Program vaksinasi tidak boleh mengabaikan prinsip hak asasi manusia

Menanggapi disahkannya Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No. 10 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), yang mengatur pelaksanaan vaksinasi mandiri atau‘gotong royong’, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, mengatakan:

“Program vaksinasi COVID-19 harus mempertimbangkan pemenuhan hak asasi manusia, khususnya hak atas akses kesehatan yang merata. Dengan persediaan vaksin yang masih terbatas, pemerintah sebaiknya memprioritaskan kelompok-kelompok rentan, seperti tenaga medis, lansia, orang-orang dengan penyakit bawaan, termasuk juga mereka yang berada di dalam tahanan dan masyarakat yang berpenghasilan di bawah rata-rata yang terpaksa tinggal berhimpit-himpitan di daerah yang penuh sesak. Kelompok tersebut jauh lebih rentan terpapar COVID-19.”

“Jangan sampai vaksinasi mandiri yang dilakukan oleh perusahaan swasta melangkahi pemenuhan hak akses kesehatan kelompok-kelompok rentan ini. Pemerintah harus menjamin bahwa persediaan vaksin, fasilitas dan tenaga medis yang dipersiapkan untuk program vaksinasi kelompok rentan tidak dialihkan untuk vaksinasi swasta.”

“Pemerintah juga harus menjaga agar program vaksinasi swasta ini tidak disalahgunakan oleh orang-orang yang berpenghasilan tinggi untuk ‘memotong’ antrian vaksinasi.”

Latar belakang

Pada tanggal 25 Februari 2021, Menteri Kesehatan Budi Sadikin menandatangani Permenkes No. 10 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Vaksinasi dalam rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).

Permenkes tersebut mengatur beberapa hal, diantaranya vaksinasi ‘gotong royong’ yang didefinisikan sebagai “vaksinasi kepada karyawan/karyawati, keluarga dan individu lain terkait dalam keluarga yang pendanaannya ditanggung atau dibebankan pada badan hukum/badan usaha.”

Permenkes tersebut juga menyebutkan bahwa vaksinasi ‘gotong royong’ akan didistribusikan ke fasilitas pelayanan kesehatan milik masyarakat/swasta yang bekerja sama dengan badan hukum/badan usaha.

Amnesty mengingatkan bahwa Kantor Komisioner Tinggi untuk Hak Asasi Manusia (The Office of the High Commissioner for Human Rights/OHCHR) telah menjelaskan pada intinya bahwa negara harus mengenali dan membedakan kebutuhan kelompok yang menghadapi tantangan kesehatan tertentu, seperti tingkat kematian yang lebih tinggi atau kerentanan terhadap penyakit tertentu. Langkah perlindungan sangat diperlukan ketika kelompok rentan tersebut berpotensi terdiskriminasi, salah satunya oleh aktor swasta.