Aksi Tanggap: Pembela HAM Fatia Maulidiyanti dan Haris Azhar terancam Hukuman Penjara

Kasus dugaan pencemaran nama baik yang menimpa dua pembela hak asasi manusia, Fatia Maulidyanti dan Haris Azhar, kini menjadi sorotan publik di Indonesia.

Mereka dilaporkan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan, pada 22 September 2021. Kemudian mereka didakwa melakukan pencemaran nama baik menggunakan undang-undang bermasalah: Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik 2008 (UU ITE).

Senin, 3 April 2023, Fatia Maulidiyanti dan Haris Azhar akan menjalani sidang pertama. Jika terbukti bersalah, mereka terancam pidana penjara selama empat tahun.


Kamu bisa membantu agar pembela HAM seperti Fatia dan Haris tidak dikriminalisasi hanya karena mengungkapkan pendapatnya! Apa saja yang bisa kamu lakukan?

Bapak Manthovani yang kami hormati,

Saya sangat prihatin karena dua pembela hak asasi manusia (HAM), Fatia Maulidiyanti dan Haris Azhar, dituduh melanggar pasal pencemaran nama baik dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Saat ini mereka menghadapi proses persidangan setelah polisi menyerahkan hasil penyidikan kepada Kantor Kejaksaan Negeri Jakarta Timur pada 6 Maret 2023. Tuntutan pidana terhadap Fatia Maulidiyanti dan Haris Azhar menambah daftar panjang kasus pembungkaman kebebasan berekspresi yang menimpa pembela HAM.

Fatia Maulidiyanti dan Haris Azhar dilaporkan ke polisi oleh Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, yang juga mengajukan gugatan perdata terhadap kedua pembela HAM sebesar 100 miliar rupiah masing-masing.

Dugaan ini terkait dengan video di saluran YouTube Haris Azhar, di mana ia dan Fatia Maulidiyanti membahas laporan yang mengungkapkan dugaan adanya keterkaitan antara operasi militer dan aktivitas penambangan di Kabupaten Intan Jaya, Papua. Laporan tersebut ditulis oleh sembilan organisasi, termasuk organisasi HAM yang dipimpin oleh Fatia Maulidiyanti, KontraS.

Sangat mengkhawatirkan untuk mengetahui bahwa Fatia Maulidiyanti dan Haris Azhar menghadapi tuduhan pidana dan hukuman empat tahun penjara, hanya karena menikmati hak mereka atas kebebasan berekspresi yang dijamin oleh hukum internasional maupun nasional

Oleh karena itu, saya menyerukan agar Anda:

  • Menghapus tuntutan dan menutup perkara terhadap Fatia Maulidiyanti dan Haris Azhar;
  • Memastikan bahwa semua pembela HAM dapat melakukan kegiatan damai mereka tanpa gangguan, intimidasi, penahanan sewenang-wenang, atau ketakutan akan balasan, sesuai dengan Deklarasi PBB tentang Pembela HAM;
  • Mengubah Undang-Undang ITE untuk mendekriminalisasi pencemaran nama baik dan memastikan bahwa pencemaran nama baik hanya dianggap sebagai masalah perdata.

Hormat saya,


Latar Belakang

Fatia Maulidiyanti dan Haris Azhar adalah pembela hak asasi manusia di Indonesia. Fatia Maulidiyanti adalah koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (KontraS), sebuah organisasi yang didirikan selama masa otoritarian Indonesia dan dikenal luas karena mengungkap pelanggaran hak asasi manusia serta memperjuangkan hak korban. Sementara Haris Azhar adalah seorang pengacara, dosen, dan pendiri Yayasan Lokataru.

  • 12 Agustus 2021
    Laporan berjudul “Studi Ekonomi Politik Penempatan Militer di Papua: Kasus Intan Jaya.” yang digarap oleh sembilan organisasi, termasuk KontraS yang dipimpin Fatia Maulidiyanti, diluncurkan. Laporan tersebut mengindikasikan hubungan antara konsesi yang diberikan oleh pemerintah Indonesia kepada beberapa perusahaan dan penempatan militer yang tidak teratur di Papua.
  • 20 Agustus 2021
    Haris Azhar mengunggah sebuah video di saluran YouTube-nya yang memuat percakapan antara dirinya dan Fatia tentang laporan tersebut yang menyebutkan bahwa beberapa perusahaan diduga terlibat dalam eksplorasi tambang emas Blok Wabu di Intan Jaya, Papua. Luhut Binsar Pandjaitan, mantan jenderal militer dan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi yang menjabat saat ini, diduga merupakan pemegang saham minoritas di salah satu perusahaan yang disebutkan dalam laporan tersebut.
  • 26 Agustus dan 2 September 2021
    Setelah video tersebut dirilis, Luhut Binsar Pandjaitan mengirim dua surat panggilan kepada Fatia Maulidiyanti dan Haris Azhar. Menurut juru bicaranya, panggilan tersebut mengundang Fatia Maulidyanti dan Haris Azhar untuk menjelaskan motif, niat, dan tujuan di balik konten video tersebut. Luhut Binsar Pandjaitan merasa bahwa cuplikan tersebut menyebarkan opini yang tidak benar, pencemaran nama baik, dan berita palsu.
  • 29 Agustus 2021
    Haris Azhar menjelaskan bahwa data yang disebutkan dalam dialog berasal dari laporan yang dibuat oleh beberapa organisasi masyarakat sipil, yang menguraikan dugaan keterlibatan beberapa tokoh militer dalam industri pertambangan.
  • 21 Oktober 2021
    Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya (Polda Metro Jaya) memanggil Fatia Maulidyanti, Haris Azhar, dan Luhut Binsar Pandjaitan untuk mediasi. Fatia Maulidyanti dan Haris Azhar menghadiri panggilan tersebut, sementara Luhut Binsar Pandjaitan tidak. Sebagai hasilnya, mediasi ditunda waktu yang tidak ditentukan.
  • 17 Maret 2022
    Fatia Maulidyanti dan Haris Azhar dituduh melakukan pencemaran nama baik dan didakwa dengan Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang ITE.
  • 21 Maret 2022
    Keduanya dipanggil oleh Kepolisian Jakarta untuk proses penyelidikan.
  • 6 Maret 2023
    Kepolisian Jakarta memanggil Fatia Maulidiyanti dan Haris Azhar untuk memberitahu mereka tentang penyelesaian berkas kasus dan melakukan pemeriksaan medis sebelum menyerahkan berkas kasus ke Pengadilan Negeri Jakarta Timur, sebuah unit penuntutan tingkat kotamadya yang bekerja di bawah naungan Kejaksaan Agung Jakarta, pada hari yang sama.

Amnesty International Indonesia mencatat setidaknya 1.021 pembela hak asasi manusia telah diperiksa, ditangkap, diserang, dan diintimidasi oleh berbagai aktor sejak Januari 2019 hingga Desember 2022. Sementara itu, setidaknya ada 332 orang yang telah didakwa di bawah Undang-Undang ITE, kebanyakan di antaranya dituduh melakukan pencemaran nama baik, antara Januari 2019 dan Mei 2022.