Syamsul Bahri dan Samsir: Pembela HAM atas Lingkungan Bebas

Syamsul Bahri dan Samsir, bapak dan anak dari sebuah komunitas tani di Sumatera Utara, telah bebas dari risiko pemenjaraan. Pengadilan Tinggi Medan menguatkan putusan Pengadilan Negeri Stabat yang menyatakan keduanya bersalah melakukan kekerasan dan memberi hukuman dua bulan penjara dengan masa percobaan empat bulan, yang membuat mereka tidak dipenjara kecuali terbukti melakukan tindak pidana selama masa percobaan tersebut. Ditangkap atas tuduhan yang diduga tidak benar, mereka diduga menjadi target karena pekerjaan mereka sebagai pembela hak asasi manusia (HAM) atas lingkungan dan, karena itu, mereka seharusnya tidak dihukum sejak awal.

TIDAK ADA PERMINTAAN TINDAKAN LANJUTAN. TERIMA KASIH BANYAK KEPADA SEMUA YANG TELAH MENGIRIMKAN PERMOHONAN.

Syamsul Bahri dan Samsir ditangkap pada tanggal 10 Februari 2021 dan dinyatakan sebagai tersangka berdasarkan tuduhan melakukan kekerasan. Tuduhan tersebut diduga tidak benar dan terkait dengan aktivitas mereka sebagai pembela HAM atas lingkungan yang berupaya melestarikan lingkungan dan membela hak akses atas tanah.

Meski tidak ada bukti kuat yang disampaikan di dalam persidangan, keduanya divonis bersalah dan dihukum dua bulan penjara dengan masa percobaan empat bulan pada tanggal 31 Mei 2021. Pihak kejaksaan, yang menginginkan keduanya untuk dipenjara, mengajukan banding atas putusan tersebut. Pengadilan Tinggi Medan kemudian menguatkan putusan Pengadilan Negeri Stabat pada tanggal 18 Agustus 2021. Syamsul Bahri dan Samsir secara resmi bebas dari risiko pemenjaraan, yang tidak terlepas dari kewajiban memenuhi hukuman empat bulan masa percobaan.

Sebagai dampak dari mobilisasi internasional terkait kasus ini, Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) mengadakan pertemuan dengan pihak berwenang, LSM, dan komunitas tani untuk meminta klarifikasi atas tuduhan kriminalisasi terhadap kedua pria tersebut. Kemenkumham juga mencari informasi tentang dugaan adanya perkebunan kelapa sawit yang beroperasi secara ilegal di atas tanah yang hak kelolanya dimiliki oleh komunitas tani berdasarkan skema perhutanan sosial yang diberikan oleh pemerintah. Meski Kemenkumham tidak menemukan bukti kriminalisasi, pihaknya meminta Kepolisian Daerah Sumatera Utara dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk menyelidiki perkebunan kelapa sawit yang diprotes oleh komunitas tani tersebut.

Sumiati Surbakti, direktur Yayasan Srikandi Lestari dan anggota tim hukum Syamsul Bahri dan Samsir, mengatakan, “Kami semua atas nama Syamsul, Samsir, dan tim mengucapkan terimakasih yang tak terhingga atas bantuan Amnesty International yang dengan tiada kenal lelah turut membantu kami.”

Amnesty International akan terus memantau situasi Syamsul Bahri dan Samsir serta mendokumentasikan keadaan seputar pembela HAM atas lingkungan lainnya di Indonesia.