Surat Terbuka: Usut Tuntas Penembakan terhadap Warga Sipil di Seruyan

Jakarta, 9 Oktober 2023

Kepada Yth.

Jenderal Polisi Drs. Listyo Sigit Prabowo, M.Si.

Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia

Jl. Trunojoyo No. 3, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan

Perihal: Penembakan terhadap warga sipil di Seruyan, Kalimantan Tengah

Melalui surat ini, Amnesty International Indonesia mengecam tindakan aparat kemanan yang melakukan kekerasan yang tidak perlu dan penggunaan senjata api terhadap warga sipil di Desa Bangkal, Kecamatan Seruyan Raya, Kalimantan Tengah, pada 7 Oktober 2023.  

Berdasarkan informasi kredibel yang kami terima, sejak tanggal 16 September 2023, puluhan warga yang merupakan masyarakat adat dayak tersebut melakukan protes damai yang sah guna menuntut hak-hak mereka kepada perusahaan sawit bernama PT. Hamparan Masawit Bangun Persada (HMBP) I yang merupakan bagian dari Best Agro Group Internasional. 

Warga melakukan aksi tersebut untuk menuntut kebun plasma sawit dan lahan di luar HGU perusahaan tersebut yang puluhan tahun tidak dipenuhi. Tuntutan mereka tidak direspons oleh pihak perusahaan. Lalu tanpa alasan hukum yang jelas, aparat kepolisian yang berjaga di lokasi itu melakukan tindakan kekerasan, penggunaan gas air mata, dan senjata api berpeluru tajam.

Ada tiga warga yang terkena tembakan, satu orang atas nama Gijik (35) meninggal dunia di lokasi, sedangkan dua orang atas nama Taufik Nurahman (21) dan Ambaryanto (54) mengalami luka berat dan. Korban yang meninggal dunia dan luka-luka tersebut merupakan warga Desa Bangkal, yang tertembak di bagian dada dan peluru tersebut tembus ke bagian belakang tubuhnya.

Kami menyampaikan bahwa protes warga yang dilakukan dalam bentuk tindakan blokade lahan dan menutup akses jalan masuk ke perusahaan sawit tersebut, masih tergolong hak untuk menyatakan pendapat dan hak berekspresi masyarakat.

Kami menilai penggunaan kekuatan tersebut berlebihan dan sulit dibenarkan karena warga tidak sedang melakukan perbuatan yang mengancam keselamatan petugas atau orang lain. Dalam keterangan pers-nya, Kabid Humas Polda Kalimantan Tengah Kombes Erlan Munaji membantah bahwa kepolisian dibekali peluru tajam. Namun kami menilai bantahan ini terlalu prematur dan bersifat defensif, karena disampaikan tanpa adanya investigasi independen, tidak memihak, dan efektik.

Kami juga menilai bahwa sifat dan lingkup peristiwa tersebut patut diduga merupakan bentuk pelanggaran berat hak asasi manusia yang menurut UU No. 39/1999 Tentang HAM tergolong sebagai pembunuhan sewenang-wenang (arbitrary killing). 

Pembunuhan di luar hukum oleh aparat merupakan pelanggaran hak asasi manusia, khususnya hak untuk hidup, hak mendasar yang dilindungi oleh hukum HAM internasional yang diterima dan berlaku sebagai hukum nasional. Dalam hukum HAM internasional, Pasal 6 Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik (ICCPR) menegaskan setiap individu memiliki hak untuk hidup dan tidak boleh ada seorang pun yang boleh dirampas hak hidupnya. Kegagalan akuntabilitas dan keadilan atas pembunuhan di luar hukum dan penganiayaan dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hak asasi manusia. 

Sedangkan dalam kerangka hukum nasional, hak untuk hidup dilindungi dalam Pasal 28A dan 28I UUD 1945 serta UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang intinya setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan tidak disiksa. Hak tersebut merupakan hak yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.

Komite HAM PBB, dalam kapasitasnya sebagai penafsir otoritatif ICCPR menyatakan bahwa negara berkewajiban untuk mengusut dugaan pelanggaran HAM secepatnya, mendalam dan efektif lewat badan independen dan imparsial, harus menjamin terlaksananya pengadilan maupun penghukuman terhadap pihak-pihak yang bertanggung jawab, serta memberikan hak reparasi bagi para korban. 

Atas kejadian ini, Amnesty International mendesak Kepolisian Negara Republik Indonesia dan jajaran penegak hukum lainnya untuk:

1. Segera melakukan proses investigasi secara efektif, menyeluruh, imparsial, transparan, dan tuntas untuk mengungkap dugaan tindak represif dan penembakan di luar hukum oleh aparat kepolisian terhadap warga di Seruyan;

2. Memproses para pelaku sesuai hukum yang berlaku serta mengadili mereka di melalui sistem peradilan sipil—bukan hanya penanganan internal sebagai pelanggaran disiplin—berdasarkan bukti yang cukup, dan tanpa hukuman mati;

3. Melakukan evaluasi internal dan pengawasan yang lebih baik atas kinerja aparat kepolisian di berbagai daerah, mengingat kasus-kasus penggunaan kekuatan berlebihan dalam menangani aksi warga. Salah satu yang perlu dievaluasi adalah penggunaan kekuatan dalam penegakan hukum sesuai Kode Etik PBB untuk Petugas Penegak Hukum (1979) dan Prinsip-prinsip Dasar PBB tentang Penggunaan Kekuatan dan Senjata Api oleh Petugas Penegak Hukum (1990); dan

4. Menghormati hak asasi warga Seruyan tanpa terkecuali dan menghentikan kekerasan serta penggunaan kekuatan berlebih dalam menangani protes warga.

Demikian surat ini kami sampaikan. Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.

Hormat kami,

Usman Hamid

Direktur Eksekutif

Tembusan

  1. Ombudsman Republik Indonesia
  2. Komisi III DPR RI
  3. Komisi Kepolisian Nasional Republik Indonesia