Bebaskan pengunjuk rasa damai di Manokwari

AMNESTY INTERNATIONAL INDONESIA 

KUTIPAN MEDIA 

28 November 2022

Menanggapi penangkapan dan penahanan sewenang-wenang setidaknya 15 orang peserta unjuk rasa damai di Terminal Pasar Wosi, Manokwari, Papua Barat, oleh aparat gabungan TNI dan Polri, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan: 

“Sampai kapan aparat negara terus melanggar kebebasan berekspresi dan berkumpul secara damai masyarakat di Papua? Pembungkaman terus terjadi dan aparat seolah tidak peduli dengan kewajiban mereka untuk melindungi hak asasi ini.” 

“Kami mendesak polisi untuk segera membebaskan mereka yang ditahan dengan tanpa syarat, dan menyelidiki mereka yang terlibat di dalam penangkapan sewenang-wenang ini. Penegak hukum harus mengadili aparat keamanan yang terlibat melalui mekanisme peradilan umum yang independen dan imparsial, serta menjamin korban dan keluarganya mendapat pemulihan.” 

“Negara harus memastikan bahwa berunjuk rasa secara damai adalah hak semua orang, termasuk warga Papua Barat.” 

“Pemerintah juga wajib memastikan segala aturan di negara ini dan penegakkannya selaras dengan standar-standar HAM internasional, termasuk rancangan-rancangan baru seperti RKUHP.” 

Latar Belakang 

Minggu, 27 November 2022, beberapa kelompok masyarakat di Papua menyelenggarakan unjuk rasa damai di kawasan Terminal Pasar Wosi, Manokwari, Papua Barat, sekitar jam 08.00 WIT. Di aksi tersebut, peserta berorasi, membawa dan mengenakan atribut, serta mengibarkan bendera yang menunjukkan seruan pro-kemerdekaan dan penolakan otonomi khusus Papua. 

Sekitar jam 12.00 WIT, aparat gabungan TNI dan Polri membubarkan aksi damai tersebut dan sekitar jam 13.00 WIT setidaknya 15 orang ditangkap dan ditahan di Polres Manokwari. Menurut informasi kredibel yang Amnesty International terima, tiga orang telah ditetapkan sebagai tersangka dan dijerat Pasal  106 KUHP tentang makar. Sementara berdasarkan pantauan media, 12 lainnya masih diperiksa, ditetapkan sebagai saksi, atau dipulangkan. 

Penangkapan dan penahanan sewenang-wenang ini menambah daftar panjang kasus serupa di Papua. Berdasarkan pemantauan Amnesty International, selama 2019 sampai 2022 terdapat setidaknya delapan orang yang terjerat pasal makar dan ditahan dalam konteks kebebasan berpendapat di Papua. 

Amnesty International tidak mengambil posisi apapun akan status politik dari provinsi apa pun di Indonesia. Namun, Amnesty International percaya bahwa hak atas kebebasan berekspresi dan berkumpul secara damai harus ditegakkan. 

Hak atas kebebasan berpendapat dan berkumpul secara damai sudah dijamin dan dilindungi di berbagai instrumen hukum. Dalam instrumen hak asasi manusia internasional, hak atas kebebasan berpendapat dan menyampaikan informasi dijamin di Pasal 19 Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR) serta Komentar Umum Nomor 34 terhadap Pasal 19 ICCPR. Hak tersebut juga dijamin di Konstitusi Indonesia, yaitu Pasal 28E ayat (3) dan 28F UUD 1945, serta pada Pasal 14 dan 25 UU Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. 

Sementara itu hak untuk berkumpul secara damai dijamin di Pasal 19 ICCPR dan Komentar Umum Nomor 37 terhadap Pasal 21 ICCPR. Komentar Umum tersebut menjelaskan bahwa: “Sebuah kegiatan berkumpul hanya boleh dibubarkan dalam kasus-kasus tertentu. Pembubaran boleh dilakukan saat sebuah kegiatan tersebut sudah tidak lagi damai, atau jika ada bukti jelas adanya ancaman nyata terjadinya kekerasan yang tidak bisa ditanggapi dengan tindakan yang lebih proporsional seperti penangkapan terarah, tapi dalam semua kasus, aparat penegak hukum harus mengikuti aturan-aturan mengenai penggunaan kekerasan.”