bisa jadi solusi lebih tepat dan efektif untuk masalah terorisme.

Kalo pelaku kekerasan seksual gimana?

Kekerasan seksual adalah kejahatan mengerikan dan jelas melanggar HAM. Hukuman mati, sebagai gejala kekerasan, tidak menyasar masalah utama kekerasan seksual.

Pendidikan seks dan kesehatan reproduksi yang komprehensif, perumusan aturan hukum untuk kekerasan seksual yang menyeluruh beserta pengawasan implementasinya, bisa jadi solusi efektif untuk memberantas kekerasan seksual.

Pemenuhan hak-hak korban, sanksi pidana maksimal dan rehabilitasi untuk mengubah perilaku pelaku yang terbukti bersalah, dan mencegah terjadinya kekerasan seksual juga penting untuk menghapus kekerasan seksual.

Hukuman mati juga tidak bisa ditarik kembali. Jika terduga pelaku terbukti tidak bersalah, hukuman mati bisa sangat merugikan. Pernah dengar kasus Central Park Five yang diangkat ke serial When They See Us? Lima orang anak laki-laki di bawah 18 tahun dituduh memerkosa seorang perempuan. Walaupun mereka tidak divonis hukuman mati, Donald Trump, sebelum menjabat jadi Presiden AS, pernah secara terbuka meminta mereka dihukum mati. Setelah bertahun-tahun di penjara, akhirnya mereka dinyatakan tidak bersalah.

Bukannya korban kejahatan dan keluarganya berhak atas keadilan?

Tentu! Mereka yang kehilangan orang yang dicintai dalam kejahatan yang mengerikan ataupun tidak, berhak mendapat pemulihan hak mereka. Termasuk melihat orang yang bertanggung jawab dimintai pertanggungjawaban dalam peradilan yang adil tanpa hukuman mati.

Dalam menentang hukuman mati, kami tidak mencoba meminimalkan atau membenarkan kejahatan. Tapi, seperti yang dikatakan banyak keluarga yang kehilangan orang yang dicintainya, hukuman mati tidak bisa benar-benar meringkankan penderitaan mereka. Itu hanya memperluas penderitaan ke keluarga orang yang dihukum mati.

Pernah dengar ungkapan “mata dibalas mata, seluruh dunia bisa jadi buta”? Balas dendam bukanlah jawabannya. Jawabannya ada pada pengurangan kekerasan dan perbaikan sistem yang abai terhadap kejahatan, dan abai terhadap kurangnya pemenuhan hak-hak dasar, bukan menyebabkan lebih banyak kematian.

Terus, apa solusi lebih baik dari hukuman mati?

Jika terbukti bersalah, kebijakan komutasi (perubahan hukuman bagi terpidana mati) bisa jadi solusi alternatif. Dalam hal hukuman seumur hidup, pembebasan bersyarat juga harus menjadi pilihan saat hukuman seumur hidup diterapkan.

Saat ini, 142 negara sudah menghapus praktik hukuman mati. Selama seorang narapidana tetap hidup, mereka bisa melalui rehabilitasi untuk memperbaiki perilaku supaya tidak mengulang kejahatan di kemudian hari, atau bahkan dibebaskan jika terbukti tidak bersalah.

Hukuman mati adalah gejala budaya kekerasan, bukan solusi untuk itu. Hukuman, selain bertujuan memberi efek jera dan memberi rasa keadilan, juga harus efektif mengurangi risiko keberulangan dengan tetap menghormati HAM.

Yuk, putus rantai kekerasan dengan dukung penghapusan hukuman mati.


Mau tahu lebih banyak soal HAM?

Bergabung jadi pendukung Amnesty International

Dapatkan kabar terbaru dan konten edukatif terkait HAM

Baca laporan terbaru hukuman mati

Laporan ini mencakup penerapan hukuman mati secara yudisial untuk periode Januari hingga Desember 2021.