Situasi Hak Asasi Manusia di Dunia 2023/24

Amnesty International menyorot pelanggaran aturan yang dilakukan oleh pemerintah dan korporasi dalam laporan situasi hak asasi manusia di dunia 2023/24

  • Pemerintah melemparkan warga sipil ke dalam era tanpa supremasi hukum internasional yang efektif, dan warga sipil yang terlibat dalam konflik harus menanggung akibatnya.
  • Kecerdasan buatan yang berkembang dengan cepat tanpa aturan menjadi lahan subur bagi rasisme, diskriminasi, dan perpecahan di tahun penting pemilu di beberapa negara.
  • Untuk melawan pelanggaran-pelanggaran ini, masyarakat di seluruh dunia melakukan mobilisasi dalam jumlah yang belum pernah terjadi sebelumnya, menuntut perlindungan hak asasi manusia dan penghormatan terhadap kemanusiaan kita bersama.

Dunia sedang menuai konsekuensi yang mengerikan dari meningkatnya konflik dan pelanggaran blak-blakan terhadap hukum internasional.

Melalui peluncuran laporan tahunan Amnesty International 2023/24, Amnesty International juga memperingatkan bahwa pelanggaran supremasi hukum kemungkinan akan semakin cepat seiring dengan kemajuan pesat dalam kecerdasan buatan (AI) yang, dikombinasikan dengan dominasi perusahaan-perusahaan teknologi besar yang terus berkembang tanpa adanya regulasi yang jelas.

Ketidakpedulian Israel terhadap hukum internasional diperburuk dengan kegagalan sekutu-sekutunya menghentikan pertumpahan darah warga sipil yang terjadi di Gaza. Banyak dari sekutu tersebut adalah arsitek sistem hukum pasca-Perang Dunia Kedua. Bersamaan dengan agresi Rusia yang terus berlanjut terhadap Ukraina, meningkatnya jumlah konflik bersenjata, dan pelanggaran hak asasi manusia besar-besaran yang terjadi, misalnya di Sudan, Etiopia, dan Myanmar – tatanan global yang berdasarkan aturan berada dalam risiko kehancuran.”

Agnès Callamard, Sekretaris Jendral Amnesty International

Pelanggaran hukum, diskriminasi dan impunitas dalam konflik dan di tempat lain dimungkinkan oleh penggunaan teknologi baru dan familiar yang tidak terkendali, yang kini secara rutin digunakan sebagai senjata oleh aktor militer, politik, dan korporasi. Platform Big Tech telah memicu konflik. Spyware dan alat pengawasan massal digunakan untuk melanggar hak-hak dasar dan kebebasan, sementara pemerintah menggunakan alat otomatis yang menyasar kelompok paling terpinggirkan dalam masyarakat.

Apa yang kita lihat pada tahun 2023 menegaskan bahwa banyak negara mengabaikan nilai-nilai dasar kemanusiaan diabadikan dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia.

Agnès Callamard, Sekretaris Jendral Amnesty International

Indonesia makin terjerat siklus pelanggaran HAM sistematis

Deputi Direktur Amnesty International Indonesia, Wirya Adiwena, menyoroti beberapa hal yang menunjukkan semakin buruknya situasi HAM di Indonesia, di mana represi atas kebebasan sipil kian marak terjadi.

Para pengunjuk rasa sering ditangkap, dan kekerasan digunakan untuk membubarkan protes damai. Pihak berwenang terus mengkriminalisasi individu yang menggunakan hak kebebasan berekspresi, termasuk yang menyampaikan ekspresi politiknya secara damai terkait kemerdekaan Papua, dengan tuduhan kejahatan terhadap keamanan negara.

Wirya Adiwena, Direktur Deputi Amnesty International Indonesia

Sebagai contoh, tiga aktivis Papua dihukum penjara dengan tuduhan makar pada 2023 hanya karena menyuarakan pendapat mereka secara damai. Kriminalisasi atas suara-suara kritis masih terus terjadi.

Pada 4 April lalu, aktivis lingkungan hidup Daniel Frits Maurits Tangkilisan divonis bersalah atas ujaran kebencian di Facebook karena mengkritik budidaya udang di perairan Karimunjawa, Jawa Tengah, yang telah mencemari lingkungan. Ia mendapat hukuman tujuh bulan penjara dan denda Rp 5 juta karena melanggar Pasal 45A Jo. Pasal 28 ayat (2) UU ITE.

Negara pun masih menerapkan tindakan-tindakan represif terhadap penolakan warga sipil yang menentang proyek-proyek yang merugikan masyarakat maupun lingkungan.

Di Pulau Rempang, Kepulauan Riau, negara tidak melakukan konsultasi yang berarti dengan masyarakat terkait proyek pembangunan yang mengancam akses Masyarakat Adat Tempatan ke tanah leluhur mereka.
Ketika masyarakat Rempang mengekspresikan penentangan mereka terhadap proyek tersebut, aparat keamanan justru merespons dengan kekerasan pada 7 September 2023, menggunakan meriam air, gas air mata, dan peluru karet.

Wirya Adiwena, Direktur Deputi Amnesty International Indonesia

Tindakan represif pun terjadi di Padang, Sumatra Barat, pada 5 Agustus 2023 terhadap aksi protes atas rencana pembangunan kilang minyak dan petrokimia di desa Nagari Air Bangis, Kabupaten Pasaman Barat. Saat itu aparat menangkap 18 orang, termasuk tokoh masyarakat, aktivis, mahasiswa, dan pengacara, yang memprotes proyek tersebut, karena dikhawatirkan mengancam penghidupan masyarakat dan lingkungan.

Rantai kekerasan di Tanah Papua

Di sisi lain, kekerasan di Tanah Papua terus berlangsung. Operasi militer di Papua tidak mampu menghentikan konflik. Baku tembak aparat keamanan dengan kelompok pro-kemerdekaan Papua tetap terjadi. Pembunuhan di luar hukum (unlawful killing) terus bertambah. Aparat keamanan dan kelompok bersenjata non-negara di Papua harus bertanggung jawab atas pembunuhan di luar hukum, lanjut Wirya.

Rantai kekerasan di Tanah Papua bahkan masih terus berlangsung. Dua anak-anak ditembak dalam bentrokan antara aparat keamanan dan kelompok bersenjata pro-kemerdekaan pada 8 April 2024 di Intan Jaya. Seorang anak berusia 12 tahun meninggal dunia, sedangkan seorang lainnya berusia 6 tahun mengalami luka parah.

Aparat keamanan pun melakukan penyiksaan terhadap tahanan, seperti yang dialami enam orang asli Papua dari desa Kwiyawagi di Kabupaten Lanny Jaya, Papua Pegunungan pada 6 April 2023. Satu orang tewas akibat penyiksaan, sementara lima lainnya dibebaskan dua pekan kemudian tanpa tuduhan, namun mengalami kondisi kesehatan yang buruk.

Kasus penyiksaan masih terjadi di Tanah Papua, seperti yang terlihat dalam sebuah video viral pada Maret lalu yang menunjukkan penyiksaan hingga kematian seorang warga Papua setelah diduga terlibat dalam penyerangan terhadap aparat di Kabupaten Puncak, Papua.

“Negara harus hentikan segera siklus pelanggaran HAM di Indonesia. Impunitas pelaku tidak boleh dibiarkan, usut secara tuntas lewat penyelesaian hukum yang adil. Lindungi kebebasan sipil, akhiri represi dan penggunaan kekerasan yang berlebihan,” kata Wirya.

Aktivis Karimunjawa Daniel Frits Tangkilisan Divonis 7 bulan
Otorita Ibu Kota Negara (OIKN)