Hentikan ancaman terhadap pembela HAM

Menanggapi somasi yang dilayangkan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan kepada Direktur Eksekutif Lokataru Haris Azhar dan Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid dan Deputi Direktur Amnesty International Indonesia Wirya Adiwena mengatakan:

“Diskusi Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti di YouTube dilakukan berdasarkan laporan yang dikeluarkan gabungan organisasi masyarakat sipil yang melakukan kajian terhadap faktor-faktor yang memicu pelanggaran hak asasi manusia di Papua.”

“Melayangkan somasi kepada mereka hanya karena mendiskusikan temuan dalam laporan tersebut merupakan bentuk ancaman terhadap pembela hak asasi manusia serta menunjukkan sikap anti kritik pemerintah.”

“Kejadian seperti ini juga kembali membuat kami mempertanyakan komitmen pemerintah terhadap hak masyarakat atas kebebasan berekspresi. Mengancam aktivis dengan tindakan hukum hanya karena sebuah diskusi terkait seorang menteri jelas menggerus kebebasan berekspresi dan berpotensi menciptakan efek gentar yang dapat membuat orang lain enggan mengungkapkan kritik terhadap pihak berkuasa.”

“Jika ada data yang kurang akurat, maka pihak Luhut justru wajib membeberkan informasi kementerian yang dipimpinnya, yaitu Kemenko Kemaritiman dan Investasi. Tidak sulit bagi kementerian ini untuk membuka informasi tentang perusahaan mana saja yang berinvestasi di Blok Wabu, baik negara maupun swasta, dan siapa saja yang terkait kepemilikannya. Pengalaman menunjukkan beberapa kasus menonjol di mana pelaku bisnis bersama aparat negara terlibat pelanggaran hak asasi manusia. Dan pelaku bisnis yang bersih, pasti memiliki kesadaran dan perhatian terhadap hak asasi manusia.”

Latar belakang

Pada tanggal 26 Agustus, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan melayangkan somasi kepada Direktur Eksekutif Lokataru Haris Azhar dan Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti terkait video diskusi yang diunggah ke kanal YouTube Haris Azhar pada tanggal 20 Agustus.

Dalam video tersebut, Haris dan Fatia mendiskusikan laporan berjudul “Ekonomi-Politik Penempatan Militer di Papua: Kasus Intan Jaya” yang diterbitkan oleh gabungan beberapa organisasi masyarakat sipil. Laporan tersebut merupakan kajian terhadap faktor-faktor yang memicu pelanggaran hak asasi manusia di Papua, salah satunya adalah keterlibatan beberapa tokoh-tokoh militer dalam industri tambang.

Menurut data Amnesty International Indonesia, sepanjang 2021 ada setidaknya 98 kasus serangan terhadap pembela HAM yang melibatkan 244 korban, dengan bentuk serangan yang tertinggi adalah penangkapan dengan setidaknya 147 korban.

Dalam hal ini, tindakan atau kebijakan Negara yang menimbulkan efek gentar atau ketakutan yang dapat membuat masyarakat enggan untuk menyampaikan pendapatnya, tidak sejalan dengan standar HAM internasional. Amnesty International mengingatkan bahwa hak atas kebebasan berekspresi dijamin oleh Pasal 19 Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (ICCPR), yang juga telah diratifikasi oleh Indonesia melalui UU No. 12 Tahun 2005.   

Dalam hukum nasional, hak atas kebebasan berpendapat juga dijamin di dalam UUD 1945, khususnya Pasal 28E Ayat (3), dan juga Pasal 23 Ayat (2) UU No. 39 Tahun 1999.

Sebagai salah satu anggota Dewan Hak Asasi Manusia PBB, sudah seharusnya Pemerintah Indonesia memenuhi komitmen untuk melindungi para pembela hak asasi manusia sebagaimana tercantum dalam Deklarasi Pembela HAM yang disepakati 22 tahun silam melalui resolusi Sidang Umum PBB.