Investigasi Dugaan Penyiksaan Tahanan Narkoba di Batam

Merespon kematian Hendri Alfred Bakari, tahanan Satnarkoba Polresta Barelang, Batam, Kepulauan Riau, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menyatakan:

“Kondisi jenazah yang tubuhnya memperlihatkan bekas luka penyiksaan memang menimbulkan tanda tanya. Polisi harus menyelidiki kejanggalan yang disampaikan pihak keluarga atas kematian Hendri. Jika memang dugaan penyiksaan benar adanya, maka ini harus diusut tuntas.”

“Tidak ada yang boleh mengalami penyiksaan dan segala tindakan yang tidak manusiawi serta merendahkan martabat manusia. Kami mendesak Polresta Barelang untuk melakukan investigasi secara menyeluruh, imparsial, efektif dan transparan terhadap penyebab kematian Hendri.”

“Aparat penegak hukum juga harus menjamin bahwa mereka tidak akan menggunakan kekerasan atau bentuk penyiksaan apapun selama proses pemeriksaan saksi atau tersangka dalam kasus manapun. Informasi atau pengakuan yang diperoleh dari siksaan, bukan hanya melanggar HAM, tapi juga hasilnya bisa keliru sekali. Orang mengaku lebih karena tidak tahan menahan rasa sakit.”

Latar belakang

Berdasarkan pemberitaan media, pihak keluarga menemukan Hendri Alfred Bakari (38) dalam kondisi tak bernyawa di Rumah Sakit Budi Kemuliaan, Batam, pada tanggal 8 Agustus 2020. Sebelum berada di rumah sakit tersebut, Hendri diamankan oleh Satnarkoba Polresta Barelang, Batam, Kepulauan Riau karena diduga memiliki sabu dalam jumlah besar dan sedang menjalani pemeriksaan di sana.

Kepada media, keluarga mengaku pihaknya merasakan adanya kejanggalan atas kematian Hendri karena perban di kepalanya, pembungkus plastik yang menutupi kepalanya serta lebam di kakinya. Padahal, sebelum menjalani pemeriksaan polisi, keluarga mengatakan Hendri berada dalam keadaan sehat tanpa gangguan kesehatan.

Kabid Humas Polda Kepulauan Riau mengatakan kepada Amnesty bahwa Hendri mengeluhkan sesak nafas sebelum penyidik membawanya ke rumah sakit. Namun, nenurut polisi, Hendri berpulang saat ia tengah diberi bantuan medis di IGD RS Budi Kemuliaan. Polisi mengatakan bahwa jenazah Hendri telah melaluo proses otopsi pada tanggal 10 Agustus dan saat ini polisi dan keluarga masih menunggu hasil otopsi oleh pihak rumah sakit.

Amnesty mengingatkan bahwa segala bentuk penyiksaan telah secara tegas dilarang dalam berbagai instrumen perlindungan HAM, termasuk Pasal 7 Kovenan Internasional tentang Hak Hak Sipil dan Politik (ICCPR), yang telah diratifikasi melalui UU No. 12/2005 dan Pasal 7 Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakukan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia (CAT), yang telah diratifikasi melalui UU No. 5/1998.

Selain itu, hak untuk tidak disiksa juga telah dijamin dalam Konstitusi, yaitu Pasal 28I UUD 1945, dan Pasal 4 UU No. 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia. Bahkan di tingkat kepolisian sekalipun, larangan untuk melakukan penyiksaan, intimidasi, ancaman, siksaan fisik, psikis ataupun seksual telah diatur dalam Pasal 11 ayat (1) huruf b dan Pasal 13 ayat (1) huruf a Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia No. 8/2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.