Foto: Suryo Wibowo/TEMPO

Pemecatan Anggota Polisi Karena Orientasi Seksual Melanggar Peraturan Kapolri

Pernyataan Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo kepada media bahwa “anggota Polri tidak boleh LGBT dan memiliki kelainan atau disorientasi seksual” adalah keliru bahkan menyesatkan, kata Amnesty International Indonesia.

Dedi menanggapi keputusan Kepolisian Daerah Jawa Tengah yang memecat salah seorang anggota polisi karena orientasi seksualnya.

“Pernyataan tersebut keliru, cenderung menyesatkan dan bernada diskriminatif,” kata Direktur Amnesty International Indonesia Usman Hamid.

Amnesty International Indonesia menilai, pemecatan salah seorang anggota polisi di Kepolisian Daerah Jawa Tengah karena orientasi seksualnya melanggar prinsip-prinsip HAM, khususnya prinsip kesetaraan dan non-diskriminasi dalam dunia kerja di lembaga penegak hukum.

Lebih jauh, keputusan tersebut juga melanggar aturan internal kepolisian itu sendiri yaitu Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standard Hak Asasi Manusia dalam penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Pasal 4 butir h Perkap No. 8/2009 mengatakan konsep dasar perlindungan HAM antara lain: “HAM tidak membedakan ras, etnik, ideologi, budaya/agama/keyakinan, falsafah, status sosial, dan jenis kelamin/orientasi seksual, melainkan mengutamakan komitmen untuk saling menghormati untuk menciptakan dunia yang beradab; dan…”

Sementara itu Pasal 6 butir h aturan yang sama mengatakan bahwa HAM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) yang termasuk dalam cakupan tugas Polri, meliputi: “hak khusus kelompok minoritas, seperti etnis, agama, penyandang cacat, orientasi seksual.”

“Jadi keputusan pemecatan yang dijelaskan melalui pernyataan Karo Penmas Polri Brigjen Dedi Prasetyo jelas melanggar aturan internal mereka sendiri. Dalam skala lebih luas ini adalah suatu pelanggaran HAM. Terlebih dalam dunia kerja di badan penegak hukum yang bertugas melayani dan melindungi warga negara berdasarkan prinsip-prinsip kesetaraan dan non-diskriminasi,” kata Usman.

“Kepolisian Republik Indonesia harus mengoreksi keputusan pemecatan tersebut dan memerintahkan Kepolisian Daerah Jawa Tengah untuk mengembalikan pekerjaan anggota polisi tersebut. Praktek-praktek seperti ini harus segera dihentikan dalam institusi kepolisian yang seharusnya menjadi contoh dalam penegakan hak asasi manusia,” tambah Usman.