Polisi harus segera tindaklanjuti temuan Komnas HAM tentang penembakan enam anggota FPI

Menanggapi penetapan sebagai tersangka terhadap enam anggota FPI yang diduga tewas ditembak oleh anggota polisi, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan:

“Polisi seharusnya fokus menindaklanjuti temuan Komnas HAM dan segera menyelidiki petugas polisi yang diduga telah melakukan pembunuhan di luar proses hukum.”

“Menjadikan enam orang yang sudah tewas sebagai tersangka di saat belum adanya investigasi yang efektif terhadap anggota polisi yang diduga membunuh mereka menunjukkan prioritas polisi yang keliru dan belum adanya perspektif hak asasi manusia dalam tindakan kepolisian.”

“Pasal 77 KUHP juga menyatakan bahwa kewenangan menuntut pidana hapus, jika tertuduh meninggal dunia. Jadi penetapan tersangka oleh kepolisian pun tidak dapat diteruskan oleh kejaksaan.”

“Petugas yang diduga terlibat dalam tindakan pembunuhan di luar proses hukum tersebut harus segera dibawa ke pengadilan pidana secara terbuka, dengan mematuhi kaidah-kaidah peradilan yang adil atau fair trial.”

Latar belakang

Pada tanggal 4 Maret 2021, Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Andi Rian mengatakan bahwa enam anggota FPI yang tewas ditembak anggota polisi pada tanggal 7 Desember 2020 di tol Jakarta-Cikampek telah ditetapkan menjadi tersangka penyerangan terhadap anggota polisi.

Sebelumnya, pada tanggal 8 Januari 2021, Komnas HAM mengadakan konferensi pers untuk mengumumkan hasil penyelidakannya tentang insiden penembakan enam orang tersebut.

Dalam konferensi pers tersebut, Komisioner Komnas HAM Choirul Anam mengatakan bahwa, menurut temuan Komnas HAM, dua anggota FPI tewas dalam peristiwa saling serang antara anggota FPI dan petugas kepolisian dengan menggunakan senjata api, sementara empat anggota FPI lainnya ditembak mati dalam mobil petugas saat sudah dalam penguasaan.

Amnesty mengingatkan bahwa ketentuan penggunaan kekuatan oleh aparat penegak hukum di Indonesia telah diatur dalam Peraturan Kapolri tentang Penerapan Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Pelaksanaan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia (No. 8/2009). Peraturan Polisi tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian (No. 1/2009) menetapkan bahwa penggunaan senjata api hanya diperbolehkan jika sangat diperlukan untuk menyelamatkan nyawa manusia dan penggunaan kekuatan secara umum harus diatur dengan prinsip-prinsip legalitas, kebutuhan, proporsionalitas, kewajaran dan mengutamakan tindakan pencegahan.