Manifesto Aliansi Keterbukaan Sejarah Indonesia (AKSI)

Suara-suara sunyi dari masa lalu, jeritan-jeritan diam dari korban ketidakadilan, akan terus membayangi perjalanan hidup sebuah bangsa. Janganlah suara-suara kesunyian di masa lalu itu dibungkam oleh sejarah resmi yang dipaksakan.

Kami, Aliansi Keterbukaan Sejarah Indonesia, menyatakan menolak penunggalan sejarah atau penyeragaman sejarah menjadi tunggal yang dibangun oleh kekuasaan, sehingga tak ada lagi suara kebenaran yang utuh. Sejarah adalah milik rakyat, bukan milik pemerintah, namun negara berkewajiban untuk menjamin kemerdekaan bangsa terutama mereka yang mengalami ketidakadilan, termasuk hak dan kebebasan mereka untuk mengingat, untuk berbicara, dan untuk menulis sejarah kolektif mereka sendiri.

Kita tidak bisa melupakan luka-luka masa lalu, kesakitan dan kehilangan yang dialami oleh jutaan orang Indonesia. Kita tidak bisa melupakan bagaimana kekuasaan telah menggunakan sejarah sebagai alat untuk melegitimasi dirinya sendiri, apalagi jika demi mengontrol pikiran dan tindakan rakyat. Kita tidak bisa melupakan bagaimana sejarah telah digunakan untuk membungkam suara-suara kritis, untuk menghilangkan identitas dan memori kolektif rakyat.

Kita harus berjuang untuk sebuah sejarah yang egaliter, demokratis, dan berkeadilan. Kita harus berjuang untuk bisa memastikan bahwa suara-suara rakyat didengar, bahwa pengalaman-pengalaman mereka dihormati, dan bahwa kebenaran tentang masa lalu diungkapkan. Kita harus berjuang untuk memastikan bahwa sejarah tidak lagi digunakan sebagai alat penopang struktur kekuasaan, tapi sebagai cermin kebenaran dan keadilan.

Sekali lagi, kita berjuang untuk sejarah yang egaliter, demokratis, dan berkeadilan. Kita harus menolak sejarah resmi yang teramat dipaksakan, yang membungkam suara-suara kritis, menghilangkan identitas dan memori kolektif rakyat. Kita harus menolak sejarah tunggal karena itu berarti meniadakan kompleksitas dan keragaman pengalaman manusia. Kita menolak sejarah yang dibangun oleh kekuasaan semata yang mengabaikan hak-hak rakyat termasuk para korban untuk mengetahui kebenaran tentang masa lalu.

Pada akhirnya, kita harus berjuang untuk sejarah yang hidup, yang dinamis, dan yang terus tumbuh dan berkembang. Oleh Karena itu kita juga harus berjuang untuk sejarah yang tidak hanya mencatat kejadian-kejadian masa lalu, tapi juga mengungkapkan makna dan signifikansi dari kejadian-kejadian tersebut. Kita harus berjuang untuk sejarah yang tidak hanya milik pemerintah, tapi milik rakyat, tidak hanya milik pemenang, tapi juga mereka yang dikalahkan.

Tertanda,

Jakarta, 19 Mei 2025

Aliansi Keterbukaan Sejarah Indonesia (AKSI)

Marzuki Darusman, Prof.Dr.Sulistyowati Irianto, Ita Fatia Nadia, MA., Dr.Andi Achdian (Sejarawan), Prof.Dr. Asvi Warman Adam (Sejarawan), Prof.Dr.Harry Truman Simanjuntak (Arkeolog), KH.Imam Aziz (Sejarawan NU), Jaleswari Pramodhawardani, M.Hum (Direktur Lab45), Usman Hamid,SH.LLM (Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia), Pande K. Trimayuni, M.Sc (Penulis dan Peneliti Sosial), Dr.Grace Leksana (Utrecht Universiteit), Dr.Ratna Hapsari. (Asosiasi Guru Sejarah Indonesia), Amirrudin,SS.M.Hum (Aktivis Hak Asasi Manusia), Astrid Reza, SS ( Sejarawan), M.Fauzi,SS.M.HUM (Sejarawan), Mike Verawati (Ketua Koalisi Perempuan Indonesia), Iman Zanatul, SS,M.Hum (Guru Sejarah), Irene Purwantari, SS.(Peneliti Sejarah-ISSI), Razief,SS.M.Hum (Sejarawan-ISSI), Rumekso Setyadi, SS.M.Hum (Sejarawan), Uchikowati (Penyintas 1965), Dianah Kamilah (Aktivis Koalisi Perempuan Indonesia), Indria Fernida, MA (Museum Omah Munir), Rosniati Aziz (Aktivis Koalisi Perempuan Indonesia, Nessa Theo,SS.(Sejarah Seni)

Pendukung

Hamid Basyaib, Andy Widjajanto, Rizal Mustary, Sandra Moniaga, Ruby Kholifah, Ika Ardina, Makmur Keliat, Dr.Hariyadi (UNAIR), Yunarto Widjaja, Prof.Bambang Hudayana, Dr.Nur Fauzi Rachman, Prof.Dr.Melani Budianta, Saiful Mujani, Masruchah, I Gusti Agung Anom Astika, Dr.Martin Suryajaya, Alif Iman Nurlambang, Prof.Rosari Saleh (UI), Prof.Wahyudi Kumoro (UGM), Prof. Maria W.Sumarjono (UGM), Prof. Teddy Prasetyono (UI), Dra.Agnes Purbasari,M.Si (UI), Dr.Karlina Supeli (STF.Driyarkara), Prof. Marcus Priyo Gunarto (UGM), Alissa Wahid (Gusdurian), Dr.Iva Kasuma (UI), Butet Kertaredjasa (Seniman, Yogyakarta), Dr.Suparman Marzuki (UII, Yogyakarta), Prof.Daldiyono (UI), Prof.Maneke Budiman (UI), Dr.Yance Arizona (UGM), Dr.Selly Riawaty (UNPAD), Dr.Doddy Ambardi (UGM), Judi Kristantini, Sunarman Sukamto, Yustitia Arief, Dr.Yanuar Nugroho, Dr.Zainal Arifin Mochtar (UGM), Dr. Arie Sujito. (UGM), Prof.Ery Seda (UI), Prof. Riris Sarumpaet (UI), Prof. Fathul Wahid (Rektor UII, Yogyakarta), Ganjar B.Laksmana, SH.MH (UI), Dr.Mamik Sri Supatmi (UI), Prof.Mayling Oey-Gardiner (UI), Prof. Susi Harijanti (UNPAD), Dr. Herlambang P. Wirataman (UGM), Dr.Fachrizal Affandi (UNIBRAW, Malang), Ayu Utami (Penulis), Prof.Indang Trihandini (UI)