Laporan Hukuman Mati 2020: Vonis hukuman mati di Indonesia melonjak di tengah pandemi

Banyaknya tantangan karena adanya pandemi COVID-19 ternyata tidak menghalangi Indonesia untuk menjatuhkan sebanyak 117 vonis mati sepanjang tahun 2020, menurut laporan tahunan hukuman mati Amnesty International yang dirilis hari ini.

Keadaan ini menunjukkan penghargaan yang begitu rendah terhadap nyawa manusia di saat dunia sedang fokus untuk menyelamatkan setiap manusia dari virus yang mematikan.

“Sangat ironis. Dalam situasi di mana negara seharusnya membantu menyelamatkan nyawa sebanyak mungkin dari kematian akibat virus, negara malah menambah vonis mati bagi semakin banyak orang. Ini menurunkan kredibilitas Indonesia di mata dunia,” kata Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid hari ini.

Sebanyak setidaknya 117 vonis hukuman mati baru tersebut menunjukan kenaikan sebesar 46 persen dibanding 80 vonis mati yang dijatuhkan pada tahun 2019 – sebanyak 101 vonis di antaranya dijatuhkan untuk kejahatan terkait narkotika, dan 16 vonis untuk kasus pembunuhan. Angka-angka ini mencerminkan tren yang sama dari tahun-tahun sebelumnya, di mana setidaknya 70% dari seluruh vonis mati dijatuhkan untuk kasus-kasus kejahatan terkait narkotika.

Lima warga negara asing – semuanya warga negara Malaysia yang divonis bersalah atas kejahatan narkotika – termasuk di antara 117 orang yang dijatuhi hukuman mati. Empat perempuan warga negara Indonesia juga dijatuhi vonis mati atas pembunuhan (dua orang) dan kejahatan narkotika (dua orang). Di akhir tahun 2020, ada setidaknya 482 orang diyakini berada di bawah vonis hukuman mati.

Tren naiknya jumlah vonis hukuman mati di Indonesia juga berlanjut di 2021. Bahkan pada 6 April, Pengadilan Negeri Cibadak, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat menjatuhkan vonis mati kepada 13 terdakwa sekaligus. Empat di antara terdakwa adalah warga negara asing, sementara sembilan lainnya adalah warga negara Indonesia.

Pandemi COVID-19 menyebabkan banyak vonis mati dijatuhkan dalam sidang daring. Sejak Indonesia mengumumkan kasus COVID-19 pertama pada 2 Maret 2020 hingga 6 April 2021, setidaknya ada 88 dari total 128 vonis mati telah dijatuhkan secara virtual.

Naiknya vonis mati di Indonesia bertolak belakang dengan tren global dan regional. Jumlah vonis mati sedunia pada tahun 2020 turun sebanyak 36% setidaknya ke angka 1.477 dibanding tahun 2019 yang mencapai 2.307. Jumlah vonis mati di kawasan Asia-Pasifik juga turun lebih dari setengah menjadi 517 dari 1.227 pada tahun sebelumnya. Vonis mati baru di Indonesia mencapai 22% dari total jumlah vonis mati di Asia-Pasifik. 

“Hukuman mati dalam situasi apa pun adalah bentuk hukuman yang kejam, tidak manusiawi, dan merendahkan harkat martabat manusia. Terlebih lagi dalam keadaan pandemi, orang-orang yang menghadapi eksekusi punya akses pada keadilan yang terbatas, dari kuasa hukum, keluarga, hingga layanan kesehatan. Hal ini merupakan serangan yang serius terhadap hak asasi manusia.” kata Usman.

Pejabat di Indonesia sering menggunakan klaim “efek jera” untuk membenarkan penggunaan hukuman mati. Klaim ini sudah sering dibantah oleh berbagai studi ilmiah. Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia juga kembali mengatakan bahwa tidak ada bukti yang mendukung keyakinan bahwa penggunaan hukuman mati membuat tingkat kejahatan menjadi lebih rendah.

Dalam kesempatan yang bersamaan, Sekretaris Jenderal Amnesty International Agnès Callamard juga memberikan sedikit harapan dalam hal tren global penjatuhan hukuman mati.

“Meskipun beberapa negara terus mengejar hukuman mati, tren keseluruhan pada tahun 2020 cukup positif. Chad menghapus hukuman mati, bersama negara bagian Colorado di Amerika Serikat, dan jumlah eksekusi yang diketahui terus menurun,” kata Agnès yang belum lama ini menjabat sebagai pelapor khusus PBB untuk pembunuhan di luar hukum.

“Kami mendesak para pemimpin di semua negara yang belum mencabut hukuman ini agar menjadikan tahun 2021 sebagai tahun mereka mengakhiri praktik pembunuhan yang selama ini disetujui negara, untuk selama-lamanya. Kami akan terus berkampanye sampai hukuman mati dihapuskan di semua tempat, untuk selamanya,” lanjut Agnès.

Perlu diingat bahwa Indonesia sudah meratifikasi Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR) dan Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, dan Merendahkan Martabat Manusia (CAT). Karena itu, Indonesia wajib untuk menghormati dan melindungi hak manusia untuk hidup dan juga untuk tidak disiksa atau diberikan perlakuan dan hukuman yang kejam, tidak manusiawi dan merendahkan martabat manusia. Dalam hal ini, hukuman mati dapat melanggar hak-hak tersebut. 

Dalam hukum nasional, hak untuk hidup dan untuk tidak disiksa juga dijamin dalam UUD Negara Republik Indonesia serta Undang-Undang No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Sebagai bagian dari Dewan HAM PBB, Indonesia harus serius dalam melaksanakan dan menunjukan komitmennya terhadap konvensi maupun kovenan tersebut. Indonesia juga harus menunjukan komitmennya terhadap hak asasi manusia dengan bergabung dengan setidaknya 144 negara lainnya yang telah menghapus hukuman mati, baik dalam peraturan perundang-undangan dan juga dalam praktiknya.

Amnesty International Indonesia dengan tegas menentang hukuman mati untuk segala kasus tanpa terkecuali – terlepas dari siapa yang dituduh melakukan kejahatan, sifat kejahatan, bersalah atau tidak bersalah, ataupun metode eksekusi yang digunakan. Amnesty International tidak menolak penghukuman terhadap pelaku tindak kejahatan, namun apapun jenis kejahatannya, apa pun latar belakang identitas pelakunya, bentuk hukuman kepada mereka harus bebas dari segala bentuk penyiksaan dan perlakuan buruk lainnya atau penghukuman yang kejam, tidak manusiawi dan merendahkan derajat dan martabat manusia.