Kupas Tuntas Hak Pekerja

Sebagian pekerja kerah putih sering memprotes demo buruh yang menurut mereka bikin macet dan nggak nyaman. Padahal, gaji mereka yang memenuhi komponen hidup layak, kenaikan gaji tiap tahun, jaminan sosial, dan masih banyak lagi hak pekerja yang bisa mereka nikmati itu juga adalah bagian dari hasil aksi buruh, lho. 

Di mata undang-undang, status mereka yang protes dan yang demo itu sama: pekerja.

Kalau kamu masih selalu nunggu tanggal gajian, atau nota pemasukan dari orang lain, artinya kamu termasuk pekerja, setinggi apapun penghasilanmu.

Lalu, kenapa penting banget memperjuangkan hak pekerja? Ini penjelasannya.

Siapa itu pekerja?

Pengertian buruh atau pekerja bisa kita intip di Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Pekerja/buruh adalah “setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. 

Apapun pekerjaanmu-PNS, nakes, karyawan pabrik, anak agensi, karyawan startup unicorn, anak LSM, pegawai perusahaan multinasional, freelancer, dan masih banyak lagi-semua sama-sama pekerja. Kenapa? Salah satunya karena semuanya wajib menerima gaji atas kerja yang telah diberikan untuk pengusaha atau perusahaan yang mempekerjakannya. 

Freelancer berarti termasuk pekerja juga?

Perjanjian kerja punya tiga unsur: 1. pekerjaan; 2. upah; dan 3. perintah. 

Ketiga unsur tersebut tidak memuat soal tempat kerja, baik itu di kantor, di pabrik, atau bahkan di rumah. Jadi, kalau kamu dapat kerjaan dari pengusaha, dengan hanya perjanjian yang disepakati bersama via email, dan dapat uang atau kompensasi apapun dari situ, kamu terlibat dalam suatu perjanjian kerja dan juga adalah pekerja. Para pekerja ini sering disebut sebagai pekerja lepas atau freelancer

Apa perbedaan utama pekerja dan pengusaha?

Mereka yang punya alat produksi untuk menciptakan komoditas atau barang yang punya nilai jual di pasar dan membayar orang lain untuk mengoperasikannya disebut pengusaha.

Mereka yang bekerja untuk pemilik alat produksi disebut pekerja. 

Seiring perkembangan zaman, praktik penggunaan alat produksi dan hubungan pekerja-pengusaha berubah. Wartawan bisa bekerja meliput berita dengan ponsel dan kamera sendiri, meski dua alat tersebut adalah alat produksi. Freelancer, dan pekerja dengan status hubungan kerja mitra juga menggunakan alat produksi milik sendiri. Tapi, hal ini kerap melemahkan daya tawar pekerja lantaran pengusaha kerap tidak bertanggung jawab terhadap alat produksi milik pekerja maupun mengganti rugi jika alat tersebut rusak saat bekerja.

Apa itu hak pekerja?

Setiap orang berhak atas pekerjaan yang layak. Hak atas pekerjaan adalah landasan bagi perwujudan hak asasi manusia lainnya dan untuk hidup bermartabat. 

Hak pekerja termasuk kesempatan untuk mencari nafkah dengan pekerjaan yang dipilih atau diterima secara bebas. Dalam standar HAM internasional, negara harus terus mencapai realisasi penuh hak pekerja secara progresif. Progresif berarti mengupayakan pemenuhan hak pekerja semaksimal mungkin dengan sumber daya yang tersedia untuk mencapai kesejahteraan, baik melalui aturan hukum maupun kebijakan. 

Kenapa hak pekerja penting?

Kalau hak pekerja dilindungi, distribusi pendapatan yang lebih baik akan terjamin. Orang-orang bisa hidup sejahtera. Para pekerja dan keluarga mereka bisa hidup layak, mendapat akses ke pendidikan dan kesehatan, dan mengembangkan kapasitas mereka. 

Pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat dan berimbang juga bisa terjadi. Terciptanya kesejahteraan bagi seluruh pekerja adalah cita-cita gerakan pekerja.

Hak pekerja itu ada apa aja sih?

Semua pekerja berhak atas kondisi kerja yang aman, adil dan menguntungkan. 

Hak untuk bekerja juga diatur di dalam Kovenan Internasional Hak-hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (ICESCR). Kovenan ini memerinci hak setiap orang atas kondisi kerja yang adil dan baik, di antaranya:

  • Upah yang adil dan bayaran setara untuk kerja bernilai setara tanpa perbedaan dalam bentuk apapun, untuk kehidupan yang layak bagi diri mereka sendiri dan keluarga mereka;
  • Penghidupan layak bagi pekerja dan keluarganya;
  • Kondisi kerja yang aman dan sehat;
  • Peluang setara untuk promosi berdasarkan pengalaman dan kompetensi;
  • Waktu istirahat, rekreasi dan pembatasan jam kerja yang wajar serta hari libur rutin berbayar, serta cuti berbayar untuk hari libur publik.

Pekerja juga berhak berserikat dan melakukan negosiasi secara kolektif untuk meningkatkan kondisi kerja dan standar hidup. Mereka berhak membentuk dan bergabung dengan serikat pekerja pilihan mereka, dan serikat pekerja berhak membentuk kelompok nasional atau internasional. Pekerja juga berhak melakukan mogok kerja, selama sesuai dengan hukum nasional. 

Apa saja aturan hak pekerja?

Standar internasional untuk hak pekerja diatur oleh Organisasi Perburuhan Internasional (ILO), sebuah badan khusus PBB. Badan Pengatur ILO menetapkan delapan konvensi dasar yang membahas kebebasan berserikat, perundingan bersama, upah yang setara, non-diskriminasi, dan menghapus kerja paksa dan pekerja anak

Konvensi ILO non-fundamental lainnya mencakup masalah-masalah mulai dari upah, jam kerja, kesehatan kerja hingga keselamatan, perlindungan untuk ibu hamil, dan jaminan sosial.

Di Indonesia, pasal 28D ayat (2) UUD 1945 menyatakan, setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.

Siapa yang berperan dalam perlindungan hak pekerja?

Negara, bisnis, dan serikat pekerja punya peran masing-masing dalam perlindungan hak pekerja. 

  • Negara

Kovenan ICESCR tidak hanya menjadi dasar pengakuan hukum atas hak bekerja sebagai hak asasi, tapi juga mengatur kewajiban negara untuk menghormati, melindungi, dan menjamin hak-hak pekerja. Dalam hal melindungi, negara wajib mencegah pelanggaran hak pekerja, misalnya kerja paksa dan eksploitasi pekerja. Jika ada kasus pelanggaran hak pekerja, negara juga harus menyediakan mediasi antara pekerja dan pengusaha untuk melindungi hak pekerja.

Selain mengatur perlindungan hak individu untuk bekerja, ICESCR juga mengatur hak bagi pekerja untuk membentuk dan bergabung dengan serikat pekerja yang mereka pilih. Hak pekerja untuk berserikat tidak bisa dibatasi oleh negara selain yang ditentukan hukum dan diperlukan sesuai kepentingan keamanan nasional, ketertiban umum, atau untuk perlindungan hak dan kebebasan orang lain.

Prinsip Panduan PBB tentang Bisnis dan Hak Asasi Manusia (UNGPs) juga menyoroti tanggung jawab negara untuk memiliki undang-undang atau kebijakan yang memadai untuk memberi panduan kepada bisnis tentang tanggung jawab mereka dalam melindungi hak-hak pekerja, dan memastikan penegakan hukum yang memadai. 

  • Bisnis

Bisnis juga bertanggung jawab menghormati hak pekerja dengan mengacu pada standar HAM internasional, seperti di dalam Deklarasi Universal HAM dan Deklarasi Organisasi Perburuhan Internasional tentang Prinsip dan Hak Fundamental di Tempat Kerja.

Bisnis harus memastikan mereka menghormati undang-undang atau kebijakan yang berlaku yang melindungi hak-hak pekerja. Dalam situasi saat undang-undang atau kebijakan lainnya  ini tidak memenuhi standar internasional (misalnya, bisnis terlibat masalah dengan serikat pekerja di daerah yang tidak memiliki undang-undang lokal tentang masalah tersebut), bisnis tetap harus menghormati HAM, contohnya, sesuai dengan UNGPs. 

Bisnis juga bisa secara sukarela mengadopsi standar yang lebih tinggi yang tidak ditentukan oleh undang-undang di daerah operasinya (misalnya, bisnis bisa memberikan cuti hamil / melahirkan meski undang-undang setempat tidak mengaturnya, dan bisnis bisa memberikan upah layak jika negara tidak menyediakannya, atau ketika upah minimum tidak memenuhi standar hidup layak).

  • Serikat pekerja 

Jika pekerja bersolidaritas bersama untuk memperjuangkan perlindungan hak mereka, pekerja bisa menikmati libur akhir pekan, istirahat, kerja 8 jam, waktu liburan, dan cuti berbayar. Upah layak, kenaikan gaji, gaji tepat waktu, dan gaji setara untuk pekerjaan yang bernilai setara juga bisa terwujud.

Pekerja juga bisa memperjuangkan kondisi kerja lebih aman, kesempatan setara, dan keamanan kerja melalui serikat. Serikat pekerja juga bisa menjadi wadah untuk mencari perlindungan dan dukungan, bantuan hukum dan konsultasi aturan ketenagakerjaan, mediasi bersama, dan tempat advokasi suara pekerja.

Kok bisa ada perjuangan hak pekerja?

Sejak awal abad ke-19, banyak perusahaan memaksa karyawannya bekerja selama 14, 16, bahkan 18 jam sehari. Pada puncak revolusi industri, ribuan pekerja laki-laki, perempuan, dan anak-anak meninggal setiap tahun akibat kondisi kerja yang amat buruk dan jam kerja yang panjang-rata-rata 10 hingga 16 jam per hari.

Pada 1884, Federasi Organisasi Dagang dan Serikat Pekerja (FOTLU) AS menggelar konferensi di Chicago. Organisasi tersebut menuntut jam kerja pekerja harus dibatasi hingga maksimal 8 jam dan wajib diberlakukan pada 1 Mei 1886.

Knights of Labor, organisasi pekerja terbesar di AS, mendukung tuntutan tersebut. Knights of Labor dan FOTLU mengerahkan para pekerja untuk mogok kerja dan berdemonstrasi. Lebih dari 350 ribu orang turun ke jalan. Pemogokan ini berhasil membuat kota Chicago lumpuh. Aksi berlangsung dua hari berturut-turut. 

Pada 4 Mei 1886, pekerja menggelar aksi yang lebih besar di lapangan Haymarket. Sekitar 180 polisi datang untuk membubarkan aksi. Saat orator terakhir turun dari mimbar, sebuah bom meledak di barisan polisi. Pelaku pengeboman tidak diketahui, tapi delapan tokoh aksi yang dicurigai bersalah dituntut dengan tuduhan pembunuhan berencana dan divonis hukuman mati. 

Tragedi ini memicu simpati dari berbagai kalangan di dunia. Saat Kongres Sosialis Internasional II digelar di Paris 3 tahun kemudian, tanggal 1 Mei ditetapkan sebagai Hari Buruh. Di hari itu, buruh boleh tidak masuk kerja untuk merayakannya dan tetap dibayar.

Pada 1988, Konferensi Perburuhan Internasional mengadopsi Deklarasi ILO tentang Prinsip-Prinsip dan Hak-hak Dasar di Tempat Kerja. Semua anggota, walaupun belum meratifikasi Konvensi-konvensi Dasar ILO, wajib menghargai, mengembangkan, dan mewujudkan prinsip-prinsip dan hak-hak dasar di tempat kerja. 

Deklarasi ini menanggulangi kemiskinan, memberdayakan pekerja, menciptakan peluang, jaminan dan peningkatan martabat. Kehidupan pekerja yang sejahtera juga bermanfaat meningkatkan stabilitas, yang berdampak pada minat investasi asing yang mendorong pertumbuhan ekonomi serta menciptakan kesempatan kerja.

Bagaimana dengan sejarah perjuangan pekerja di Indonesia?

Di Indonesia, sejarah hari buruh dimulai pada era kolonial Belanda. Serikat buruh Kung Tang Hwee melakukan aksi pada 1 Mei 1918. Aksi ini adalah aksi buruh pertama di Asia. Adolf Baars, serang tokoh sosialis Belanda, mengkritik harga sewa tanah milik kelompok buruh yang terlalu murah untuk dijadikan pembangunan. Baars juga memprotes sistem kepemilikan pabrik gula di Jawa. Menurut Baars, para buruh juga bekerja keras tanpa upah yang layak. 

Serikat buruh yang pertama kali lahir di Indonesia adalah Nederland Indische Onderweys Genootschap (NIOG) atau Serikat Pekerja Guru Hindia Belanda, yang dibentuk pada 1879. Kemudian, muncul bermacam-macam serikat buruh di Indonesia seperti Perserikatan Pegawai Pegadaian Bumiputera (PPPB) dan Personeel Fabrik Bond (PFB). Berbagai serikat buruh ini tumbuh bersamaan dengan organisasi-organisasi perjuangan kemerdekaan seperti Budi Utomo dan Sarekat Islam (SI).

Setelah perayaan Hari Buruh pada 1923, buruh kereta api dipotong gaji. Mereka pun menggelar aksi mogok yang berhasil melumpuhkan perhubungan, namun diancam dipecat jika tidak segera kembali bekerja. Pada 1926, peringatan hari buruh ditiadakan. 

Di era kemerdekaan, perayaan hari buruh muncul kembali. Pada 1 Mei 1946, Kabinet Sjahrir membolehkan, bahkan menganjurkan perayaan ini. UU no.12 tahun 1948 juga mengatur ketentuan tiap 1 Mei, buruh boleh tidak bekerja. UU ini juga mengatur perlindungan anak dan hak perempuan sebagai pekerja. 

Pada 1 Mei 1948, ribuan petani dan buruh mogok menuntut pembayaran upah yang tertunda. Pemogokan pun berhenti setelah Mohammad Hatta mengadakan pertemuan dengan Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI) pada 14 Juli 1948.

Pada masa Orde Baru, perayaan hari buruh kembali dilarang dengan alasan gerakan buruh identik dengan paham komunis. Pada 1960, istilah buruh juga diganti dengan istilah karyawan. Baru pada awal masa reformasi, hari buruh kembali dirayakan di banyak kota, mengusung berbagai tuntutan mulai dari jam kerja dan upah yang layak, cuti berbayar, hingga penghapusan sistem alih daya. Presiden saat itu, B.J. Habibie meratifikasi Konvensi ILO 81 tentang kebebasan berserikat buruh. 

Perjuangan pekerja Indonesia berhasil mendorong lahirnya kebijakan jaminan sosial dan kesehatan bagi rakyat indonesia melalui Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan UU BPJS. Walau peraturan dan pelaksanaannya sering jauh dari harapan, tapi terbukti perjuangan mendorong suatu kebijakan ternyata sangat memungkinkan. Pada 1 Mei 2013, Presiden SBY menetapkan hari buruh sebagai hari libur nasional. 

Gimana situasi hak pekerja sekarang? 

Setiap tahun, organisasi International Trade Union Confederation merilis ITUC Global Rights Index. Laporan ini memuat situasi pelanggaran hak pekerja di seluruh dunia. Laporan ini juga menggambarkan negara terburuk di dunia bagi pekerja dengan memberi peringkat menggunakan skala skor 1-5 berdasarkan tingkat penghormatan terhadap hak-hak pekerja.

Indeks tersebut mencakup standar ketenagakerjaan utama yang diakui secara internasional, khususnya hak sipil, hak untuk berunding secara kolektif, hak untuk mogok kerja, hak untuk mendirikan atau bergabung dengan serikat pekerja dan hak untuk berserikat secara bebas. 

Negara-negara yang mengecualikan hak pekerja dari aturan hukum tentang ketenagakerjaan telah meningkat dari 58% negara pada 2014 menjadi 74% negara pada 2020.

Apa sih masalah hak pekerja di Indonesia? 

Pada 2020, Indonesia memperoleh skor 5 dalam ITUC Global Rights Index. Sejak 2015, rata-rata nilai indeks negara-negara di Eropa adalah 1, meski ada beberapa negara dengan skor 2. Di ASEAN, hanya Singapura yang mendapat nilai 2. Nilai ini mengindikasikan adanya pelanggaran hak secara reguler, baik dari pemerintah dan/atau perusahaan yang secara teratur bersinggungan dengan hak pekerja. Mereka juga gagal menjamin aspek penting hak-hak pekerja.

Menurut laporan tersebut, negara-negara dengan peringkat 5 adalah negara-negara yang sangat buruk dalam pemenuhan hak-hak bekerja. Meski undang-undang telah mengatur perlindungan beberapa hak pekerja, pekerja masih belum bisa mengakses hak-hak ini dan karenanya terpapar praktik perburuhan yang tidak adil. Berikut beberapa masalah hak pekerja Indonesia.

  • Diskriminasi dalam pengupahan

Jutaan pekerja Indonesia diduga masih mengalami diskriminasi dalam pengupahan dan jaminan sosial di tempat kerja. Masih banyak pekerja yang upahnya dibayar tidak layak dan lebih rendah dari aturan pengupahan yang berlaku. Upah kerja lembur juga kerap tidak dibayar. 

  • Jaminan sosial belum bisa dinikmati semua pekerja

Jaminan kerja, kesehatan, keselamatan, kecelakaan, hari tua, dan lain-lain belum terpenuhi secara maksimal. Setidaknya 60% pekerja Indonesia bekerja di sektor informal. Banyak pekerja juga diduga tidak didaftarkan sebagai peserta pada lima program jaminan sosial yang dikelola BPJS. 

  • Pengawasan dan penegakan hukum ketenagakerjaan belum efektif

Mekanisme pengawasan dan penegakan hukum ketenagakerjaan juga belum efektif. Pemerintah belum tegas dalam memberikan sanksi dan membela kepentingan pekerja yang dibayar tidak sesuai Upah Minimum Provinsi (UMP). 

Perlindungan hukum bagi para pekerja migran oleh pemerintah juga masih terus dipertanyakan karena belum maksimal. Jutaan pekerja migran Indonesia terancam dan masih belum mendapatkan bantuan dan perlindungan hukum dari pemerintah Indonesia karena masalah birokrasi dan diplomasi antar negara. Pekerja yang berserikat juga masih dihantui ancaman mutasi kerja atau bahkan di-PHK, tanpa perlindungan, jika menuntut haknya.

  • Tingkat pendidikan angkatan kerja masih rendah

Tingkat pendidikan pekerja Indonesia pun minim. Sekitar 57% masyarakat Indonesia yang bekerja berpendidikan terakhir SMP dengan keahlian terbatas. Ini dapat membuat kesempatan pekerja untuk memilih pekerjaan makin terbatas dan peluang meningkatkan mobilitas sosial/ kesejahteraan makin kecil. 

  • Selama pandemi, pekerja makin rentan di-PHK

Di masa pandemi, PHK rentan terjadi karena kondisi ekonomi yang belum membaik. Jumlah angkatan kerja Indonesia per Agustus 2020 sebanyak 138,22 juta orang, naik 2,36 juta orang dibanding Agustus 2019. Sejalan dengan kenaikan jumlah angkatan kerja, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) juga naik sebesar 0,24 persen poin. Tapi, tingkat pengangguran terbuka (TPT) Agustus 2020 sebesar 7,07 persen, meningkat 1,84 persen poin dibandingkan Agustus 2019.

  • Diskriminasi dan kekerasan berbasis gender di tempat kerja

Ketimpangan gender terjadi karena pekerja perempuan yang sudah berkeluarga diharapkan untuk produktif seperti pekerja lajang, tapi mereka juga dihadapkan dengan ekspektasi peran gender, yang menuntut mereka melakukan kerja-kerja rumah tangga, seringkali tanpa bantuan pasangan. Walau ada pekerja perempuan yang berperan sebagai pencari nafkah utama di keluarga, mereka sering tidak diprioritaskan untuk dijadikan pekerja tetap hanya karena hak-hak reproduksinya dianggap menghambat produksi.

Kekerasan berbasis gender dan sulitnya mendapatkan hak-hak reproduksi seperti cuti haid dan cuti hamil juga menjadi masalah. Kekerasan berbasis gender tersebut berupa pelecehan seksual di tempat kerja. Rata – rata buruh perempuan tak mau melapor karena takut kehilangan pekerjaan.

Pekerja Indonesia masih belum menikmati hak atas pekerjaan yang aman, adil, dan layak. Seharusnya, pekerjaan yang layak menjamin peluang terbuka bagi siapapun untuk memperoleh pekerjaan yang layak dan produktif, dalam suasana bebas, merata, terjamin, dan bermartabat. 

Kriteria pekerjaan yang layak termasuk akses ke kesempatan kerja dengan pengakuan atas hak-hak di tempat kerja, dan jaminan tidak adanya diskriminasi di tempat kerja. Pekerjaan yang layak juga termasuk penghasilan yang memungkinkan seorang pekerja memenuhi kebutuhan ekonomi dasar, kebutuhan dan tanggung jawab keluarga dan sosial, jaminan sosial yang memadai untuk pekerja dan anggota keluarganya serta hak untuk bersuara dan berpartisipasi dalam pekerjaan. 

Kenapa orang-orang mempermasalahkan Omnibus Law? 

Pada 2 November 2020, Pemerintah dan DPR mengesahkan Omnibus Law UU No 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Menurut Pemerintah dan DPR, UU Cipta Kerja adalah strategi menyederhanakan peraturan supaya iklim investasi meningkat. UU ini memuat 11 klaster, termasuk klaster ketenagakerjaan. 

Tapi, sejak diusulkan Pemerintah pada Oktober 2019, RUU Cipta Kerja mendapat penolakan besar-besaran dari berbagai kelompok masyarakat. Mulai dari masalah kurangnya partisipasi publik, aturan yang berpotensi membuka peluang eksploitasi lingkungan, hingga ada potensi berkurangnya kesejahteraan pekerja dan tidak terjaminnya hak atas pekerjaan yang layak.

Kelompok buruh lewat Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) menganggap penyusunan RUU ini minim partisipasi publik, hanya melibatkan segelintir golongan, dan justru mengedepankan kepentingan dari segelintir golongan tersebut.

Banyak organisasi sipil dan media yang juga menyatakan tidak pernah dilibatkan selama penyusunannya, padahal hukum HAM internasional menyebutkan, partisipasi masyarakat diperlukan dalam segala penyusunan kebijakan. 

UU ini juga melonggarkan keterlibatan Pemerintah dalam hubungan tiga pihak antara pemerintah, pekerja, dan pengusaha. Beberapa ketentuan tentang hak pekerja dalam UU Cipta Kerja pun diatur lebih lanjut dalam aturan turunan berupa Peraturan Pemerintah (PP). Hak pekerja jadi makin terancam jika perlindungan negara makin minim dan longgar.

Bagaimana kita tahu kalau hak kita dilanggar?

Jika ketentuan kesepakatan kerja antara kamu dan perusahaan dilanggar, berarti hak kamu sedang dilanggar! Misalnya, jika perusahaan mengeksploitasi kerentanan pekerja dengan menahan gaji, menahan dokumen identitas, pemaksaan untuk bekerja di luar peran yang tertera di kesepakatan, hingga ancaman kriminalisasi oleh perusahaan tempat kamu bekerja.

Kondisi kerja yang tidak aman dan menyiksa juga adalah pelanggaran atas hak untuk bekerja yang seharusnya aman, adil, dan layak. Contohnya, selama pandemi, tenaga kesehatan berhadapan dengan ancaman terpapar virus corona setiap hari, tapi banyak dari mereka yang masih belum bisa mendapat alat pelindung diri (APD) yang memadai dan sulit mengakses testing COVID-19 secara berkala.

Apa yang harus kita lakukan jika hak kita sebagai pekerja dilanggar?

Kalau hak kita sebagai pekerja dilanggar, ada empat tahapan yang bisa dilakukan:

  • Sampaikan masalah ke atasan secara langsung. 
  • Jika tak mencapai penyelesaian, dan jika ada, lanjutkan pengaduan, saran, dan keluhan ke lembaga kerja sama bipartit (dua pihak) jika sudah dibentuk. 
  • Jika masih menemui jalan buntu, pengaduan bisa dibawa ke serikat pekerja untuk mendapat masukan dan bantuan hukum serta dukungan advokasi. 
  • Kita bisa melaporkan pengaduan ke website Kementerian Ketenagakerjaan, atau hubungi unit-unit instansi di bawah Kementerian Ketenagakerjaan di wilayah operasi perusahaan tempatmu bekerja.

Apa yang bisa kita lakukan untuk dukung hak pekerja?

Hak-hak pekerja sebagai hak asasi kita dilindungi dalam konstitusi negara dan standar HAM internasional. Kita tidak boleh lagi menganggap pemenuhan atas hak-hak tersebut adalah tergantung kemurahan hati pengusaha. Kita bisa ikut serikat pekerja untuk mengadvokasikan hak pekerja bersama-sama.

Kita bisa mendesak pemerintah: 

  • Mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang konkret melindungi hak pekerja (upah minimum, jam kerja, status pekerjaan dan cuti berbayar) dibuat dan diterapkan sesuai standar HAM internasional agar hak-hak pekerja semakin terlindungi 
  • Secara aktif dan progresif menghapus sistem kontrak, outsourcing dan segala bentuk pekerjaan tidak tetap lainnya serta menjamin status pekerjaan yang lebih aman bagi pekerja 

Kita juga bisa mendesak Kementerian Ketenagakerjaan:

  • Ciptakan sistem pengawasan yang lebih kuat untuk memastikan hak-hak pekerja dilindungi sesuai hukum nasional dan standar HAM internasional
  • Menyediakan mekanisme yang lebih aksesibel untuk pelaporan masalah ketenagakerjaan dan memastikan pekerja punya akses informasi untuk melaporkan pelanggaran hak pekerja ke badan pengawas

Sumber: Amnesty International, International Labour Organization, Hukum Online

Punya saran untuk Amnestypedia?

Yuk bantu dukung keadilan bersama!