Intimidasi pembela HAM harus diakhiri

Menanggapi demonstrasi sekelompok orang dan pengerahan kekuatan dari polisi di lokasi dua organisasi masyarakat sipil di Jakarta Senin (26/02), Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, mengatakan:

“Kami mengamati demonstrasi yang dilakukan di kantor ICW dan Lokataru Senin kemarin. Kami menemukan pelaku dan motif yang sama dengan aksi serupa di kantor KontraS dan YLBHI beberapa hari silam.”

“Di tengah munculnya intimidasi terhadap aktivis dan pembela HAM yang mengritik pemerintah dan jalannya Pemilu, kami mendorong agar protes-protes tersebut tidak berujung pada penghalangan kritik-kritik damai.

“Kami menyerukan kepada pihak berwenang dan semua pihak yang terlibat untuk mengambil langkah-langkah yang tegas untuk melindungi pembela HAM dan memastikan bahwa mereka dapat bekerja tanpa rasa takut atau gangguan intimidasi dari pihak manapun.”

Latar belakang

Sejumlah sumber kredibel Amnesty International Indonesia mengatakan bahwa telah terjadi pengerahan aparat kepolisian ke dua lokasi organisasi masyarakat sipil, yaitu Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Lokataru Foundation di Jakarta pada Senin (26/02). Pengerahan kekuatan itu dengan alasan untuk mengantisipasi demonstrasi pada hari yang sama.

Informasi dari ICW dan Lokataru pada Senin menyebutkan bahwa saat itu mereka mendapat informasi akan didemo oleh Forum Masyarakat Pemuda Mahasiswa Timur Cinta NKRI (FORMAT NKRI) dengan massa kurang lebih 1.000 orang. Tuntutan yang disampaikan adalah menyikapi masalah rasisme terhadap masyarakat Indonesia Timur dan melaporkan masalah tersebut di Komnas HAM serta Mabes Polri.

Pada Senin pagi, aparat kepolisian tiba-tiba mendatangi kantor ICW dan Lokataru. Lebih dari 180 personel dengan satu mobil water cannon datang dan berjaga-jaga di sekitar lokasi Rumah Belajar Antikorupsi (RBAK) ICW di wilayah Kalibata.

Pihak ICW mengatakan sebelumnya tidak pernah mendapatkan informasi pemberitahuan mengenai demo di RBAK. Selain itu lebih dari 200 personel kepolisian dan satu water cannon juga dikerahkan ke kantor Lokataru di wilayah Tebet.

Sekitar pukul 14:10 WIB, sekelompok pendemo mendatangi kantor ICW dengan 3 unit mikrolet dan kendaraan roda dua dengan jumlah sekitar 20 orang. Lalu sekitar pukul 14:30 WIB, kelompok massa mulai membakar ban di depan kantor ICW.

Perwakilan ICW membuka ruang dialog untuk mempertanyakan perihal tuntutan yang disampaikan oleh massa aksi. Mereka menuntut agar ICW meminta maaf karena pernah menyampaikan pernyataan yang bersifat rasisme.

Saat ditanyakan informasi mendetail terkait tuduhan tersebut seperti oknum yang menyampaikan, waktu pernyataan rasisme tersebut disampaikan, dan isi pernyataannya, koordinator lapangan tidak bisa menjawab.

Tim ICW memadamkan api dari ban yang dibakar pendemo dan massa aksi membubarkan diri sekitar pukul 14:40 WIB dan satu jam kemudian aparat kepolisian membubarkan diri. Di sekitar kantor Lokataru, aparat kepolisian yang bertugas membubarkan diri pada pukul 16.00 WIB setelah pengamanan selesai dan rencana demonstrasi di kantor tersebut tidak terlaksana.

Kelompok yang berdemo di ICW tersebut, menurut laporan media, juga telah menggelar demonstrasi pada 5 dan 7 Februari lalu di depan kantor YLBHI-LBH Jakarta serta Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS).

Dalam salinan pernyataan sikap tertulis Forum Masyarakat Pemuda Mahasiswa Indonesia Timur Cinta NKRI tertanggal 26 Februari 2024, disebutkan salah satu tuntutan mereka adalah meminta pihak LBH, KontraS, dan Lokataru Foundation agar segera mengklarifikasi pernyataan rasisme kepada Forum Masyarakat, Pemuda, Mahasiswa Indonesia Timur Cinta NKRI (FORMAT-NKRI) tertanggal 13 Februari 2024.

Kelompok itu, dalam pernyataan tertulisnya, juga mengutuk gerakan pemaksulan dan meminta warga NKRI untuk menerima hasil Pemilu 14 Februari 2024.

Data Amnesty International Indonesia mencatat, sejak masa kampanye Pemilu hingga sehari jelang Pemungutan Suara pada 14 Februari, paling tidak ada 16 kasus serangan yang menyasar setidaknya 34 pembela HAM yang bersuara kritis terhadap pemerintah. Bentuknya mencakup pelaporan ke polisi, intimidasi dan serangan fisik.