Surat Terbuka: Cabut Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan 8 Tahun 2006 tentang Pendirian Rumah Ibadah

SURAT TERBUKA

Jakarta, 19 Januari 2023 

Kepada Yth
Ir. Joko Widodo 
Presiden Republik Indonesia 
Sekretariat Negara  
Jl. Veteran No. 17-18  
Kota Jakarta Pusat, DKI Jakarta  
Indonesia (10110)  

Dengan hormat, 

Dengan surat terbuka ini, Amnesty International hendak menyampaikan apresiasi atas pernyataan Presiden Joko Widodo yang menegaskan jaminan kebebasan beragama dan beribadah pada Rapat Koordinasi Nasional Kepala Daerah dan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah se-Indonesia pada 17 Januari 2023 di Sentul International Convention Center, Jawa Barat.  Bapak Presiden menyampaikan kepada para bupati dan walikota yang hadir bahwa, “Mengenai kebebasan beribadah dan kebebasan beragama, ini hati-hati. Ini yang beragama Kristen, Katolik, Hindu, dan Konghucu, hati-hati. Ini memiliki hak yang sama dalam beribadah. Memiliki hak yang sama dalam kebebasan beragama dan beribadah.” 

Selain itu, Presiden juga menyampaikan bahwa “beragama dan beribadah itu dijamin oleh konstitusi kita.” Seraya meminta agar tiap kepala daerah memahami ketentuan konstitusional ini.  

Berkaitan dengan itu, Amnesty International hendak mengingatkan, bahwa kasus-kasus kekerasan terkait kebebasan beragama dan berkeyakinan terjadi secara terus menerus dari waktu ke waktu. Berdasarkan data pemantauan Amnesty International, pada 2021 terjadi sedikitnya 34 kasus penolakan izin membangun rumah ibadah, intimidasi dan larangan beribadah terhadap umat beragama minoritas, dan pencabutan izin IMB rumah ibadah. Sedangkan sepanjang 2022, kasus-kasus itu meningkat menjadi 49 kasus. 

Dalam berbagai kasus, keinginan warga untuk membangun rumah ibadah kerap mendapat penolakan sepihak dari kelompok masyarakat lainnya sehingga menimbulkan aksi-aksi diskriminatif. 

Persoalan pembangunan rumah ibadah itu, selalu dibenturkan dengan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan 8 Tahun 2006 tentang Pendirian Rumah Ibadah, yang mewajibkan setiap pendirian rumah ibadah baru harus mendapat dukungan setidaknya 60 warga setempat dan harus ada rekomendasi tertulis dari Kepala Kantor Departemen Agama dan FKUB setempat. Aturan ini membuat proses perizinan pendirian rumah ibadah menjadi berbelit, diskriminatif, dan memicu konflik.  

Dalam konteks hukum internasional,pasal 18 Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR) telah menegaskan, (1) Setiap orang berhak atas kebebasan berpikir, keyakinan dan beragama. Hak ini mencakup kebebasan untuk menetapkan agama atau kepercayaan atas pilihannya sendiri, dan kebebasan, baik secara sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain, baik di tempat umum atau tertutup, untuk menjalankan agama dan kepercayaannya dalam kegiatan ibadah, pentaatan, pengamalan, dan pengajaran. (2) Tidak seorang pun dapat dipaksa sehingga terganggu kebebasannya untuk menganut atau menetapkan agama atau kepercayaannya sesuai dengan pilihannya. (3) Kebebasan menjalankan dan menentukan agama atau kepercayaan seseorang hanya dapat dibatasi oleh ketentuan berdasarkan hukum, dan yang diperlukan untuk melindungi keamanan, ketertiban, kesehatan, atau moral masyarakat, atau hak-hak dan kebebasan mendasar orang lain. (4) Negara Pihak dalam Kovenan ini, termasuk Indonesia, berjanji untuk menghormati kebebasan orang tua dan apabila diakui, wali hukum yang sah, untuk memastikan bahwa pendidikan agama dan moral bagi anak-anak mereka sesuai dengan keyakinan mereka sendiri. 

Selain itu, Pasal 28E ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyebutkan: Setiap orang berhak memeluk agama dan beribadat menurut agamanya”.  Lalu, Pasal 29 ayat (2) menegaskan: Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. 

Atas dasar itu, Amnesty International mendesak Bapak Presiden untuk: 

1. Memerintahkan Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri untuk mencabut Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan 8 Tahun 2006 tentang Pendirian Rumah Ibadah; 

2. Memastikan, pemerintah di tingkat pusat dan daerah  mengambil langkah-langkah efektif untuk memastikan bahwa anggota agama minoritas dilindungi dan dapat mempraktikkan keyakinan mereka secara bebas dari rasa takut, intimidasi, dan serangan; dan 

3.  Memastikan dilakukannya investigasi yang komprehensif, independen, imparsial dan efektif untuk memeriksa kasus pelecehan, intimidasi dan serangan terhadap minoritas agama mana pun dan mengadili mereka yang bertanggung jawab sesuai dengan standar internasional tentang peradilan yang adil dan memberikan pemulihan bagi korban. 

Homat kami, 

Usman Hamid 

Direktur Eksekutif