Dampak Buruk Pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) sebagai Ekses dari Perpu No. 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Sipil Kemasyarakatan

Amnesty International Indonesia memperingatkan pemerintah tentang dampak buruk dari pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) sebagai kelanjutan penerbitan Perpu No. 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Sipil Kemasyarakatan

24 Juli 2017 – Kementerian Hukum dan HAM menerbitkan Surat Keputusan (SK) Nomor AHU-30.AH.01.08 tertanggal 19 Juli 2017 yang mencabut status badan hukum dari kelompok Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Beberapa hari setelah penerbitan SK tersebut, beredar daftar nama anggota dan simpatisan HTI dari seluruh cabang di Indonesia, yang menimbulkan ketakutan atas kemungkinan permusuhan dan kekerasan atas orang-orang tersebut.

Selain ketakutan tersebut paling tidak terdapat tiga dampak buruk yang perlu diperhatikan oleh pemerintah:

  1. Terjadinya aksi pembersihan yang berpotensi mendiskriminasi dan melanggar hak untuk berserikat dan kebebasan berekspresi. Hal ini sudah dimulai oleh Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi pada Juli 2017 yang meminta setiap Pegawai Negeri Sipil (PNS) untuk keluar dari HTI jika ingin tetap menjadi PNS.
  2. Negara berpotensi melakukan pengawasan secara berlebihan yang dapat melanggar hak privasi dan norma hukum yang berlaku. Hal ini dimungkinkan dengan kebijakan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) mengerahkan anggota kepolisian di daerah-daerah untuk mengawasi aktivitas anggota dan simpatisan HTI. Humas Polri menyatakan polisi telah mengantongi izin untuk menghentikan dan menangkap anggota HTI yang dinilai menyebarkan ideologi anti-Pancasila dalam kegiatannya.
  3. Pembubaran ormas HTI lewat Perpu ini juga berpotensi membawa dampak buruk pada upaya deradikalisasi. Pemerintah luput memandang HTI sebagai organisasi tunggal tanpa menimbang adanya tarik-menarik antar faksi konservatif dan radikal. Dengan dibubarkannya organisasi tersebut kemungkinan kelompok konservatif untuk masuk ke gerakan bawah tanah kelompok radikal jadi semakin besar–membuat aktivitas mereka menjadi semakin sulit diawasi.

“Pemerintah telah menciptakan alat represi tanpa kalkulasi yang cermat. Perpu Ormas tidak hanya mengekang kebebasan berserikat, namun juga meningkatkan ketegangan antar-kelompok masyarakat,” tegas Usman Hamid, Direktur Amnesty International Indonesia. “Tersebarnya daftar nama anggota dan simpatisan HTI setelah SK Pencabutan Status Badan Hukum diterbitkan menjadi pemicu gelombang persekusi, diskriminasi, dan mungkin, kriminalisasi anggota kelompok yang dilarang,” lanjutnya.

Selama ini, HTI dikenal sebagai organisasi Islam yang menyuarakan upaya pembentukan negara Islam di Indonesia. Di lapangan, HTI kerap menunjukkan dukungannya atas perilaku intoleransi beragama terhadap kelompok minoritas lainnya, namun Amnesty International tidak pernah mecatat adanya tindakan HTI yang pernah diproses secara hukum menggunakan ketentuan pidana yang ada.

Sebelumnya pemerintah menolak jika dikatakan penerbitan Perpu Ormas ini ditujukan untuk membubarkan HTI. Namun diterbitkannya SK pencabutan badan hukum HTI justru membuktikan bahwa motif utama pengesahan Perpu Ormas adalah pembubaran organisasi yang dinilai anti-Pancasila tersebut. Meski mendapat dukungan dari kelompok masyarakat yang tidak menginginkan keberadaan ormas radikal, muncul kecaman Perpu tersebut membuka peluang kesewenang-wenangan pemerintah.

Perpu tersebut memangkas prosedur hukum acara pembubaran ormas secara signifikan, dengan menghapuskan mekanisme pemeriksaan oleh pengadilan. Perpu tersebut juga menggunakan istilah “separatis” dan “paham yang bertujuan mengganti/mengubah Pancasila”, tanpa memberikan indikator yang jelas atas istilah-istilah tersebut. Lebih jauh lagi, Perpu ini dapat melukai kelompok minoritas.

Mengingat berbagai masalah yang ditimbulkan dari penerbitan Perpu Ormas, Amnesty International Indonesia menuntut Pemerintah Indonesia untuk mencabut Perpu tersebut. “Penegakan HAM yang universal harus menjadi semangat kita menolak keberadaan Perpu Ormas ini. Setiap manusia memiliki kebebasan untuk berserikat, terlepas dari suku, agama, ras, etnis, bahkan afiliasi politiknya. Itu yang harus kita bela,”tegas Usman Hamid.

Dokumen Publik
***********************************************

Informasi lebih lanjut hubungi:
Justitia: +62 877 8858 4696 | [email protected]
Bram: +62 856 2714 379 | [email protected]

Kantor Amnesty International Indonesia:
HDI Hive Menteng 3rd Floor
Jalan Probolinggo Nomor 18, Menteng
Jakarta Pusat, DKI Jakarta
+6221 3915698
[email protected]