Hamil dan ditahan di bandara: segera berikan akses medis kepada pengungsi Somaliland

Menanggapi penahanan dan rencana deportasi pengungsi perempuan asal Somaliland yang sedang hamil oleh Kantor Imigrasi Bandara Soekarno-Hatta, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan:

“Kami mendesak agar pengungsi Somaliland ini segera diberikan akses ke rumah sakit dan bantuan medis ataupun kebutuhan dasar lain yang dia perlukan. Menghalangi pengungsi Somaliland ini mendapatkan akses kesehatan yang layak adalah pelanggaran HAM.”

“Kami juga mendesak agar petugas imigrasi tidak mendeportasi pengungsi ini karena ada dugaan bahwa dia menjadi korban kawin paksa dan kekerasan domestik di negara asalnya.”

“Mendeportasi pengungsi ini akan membahayakan nyawanya dan melanggar prinsip non-refoulement yang berlaku secara universal.”

“Pengungsi Somaliland ini sudah banyak mengalami perlakuan buruk di negara asalnya, termasuk kekerasan seksual. Kami berharap agar petugas imigrasi Indonesia tidak menambah daftar panjang penderitaan yang sudah dia alami.”

Latar belakang

Pada 9 Januari dini hari, seorang pengungsi perempuan berumur 35 tahun asal Somaliland yang sedang hamil tiba di Bandara Soekarno-Hatta. Setelah tiba, dia ditahan di detensi imigrasi bandara hingga saat ini ditulis.

Menurut informasi yang diterima Amnesty, pengungsi tersebut terlihat tidak sehat dan mengalami pembengkakan di badannya. Dia juga khawatir karena tidak lagi bisa merasakan pergerakan janinnya. Dia sudah mulai merasakan nyeri persalinan, namun laporan yang Amnesty terima menyebut bahwa dia tidak kunjung diberi akses ke rumah sakit oleh petugas imigrasi. Organisasi internasional yang memiliki mandat untuk mengurus pengungsi juga belum diberikan akses untuk bertemu dengan pengungsi tersebut dan melakukan verifikasi langsung.

Pengungsi perempuan ini sebelumnya sudah resmi terdaftar sebagai pencari suaka di Indonesia sejak 2016. Dia meninggalkan Somaliland karena kondisi di sana yang tidak stabil. Dia juga adalah seorang penyintas kekerasan seksual.

Pada Desember 2021, karena tekanan dari keluarga, dia kembali ke Somaliland. Namun di sana, dia mengalami kekerasan domestik yang membahayakan kondisi fisik, psikologis, dan kehamilannya, sehingga memutuskan untuk kembali mencari suaka di Indonesia.

Pasal 14 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia menjamin hak setiap orang untuk mencari suaka di negara lain untuk menghindari persekusi. Pasal 11 Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (ICESCR) menjamin hak setiap orang atas standar penghidupan yang layak. Pasal 12 kovenan tersebut juga menjamin hak setiap orang untuk menikmati standar tertinggi kesehatan yang dapat dicapai, baik jasmani maupun rohani.

Tidak hanya itu, hukum internasional juga telah mengatur adanya prinsip non-refoulement, yang sebagai bagian dari hukum kebiasaan internasional, mengatur bahwa negara tidak boleh mengirim para pengungsi dan pencari suaka ke tempat di mana nyawa mereka terancam.