Hak Privasi Pasien Corona Harus Dilindungi

[TEMPO/Prima Mulia; PML2020030313]

Menanggapi pernyataan Walikota Depok, Jawa Barat, yang mengungkap identitas pasien positif corona dalam sebuah jumpa pers awal pekan ini, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan:

“Mengungkap identitas pasien itu melanggar hak privasi. Apalagi jika menimbulkan pemberitaan luas yang akibatnya membuat pasien tertekan dan membuat masyarakat menjadi resah. Sebaiknya pemerintah fokus memastikan perawatan kesehatan pasien dan pencegahan penyebarannya di masyarakat.”

“Pemerintah pusat dan daerah harus melindungi data pribadi seseorang, bukan justru mengungkapnya. Dalam Konstitusi telah disebutkan bahwa tiap orang berhak atas perlindungan data pribadi dan berhak untuk merasa aman, sesuatu yang ironisnya tidak dialami oleh pasien corona tersebut.”

“Segala pernyataan dan peringatan pemerintah jangan sampai membingungkan dan meresahkan publik, atau meremehkan seriusnya isu kesehatan ini. Pemerintah wajib menyediakan panduan kesehatan yang akurat dan tepat waktu serta mencegah disinformasi soal virus ini dengan cara proporsional, legitimate, dan benar-benar diperlukan agar tidak melanggar hak asasi.”

“Harus diingat, Indonesia telah meratifikasi hukum-hukum internasional hak asasi manusia yang mewajibkan pemerintah memastikan kesehatan warganya, ketersediaan layanan, dokter dan keperluan kesehatan lainnya, termasuk melindungi hak privasi. Ini harus dipatuhi semua pejabat pemerintah, dari atas hingga ke bawah.”

“Amnesty mendesak pejabat terkait yang melanggar hak privasi untuk meminta maaf dan memperbaiki tindakannya agar tidak menjadi preseden buruk dalam penanganan virus tersebut maupun dalam perlindungan privasi yang seharusnya dijamin negara.”

Latar belakang

Pada tanggal 2 Maret 2020, Pemerintah Indonesia mengumumkan adanya dua orang di wilayah negara ini yang terindikasi positif corona. Dua warga itu disebut bertempat tinggal di Depok, Jawa Barat, dan dirawat di RS Sulianti Saroso, Jakarta Utara.

Di hari yang sama, Pemerintah Kota Depok mengadakan konferensi pers di kantornya. Dalam jumpa media itu, Walikota Depok mengungkap alamat tempat tinggal pasien positif corona dan mendapat pemberitaan luas dari media massa nasional.

Dalam sejumlah laporan media, dua pasien positif corona tersebut merasa tertekan karena pemberitaan media yang masif. Belum lagi, dampak dari pemberitaan itu turut memengaruhi lingkungan terdekat mereka seperti keluarga, teman dan tetangga.

Hak atas privasi telah diatur secara implisit di dalam Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi: Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.

Tidak hanya itu, pengungkapan identitas pasien virus corona merupakan pelanggaran hak-hak pribadi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Sesuai pasal 17 huruf h dan i, informasi pribadi yang dapat dikecualikan untuk dibuka adalah apabila terkait dengan riwayat, kondisi anggota keluarga, perawatan kesehatan fisik dan psikis seseorang. Sehingga, pengungkapan identitas penderita corona secara terbuka adalah pelanggaran hak-hak pribadi.

Sementara dalam hukum internasional, Pasal 12 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) mengatakan “Tidak seorang pun boleh diganggu urusan pribadinya, keluarganya, rumah tangganya, atau hubungan surat-menyuratnya, dengan sewenang-wenang, juga tidak diperkenankan melakukan pelanggaran atas kehormatannya dan nama baiknya. Setiap orang berhak mendapat perlindungan hukum terhadap gangguan-gangguan atau pelanggaran seperti ini”.

Lebih lanjut, Pasal 17 Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik juga telah menyebutkan bahwa (1) tidak ada seorang pun yang boleh dicampuri secara sewenang-wenang atau secara tidak sah masalah pribadi, keluarga, rumah atau korespondensinya, atau secara tidak sah diserang kehormatan dan nama baiknya; dan (2) setiap orang berhak atas perlindungan hukum terhadap campur tangan atau serangan tersebut. 

Media Contact:

Nurina Savitri
Media Manager – Amnesty International Indonesia
0811 1960 630