Pelaku perbudakan di kebun sawit milik Bupati Langkat harus diadili

Menanggapi dugaan praktik perbudakan di perkebunan kelapa sawit milik Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin-Angin, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan:

“Ini adalah kasus yang sangat memprihatinkan. Tidak terbayang bahwa masih terdapat praktik perbudakan yang tidak manusiawi seperti ini, apalagi yang diduga sudah berlangsung selama bertahun-tahun.”

“Aparat penegak hukum harus mengusut tuntas kasus ini dan memastikan bahwa semua orang yang terlibat dibawa ke pengadilan dalam persidangan yang memenuhi standar internasional tentang keadilan dan tidak berakhir dengan penerapan hukuman mati.”

“Kasus ini juga harus memicu aparat berwenang untuk mengawasi lebih dekat industri perkebunan sawit yang rawan eksploitasi, baik terhadap pekerja, masyarakat adat, maupun lingkungan.”

“Apalagi ini bukan kali pertama eksploitasi pekerja terjadi di industri sawit Indonesia. Pada 2016, Amnesty Internasional menemukan pelanggaran HAM serius di beberapa perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Temuannya antara lain kerja paksa, penggunaan buruh anak-anak, diskriminasi gender, hingga praktik kerja yang eksploitatif dan membahayakan pekerja.”

Latar belakang

Pada 18 Januari 2022, Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin-Angin ditangkap atas dugaan korupsi dalam operasi tangkap tangan yang dilakukan oleh KPK. Pada 19 Januari, rumahnya digeledah oleh petugas KPK yang dibantu oleh anggota kepolisian. Dalam penggeledahan tersebut ditemukan bangunan menyerupai kerangkeng atau penjara yang ditempati oleh setidaknya 27 orang.

Menurut Kapolda Sumut Irjen RZ Panca Putra Simanjuntak, Bupati Langkat mengaku bahwa bangunan tersebut digunakan sebagai “tempat rehabilitasi” untuk pengguna narkoba selama 10 tahun, namun bangunan tersebut tidak memiliki izin. Pengguna narkoba tersebut juga bekerja di kebun kelapa sawit milik Bupati Langkat.

Sementara itu, menurut laporan yang diterima Migrant Care, kerangkeng tersebut diduga digunakan untuk praktik perbudakan modern. Berdasarkan informasi yang diterima Migrant Care, para pekerja sawit yang dikerangkeng sering menjadi korban penyiksaan, tidak diberikan kebebasan bergerak, dan tidak menerima bayaran atas pekerjaan mereka. Migrant Care melaporkan temuan-temuan ini ke Komnas HAM pada tanggal 24 Januari. 

Pasal 8 Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik, yang telah diratifikasi oleh Indonesia, menyatakan bahwa tidak seorang pun boleh diperbudak atau diperhambakan, dan perbudakan dan perdagangan budak dalam bentuk apapun mesti dilarang.

Konvensi PBB Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia (CAT) juga melarang segala bentuk penyiksaan dan perlakuan tidak manusiawi. Segala bentuk penyiksaan telah secara tegas dilarang dalam berbagai instrumen perlindungan HAM, contohnya dalam Pasal 7 ICCPR.