Adili pelaku pembunuhan di luar proses hukum terhadap anggota FPI

Menanggapi konferensi pers Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (Komnas HAM) tentang tewasnya enam anggota Front Pembela Islam (FPI) akibat tembakan aparat keamanan, peneliti Amnesty International Indonesia Ari Pramuditya mengatakan:

“Dari temuan penyelidikan Komnas HAM, kami menyimpulkan bahwa enam anggota FPI yang tewas adalah korban pembunuhan di luar proses hukum oleh aparat keamanan.”

“Meskipun anggota FPI tersebut diduga melakukan pelanggaran hukum atau pun tindak pidana, mereka tidak seharusnya diperlakukan demikian. Mereka tetap memiliki hak ditangkap dan dibawa ke persidangan untuk mendapat peradilan yang adil demi pembuktian, apakah tuduhan tersebut benar. Aparat keamanan tidak berhak menjadi hakim dan memutuskan untuk mengambil nyawa begitu saja. Karena itu kami menilai kasus ini adalah tindakan extrajudicial killings.”

“Hasil investigasi Komnas HAM penting untuk segera ditindaklanjuti guna memastikan proses akuntabilitas. Petugas keamanan yang diduga terlibat dalam tindakan extrajudicial killing tersebut harus dibawa ke pengadilan pidana secara terbuka, tentunya dengan memperhatikan prinsip fair trial dan tanpa menerapkan hukuman mati.”

Latar belakang

Pada tanggal 8 Januari 2021, Komnas HAM mengadakan konferensi pers untuk mengumumkan hasil penyelidakannya tentang insiden penembakan enam anggota FPI oleh petugas polisi pada tanggal 7 Desember 2020 di tol Jakarta-Cikampek.

Dalam konferensi pers tersebut, Komisioner Komnas HAM Choirul Anam mengatakan bahwa, menurut temuan Komnas HAM, dua anggota FPI tewas dalam peristiwa saling serang antara anggota FPI dan petugas kepolisian dengan menggunakan senjata api, sementara empat anggota FPI lainnya ditembak mati dalam mobil petugas saat sudah dalam penguasaan.

Penggunaan kekuatan oleh aparat penegak hukum di Indonesia diatur lebih lanjut oleh Peraturan Kapolri tentang Penerapan Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Pelaksanaan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia (No. 8/2009). Peraturan Polisi tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian (No. 1/2009) menetapkan bahwa penggunaan senjata api hanya diperbolehkan jika sangat diperlukan untuk menyelamatkan nyawa manusia dan penggunaan kekuatan secara umum harus diatur dengan prinsip-prinsip legalitas, kebutuhan, proporsionalitas, kewajaran dan mengutamakan tindakan pencegahan.