PEMBELA HAK ASASI MANUSIA DIDAKWA DENGAN PASAL PENCEMARAN NAMA BAIK

Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti ditetapkan sebagai tersangka pada 17 Maret 2022 atas dugaan pencemaran nama baik berdasarkan pasal 27 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik, setelah dilaporkan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi pada 22 September 2021. Penyelidikan polisi terkait dengan video YouTube tentang percakapan antara dua pembela Hak Asasi Manusia tersebut, di mana mereka membahas temuan laporan tentang dugaan keterlibatan beberapa tokoh militer di industri pertambangan di Papua. Haris dan Fatia terancam hukuman enam tahun penjara jika terbukti bersalah. Kepolisian Republik Indonesia harus membatalkan dakwaan terhadap mereka.

AMBIL TINDAKAN: TULIS SERUAN DENGAN KATA-KATA ANDA SENDIRI ATAU GUNAKAN MODEL SURAT INI

Jenderal Listyo Sigit Prabowo
Kepala Kepolisian Republik Indonesia
Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia
Jl. Trunojoyo No.3, Jakarta Selatan 
DKI Jakarta 12110
Telepon: +62 21 7218396
Email: [email protected]
Twitter: @ListyoSigitP  

Bapak Prabowo yang terhormat,

Saya menulis surat ini untuk mengungkapkan keprihatinan saya yang mendalam mengenai proses penyelidikan oleh polisi yang sedang berlangsung terhadap pembela Hak Asasi Manusia Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti. Keduanya dilaporkan ke polisi oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, terkait dugaan pencemaran nama baik dalam UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Lebih lanjut, Luhut menggugat Haris dan Fatia masing-masing sebesar Rp 100 miliar.

Tuduhan tersebut terkait dengan video di kanal YouTube Haris Azhar, di mana Haris dan Fatia membahas laporan tentang dugaan hubungan antara operasi militer dan aktivitas pertambangan di Kabupaten Intan Jaya, Papua. Sangat menyedihkan mengetahui bahwa Haris dan Fatia menghadapi tuntutan pidana hanya karena menggunakan hak mereka atas kebebasan berekspresi, yang dijamin oleh hukum internasional dan nasional.

Oleh karena itu, saya mendorong Anda untuk:

● Melepaskan status tersangka dan menghentikan proses penyelidikan terhadap Haris dan Fatia

● Mengubah UU ITE untuk mendekriminalisasi pencemaran nama baik dan memastikan bahwa pencemaran nama baik hanya diperlakukan sebagai masalah perdata

● Memastikan bahwa semua pembela Hak Asasi Manusia dapat melakukan kegiatan damai mereka tanpa pelecehan, intimidasi, penahanan sewenang-wenang atau ketakutan akan pembalasan, yang sejalan dengan Deklarasi PBB tentang Pembela Hak Asasi Manusia

Dengan hormat,


TULIS SECEPATNYA HINGGA: 2 Juni 2022

INFORMASI TAMBAHAN

Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti adalah pembela HAM Indonesia ternama. Haris Azhar juga seorang dosen, advokat, dan direktur eksekutif Yayasan Lokataru, sebuah organisasi masyarakat sipil yang membela Hak Asasi Manusia. Sedangkan, Fatia Maulidiyanti adalah koordinator KontraS, sebuah organisasi yang terkenal mengekspos pelanggaran HAM dan melakukan advokasi atas nama korban pelanggaran Hak Asasi Manusia sejak era Soeharto di Indonesia.

Pada 20 Agustus 2021, Haris Azhar mengunggah sebuah video di kanal YouTube-nya yang berisi percakapan antara dirinya dengan Fatia Maulidiyanti tentang laporan yang menyebutkan bahwa beberapa perusahaan diduga terlibat dalam eksplorasi tambang emas Blok Wabu di Intan Jaya, Papua. Laporan tersebut berjudul “Studi Ekonomi Politik Penempatan Militer di Papua: Kasus Intan Jaya” yang diluncurkan pada 12 Agustus 2021. Penelitian ini dilakukan oleh peneliti dari sembilan organisasi, termasuk KontraS. Penelitian ini mengungkap adanya hubungan antara konsesi yang diberikan oleh pemerintah Indonesia kepada beberapa perusahaan dan penempatan militer di Papua.

Menyusul rilis video tersebut, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengirimkan dua somasi pada 26 Agustus dan 2 September 2021. Menurut juru bicaranya, pemanggilan tersebut bertujuan untuk meminta Haris dan Fatia menjelaskan motif, maksud, dan tujuan di balik dialog dalam video tersebut. Menko Luhut Binsar Pandjaitan menilai video tersebut mencerminkan opini yang tidak benar, pembunuhan karakter, dan berita bohong.

Pada 29 Agustus 2021, Haris menjelaskan bahwa data yang disebutkan dalam dialog berasal dari laporan yang dihasilkan oleh beberapa organisasi masyarakat sipil, yang menguraikan dugaan keterlibatan beberapa tokoh militer di industri pertambangan. Kemudian Pada 21 Oktober 2021, Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti dipanggil Polda Metro Jaya untuk melakukan proses mediasi. Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti hadir, namun Menko Luhut Binsar Pandjaitan tidak hadir. Mediasi kemudian ditunda hingga waktu yang tidak ditentukan.

Pada 17 Maret 2022, Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti ditetapkan sebagai tersangka pencemaran nama baik dan dijerat dengan pasal 27 UU ITE. Pada 21 Maret 2022, keduanya dipanggil Polda Metro Jaya untuk proses penyidikan.

Amnesty International Indonesia telah mencatat setidaknya 367 kasus penuntutan, penangkapan, penyerangan dan intimidasi terhadap pembela HAM oleh berbagai aktor dari Januari hingga Desember 2021. Sementara itu, lebih dari 100 orang telah dilaporkan berdasarkan UU ITE, kebanyakan dari mereka dituduh pencemaran nama baik, dalam periode waktu yang sama.