HAM dan Lingkungan

Semua manusia berhak atas lingkungan hidup yang bersih dan sehat. Tanpa lingkungan yang sehat, kita mungkin tidak memiliki akses ke standar hidup yang layak.

Kenapa HAM dan lingkungan saling terkait? Simak jawabannya di artikel ini.

Apa itu lingkungan hidup yang bersih dan sehat?

Lingkungan yang bersih dan sehat adalah lingkungan yang memiliki udara bersih, air bersih, dan energi bersih. Lingkungan yang sehat dan aman memungkinkan manusia untuk mencapai potensi maksimalnya.

Degradasi lingkungan – tercemarnya udara yang kita hirup, makanan yang kita makan, air yang kita minum, dan ekosistem yang menopang kita – diperkirakan bertanggung jawab atas setidaknya seperempat dari total beban penyakit global, lho!

Kenapa akses ke lingkungan hidup yang baik dan sehat adalah hak asasi?

Lingkungan yang aman, bersih, sehat dan berkelanjutan merupakan bagian integral dari penikmatan penuh berbagai hak asasi manusia, termasuk hak untuk hidup, kesehatan, makanan, air dan sanitasi.

Akses ke lingkungan yang sehat dinyatakan sebagai hak asasi manusia oleh Dewan HAM PBB. Dewan HAM PBB telah mengadopsi resolusi tentang hak atas lingkungan yang bersih, sehat, dan berkelanjutan, sebagai pengakuan formal pertama atas hak ini sebagai hak asasi manusia di tingkat global.

Melindungi lingkungan = melindungi hak asasi manusia.

HAM dan lingkungan saling terkait. HAM tidak dapat dinikmati tanpa lingkungan yang aman, bersih dan sehat, dan tata kelola lingkungan yang berkelanjutan tidak dapat diciptakan tanpa pembentukan dan penghormatan terhadap HAM. Hak atas lingkungan yang sehat telah diakui dan dilindungi dalam lebih dari 100 konstitusi berbagai negara.

Hak lingkungan terdiri dari hak substantif (hak dasar) dan hak prosedural (alat yang digunakan untuk mencapai hak substansial).

  • Hak Substantif

Substantif adalah lingkungan yang memiliki pengaruh langsung terhadap keberadaan atau penikmatan hak itu sendiri. Hak substantif terdiri dari: hak sipil dan politik, seperti hak untuk hidup, kebebasan berserikat dan kebebasan dari diskriminasi; hak-hak ekonomi dan sosial seperti hak atas kesehatan, pangan dan standar hidup yang layak; hak budaya seperti hak untuk mengakses situs keagamaan; dan hak-hak kolektif yang terkena dampak degradasi lingkungan, seperti hak-hak masyarakat adat.

  • Hak Prosedural

Hak prosedural menentukan langkah-langkah formal yang harus diambil dalam menegakkan hak hukum. Hak prosedural mencakup tiga hak akses mendasar: akses informasi, partisipasi publik, dan akses keadilan.

Ini beberapa hak asasi manusia yang berhubungan dengan lingkungan hidup.

  1. Hak untuk hidup

Kita semua berhak hidup. Tapi, kerusakan lingkungan mengancam keselamatan hidup kita dan miliaran orang di bumi. Banjir, badai, hingga kebakaran hutan telah merenggut banyak korban jiwa. Jika kita tidak bertindak, Organisasi Kesehatan Dunia memperkirakan, krisis iklim akan menyebabkan lebih dari 250.000 kematian per tahun pada tahun 2030-2050 karena malaria, kekurangan gizi, diare, dan panas. 

  1. Hak atas kesehatan

Kita semua berhak memperoleh standar kesehatan fisik dan mental tertinggi yang bisa dicapai, bukan hanya situasi bebas dari penyakit. Hak atas kesehatan memiliki sejumlah elemen penting: ketersediaan, aksesibilitas, penerimaan, kualitas, partisipasi, dan akuntabilitas. Jika hak atas kesehatan kita dilanggar, kita bisa sulit mendapat pendidikan yang layak, pekerjaan yang layak, dan berbagai standar hidup layak lainnya.

Menurut Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), dampak kesehatan utama dari kerusakan lingkungan mencakup risiko cedera, penyakit, dan kematian yang lebih besar karena potensi gelombang panas akibat krisis iklim dan kebakaran yang lebih intens, peningkatan risiko kekurangan gizi karena produksi pangan berkurang, dan peningkatan risiko penularan penyakit melalui makanan dan air.  

Anak-anak yang mengalami trauma akibat peristiwa bencana, yang diperburuk oleh perubahan iklim, dapat menderita gangguan stres pasca-trauma. Kalau krisis iklim tak kunjung ditangani, sistem kesehatan global jadi taruhannya.

  1. Hak atas standar hidup layak

Setiap orang berhak atas standar hidup yang layak untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan keluarganya, termasuk makanan, pakaian, perumahan dan perawatan kesehatan serta pelayanan sosial yang diperlukan, dan hak atas jaminan pada saat menganggur, sakit, lanjut usia atau kekurangan mata pencaharian lainnya dalam keadaan di luar kendalinya.

  1. Hak atas air dan sanitasi

Semua orang berhak atas air bersih untuk penggunaan pribadi dan rumah tangga, serta sanitasi yang bersih untuk memastikan kita tetap sehat. Tapi, faktor-faktor yang disebabkan oleh krisis iklim seperti mencairnya salju dan es, berkurangnya curah hujan, suhu yang semakin tinggi dan naiknya permukaan laut akan terus mempengaruhi kualitas dan kuantitas sumber daya air.

Saat ini, lebih dari satu miliar orang di seluruh dunia tidak punya akses ke air bersih, dan krisis iklim akan memperburuk keadaan ini. Peristiwa cuaca ekstrem seperti angin topan dan banjir akan mempengaruhi infrastruktur air dan sanitasi, meninggalkan air yang tercemar dan berkontribusi pada penyebaran penyakit yang ditularkan melalui air. Sistem pembuangan limbah, terutama di daerah perkotaan, juga akan terpengaruh.

  1. Hak atas perumahan yang layak

Semua orang berhak atas standar yang memadai untuk menghidupi diri sendiri dan keluarganya, termasuk atas perumahan yang layak. Seperti halnya hak ekonomi, sosial dan budaya lainnya, negara wajib memobilisasi sumber daya maksimum yang tersedia agar semua orang bisa mendapatkan perumahan yang layak.

Untuk mencapai realisasi penuh dari hak ini, Negara wajib menjamin faktor-faktor esensial kelayakan, yaitu kepastian hukum, ketersediaan, keterjangkauan, kelayakhunian, aksesibilitas, lokasi, dan kelayakan budaya, yaitu saat perumahan menghormati identitas dan praktek budaya di sekitarnya.

Perumahan yang layak adalah bagian dari hak atas standar hidup yang layak, dan hak untuk bebas dari diskriminasi. Negara wajib menyelesaikan permasalahan hunian yang ditemui di kawasan kumuh seperti luas hunian, sanitasi, limbah, hingga akses pencahayaan yang layak dengan tata kelola yang baik dan memperhatikan aspek-aspek HAM.

Perubahan iklim mengancam hak atas perumahan yang layak dan elemen-elemen esensialnya dalam berbagai cara. Peristiwa cuaca ekstrem dapat menghancurkan rumah dan menggusur jutaan orang. Kekeringan, erosi, dan banjir secara bertahap dapat membuat wilayah tidak dapat dihuni, mengakibatkan perpindahan dan migrasi. Mereka yang hidup sebagai tunawisma atau kekurangan akses ke perumahan yang layak adalah yang paling terpengaruh oleh krisis iklim karena mereka kerap tinggal di daerah yang rentan terhadap banjir, angin topan, gelombang badai, dan tanah longsor. 

  1. Hak atas pembangunan

    Pembangunan tidak boleh mengabaikan hak-hak asasi manusia kita yang lainnya, termasuk hak untuk hidup, hak atas kesehatan, hingga hak atas kebebasan berekspresi. Negara harus menjamin hak atas pembangunan yang memungkinkan setiap orang berpartisipasi, berkontribusi dan menikmati manfaat sosial, ekonomi, politik, dan budaya dari pembangunan dengan tetap mewujudkan semua hak dan kebebasan fundamental.

Untuk mewujudkan hak atas pembangunan, negara harus terus berusaha mencegah dampak negatif kerusakan lingkungan terhadap hak asasi manusia saat ini dan di masa depan semaksimal mungkin tanpa melupakan perlindungan terhadap hak-hak asasi lainnya, termasuk melalui kerja sama internasional. 

Ada beberapa indikator capaian atas pembangunan yang sejalan dengan HAM, di antaranya: masyarakat memiliki udara bersih dan bebas dari pencemaran, pembangunan tidak mengeksploitasi sumber daya esensial dan merusak lingkungan, serta kebutuhan dasar seperti energi, pangan, kesehatan, dan sanitasi dapat terjamin pemenuhannya.

Apa jadinya kalau hak atas lingkungan hidup yang bersih dan sehat dilanggar?

Krisis iklim adalah pergeseran kondisi rata-rata iklim, yaitu cuaca rata-rata di suatu tempat selama bertahun-tahun. Krisis iklim mengancam keberlangsungan makhluk hidup dan ekosistem di bumi. Krisis iklim disebabkan oleh kegiatan manusia yang menggunakan minyak, gas, dan batu bara sebagai energi untuk mendukung aktivitas manusia di rumah, pabrik, dan untuk transportasi.

  • Krisis kesehatan akan terjadi

Krisis kesehatan terjadi saat kesehatan publik terancam. Jika kerusakan lingkungan semakin parah, 250,000 kematian tambahan per tahun diperkirakan akan terjadi antara 2030 dan 2050 akibat malnutrisi, malaria, diare, dan heat stress.

23% populasi di Afrika sub-Sahara tengah diperkirakan akan menghadapi peningkatan risiko kematian dan kesehatan yang buruk. 62% orang di Asia Selatan akan menghadapi peningkatan risiko kematian dan kesehatan yang buruk.

Wilayah dengan infrastruktur kesehatan yang lemah – kebanyakan di negara berkembang – akan menjadi yang paling tidak mampu mengatasi krisis tanpa bantuan untuk memitigasi dan merespons.

Tanah merupakan aset ekonomi dan sumber penghidupan yang penting; juga terkait erat dengan identitas masyarakat, sejarah dan budaya. Salah satu penyebab konflik agraria adalah perampasan lahan masyarakat yang dilakukan secara sepihak dan sewenang-wenang. Jika konflik agraria terjadi, masyarakat bisa kehilangan sumber penghidupan, mata pencaharian, hingga tempat tinggal akibat menghindari konflik yang kerap dipenuhi kekerasan.

Sektor yang paling banyak menyumbang konflik dengan luas lahan konflik terluas adalah sektor perkebunan, disusul hutan produksi, pertambangan, hutan konservasi, hutan lindung, pesisir dan laut, pangan dan energi, transmigrasi, kawasan industri, dan infrastruktur energi listrik. 

Bagaimana kondisi lingkungan hidup saat ini?

Setiap tahun, 150,000 kematian berhubungan dengan krisis iklim. Setiap tahun, 26,400,000 orang juga telah mengungsi dari rumah mereka karena bencana akibat iklim sejak 2008. Pada Oktober 2021, Madagaskar mengalami kekeringan panjang yang menyebabkan jutaan orang kelaparan. Kekeringan ini adalah buntut dari krisis iklim.

Tahun lalu, cuaca ekstrem dan pandemi COVID-19 menjadi hantaman ganda bagi jutaan orang. Menurut Organisasi Meteorologi Dunia (World Meteorological Organization/WMO), 2020 menjadi satu dari tiga tahun terhangat yang pernah tercatat meski La Nina yang dingin sedang berlangsung. 

Lebih dari 30 juta orang mengungsi dari rumahnya akibat peristiwa bencana yang dipicu cuaca buruk. Dan di Indonesia, sekitar 6,3 juta penduduk mengungsi karena terdampak bencana hidrometeorologi seperti hujan, banjir, atau tanah longsor.

Suhu rata-rata global tahun lalu 1,2 derajat Celsius lebih tinggi ketimbang era pra-industri (1850–1900). Padahal, sesuai target bersama, dunia ingin menghindari kenaikan temperatur hingga 1,5 derajat Celsius sembari membidik Net Zero Emission (NZE) pada 2060 demi mengurangi dampak perubahan iklim.

Siapa yang terdampak oleh kerusakan lingkungan?

KITA SEMUA.

Kerusakan lingkungan akan terus memperburuk ketidaksetaraan antara negara kaya dan negara dengan ekonomi rentan, antar etnis dan kelas, gender, generasi, dan komunitas.

Gelombang panas akan terjadi lebih sering dan berlangsung lebih lama. Peristiwa curah hujan akan menjadi lebih intens dan sering. Lautan akan terus menghangat dan menjadi makin asam, dan permukaan laut rata-rata global akan terus meningkat.

Siapa yang paling terdampak oleh kerusakan lingkungan?

Kita semua terpengaruh oleh kerusakan lingkungan. Tapi, negara-negara dengan ekonomi rentan dan komunitas marjinal seperti masyarakat adat yang berbuat paling sedikit untuk menyebabkan krisis iklim malah terkena dampak paling parah. Kehidupan mereka terancam, lahan tempat mata pencaharian mereka terancam rusak dan sumber penghidupan mereka terancam hilang, budaya yang melekat dengan tanah adat mereka juga terancam punah.

  • Negara dengan ekonomi rentan

Orang-orang yang tinggal di negara dengan ekonomi rentan telah terdampak terburuk dari kerusakan lingkungan. Pada Juni 2021, suhu di Jacobabad, Pakistan, mencapai 52°C – lebih panas dari yang dapat ditanggung oleh tubuh manusia – kekeringan menghambat akses ke air bersih dan pemadaman listrik memperparah kesengsaraan jutaan orang.

  • Kelompok yang dimarjinalkan

    – Masyarakat adat

Masyarakat adat hidup berdampingan dengan alam menggunakan wawasan ekologis mereka. Mereka memelihara hubungan yang erat dengan alam dan tanah tradisional tempat mata pencaharian dan identitas budaya mereka bergantung.

Karena keterkaitan yang erat dengan alam, serta akibat dalam beberapa kasus sejarah pengambilalihan lahan dan pengusiran paksa dalam beberapa kasus sejarah, mereka sering tinggal di lahan marginal dan ekosistem rapuh yang sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan. 

Meskipun memiliki pengetahuan penting tentang lingkungan alam wilayah mereka dan memainkan peran penting dalam konservasi keanekaragaman hayati dan sumber daya alam, mereka sering dikecualikan dari pengambilan keputusan iklim, termasuk ketika inisiatif terkait lingkungan merambah kehidupan dan wilayah mereka.

Negara-negara dan komunitas global harus serius membicarakan mekanisme dukungan yang berbeda terhadap berbagai inisiatif dan praktik Masyarakat Adat dalam menjaga, melindungi, dan mengelola wilayah adat dan sumberdaya yang telah berkontribusi langsung dalam menjaga, melindungi dan merestorasi hutan atau wilayah tempat mereka tinggal.

– Orang dengan kelas sosio-ekonomi rentan

Kerusakan lingkungan juga merugikan orang secara etnis dan kelas ekonomi. Misalnya, di Amerika Utara, sebagian besar komunitas kulit berwarna yang berpendapatan rendah terpaksa menghirup udara beracun karena lingkungan mereka lebih dekat ke pembangkit listrik dan kilang. Mereka mengalami tingkat penyakit pernapasan dan kanker yang jauh lebih tinggi, dan orang Afrika-Amerika tiga kali lebih mungkin meninggal karena polusi udara daripada populasi AS secara keseluruhan.

– Perempuan dan anak perempuan

Perempuan dan anak perempuan secara tidak proporsional terpengaruh oleh perubahan iklim, yang mencerminkan fakta bahwa mereka lebih mungkin terpinggirkan dan dirugikan di banyak negara. Misalnya, peran dan pekerjaan perempuan sering dibatasi sehingga mereka lebih bergantung pada sumber daya alam.

Karena mereka menghadapi hambatan dalam mengakses sumber daya keuangan atau teknis atau ditolak kepemilikan tanahnya, mereka kurang mampu beradaptasi dengan perubahan iklim. Ini berarti bahwa mereka lebih berisiko terhadap dampak peristiwa terkait iklim karena mereka kurang mampu melindungi diri darinya, dan akan lebih sulit untuk pulih.

– Generasi mendatang

Anak-anak dan remaja sudah menderita karena metabolisme, fisiologi, dan kebutuhan perkembangan mereka yang terganggu karena kerusakan lingkungan. Anak-anak yang terpaksa mengungsi karena krisis iklim kehilangan berbagai hak mereka – mulai dari air, sanitasi dan makanan hingga perumahan yang layak, kesehatan, pendidikan dan pembangunan. Kehilangan semua hak itu akan sangat berdampak bagi tumbuh-kembang mereka.

Apa aturan yang melindungi hak kita atas lingkungan hidup yang bersih dan sehat?

Menurut standar HAM internasional, hak untuk hidup dilindungi dalam Pasal 6 Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (International Covenant on Civil and Political Rights/ICCPR), yang juga sudah diratifikasi oleh Indonesia. Aturan ini menyatakan setiap manusia memiliki hak yang melekat pada mereka sebagai manusia-termasuk hak atas makanan, tempat tinggal yang layak, akses ke air bersih, sanitasi, dan kesehatan. 

Selain itu, ada juga Perjanjian Paris, perjanjian internasional yang mengikat secara hukum dan  telah diadopsi oleh 196 pihak perjanjian dalam Konferensi Perubahan Iklim PBB 2015 (COP 21) di Paris pada 12 Desember 2015 dan berlaku sejak 4 November 2016. Tujuannya adalah membatasi peningkatan suhu secara global di bawah 2 derajat hingga 1,5 derajat Celsius dibandingkan pada masa pra-industri. 

Di Indonesia, Undang-Undang Nnomor 32 Ttahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH) mengatur tentang pengelolaan lingkungan secara sistematis, mulai dari perencanaan, instrumen pengendalian, hingga sanksi hukum. Undang-Undang Nnomor 3 Ttahun 2014 tentang Perindustrian, sejalan dengan UU PPLHkarena mengatur tentang industri hijau.

UU Cipta Kerja ditolak besar-besaran karena berpotensi merusak lingkungan. Kok bisa?

Aturan di Indonesia masih memiliki celah potensi eksploitasi sumber daya alam yang dapat merusak lingkungan. Konflik Wadas merupakan salah satu dampak dari proyek strategis nasional sebagai implementasi dari Undang Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja). 

Sektor mineral dan batubara (minerba) merupakan salah satu sektor yang diatur dalam rangkaian peraturan pelaksana UU Cipta Kerja. Aturan pelaksana sektor minerba tersebut tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral. 

UU No. 3 Tahun 2020 adalah perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) yang dibuat karena aturan sebelumnya dianggap sudah tidak sesuai dengan perkembangan permasalahan dan kebutuhan hukum dalam urusan minerba.

Padahal, UU Minerba masih memiliki banyak masalah, di antaranya:

  • Seluruh otoritas dan kewenangan pertambangan kini berada di bawah pemerintah pusat
  • Masyarakat yang mengganggu aktivitas pertambangan dapat dipidana
  • Perusahaan yang terbukti abai tidak melaksanakan kegiatan pascatambang untuk mencegah kerusakan lingkungan tetap bisa beroperasi dengan memperpanjang kontrak izin usaha hingga 2 kali
  • Menurut UU Cipta Kerja, perusahaan yang bisa meningkatkan nilai tambah batu bara akan mendapat perlakuan istimewa dari pemerintah berupa pengenaan royalti 0%.

Secara garis besar, UU Cipta Kerja menghapus, mengubah, dan menetapkan aturan baru terkait perizinan berusaha yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH). Pemberian izin lingkungan kini jadi kewenangan pemerintah pusat. Pemerintah daerah tidak lagi bisa mengeluarkan rekomendasi izin apapun.

Ini beberapa masalah dalam UU Cipta Kerja: 

  • Proses perizinan tidak melibatkan peran/partisipasi masyarakat. Akibatnya? Konflik agraria makin marak terjadi. 
  • Penghapusan izin lingkungan sebagai syarat penerbitan izin usaha.
  • Pengurangan pertanggungjawaban mutlak dan pidana korporasi.
  • Perpanjangan masa waktu untuk perizinan berbasis lahan.
  • UU Ciptaker justru mengurangi dan menghilangkan partisipasi publik dalam ruang peradilan dan perizinan. 

Ketentuan Pasal 40 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan, yaitu mengenai izin lingkungan, dihapus dalam UU Cipta Kerja. Padahal, dalam aturan lama menyebutkan izin lingkungan merupakan persyaratan untuk memperoleh izin usaha. Undang-undang yang baru juga menghapus soal hak setiap orang mengajukan gugatan ke pengadilan tata usaha negara atau PTUN apabila perusahaan atau pejabat menerbitkan izin lingkungan tanpa Amdal.

Angan-angan pemerintah untuk mendorong investasi dan pembangunan seharusnya sejalan dengan peningkatan kualitas dan harapan hidup serta lingkungan. Banyaknya pasal bermasalah dalam Omnibus Law menunjukkan kelalaian negara untuk memenuhi hak buruh, petani, masyarakat adat, perempuan, dan lingkungan hidup serta generasi mendatang.

Siapa yang punya peran penting dalam menjaga lingkungan?

Negara

Dalam upaya mengatasi krisis dan menghormati hak atas lingkungan, negara harus menggunakan langkah-langkah pendekatan yang menghormati HAM.

Negara wajib:

  • Memitigasi perubahan iklim dan mencegah dampak negatif terhadap HAM
  • Memastikan setiap orang memiliki kapasitas memadai untuk beradaptasi dengan perubahan iklim
  • Memastikan akuntabilitas dan pemulihan efektif untuk ancaman dan pelanggaran HAM akibat perubahan iklim
  • Memobilisasi sumber daya yang tersedia semaksimal mungkin untuk pembangunan berkelanjutan yang berbasis HAM
  • Bekerja sama dengan negara-negara lain
  • Memastikan keadilan dan kesetaraan dalam aksi iklim
  • Menjamin semua orang dapat menikmati manfaat sains dan penerapannya
  • Melindungi HAM dari praktik bisnis yang berbahaya
  • Berkomitmen dan melakukan aksi nyata untuk mencapai target implementasi Perjanjian Paris
  • Memastikan mitigasi krisis iklim dilakukan tanpa melanggar HAM siapa pun dan tidak memperparah ketimpangan sosio-ekonomi
  • Memastikan setiap orang, terutama yang paling terdampak oleh krisis iklim, mendapat informasi akurat dan aktual tentang krisis iklim
  • Memastikan akses bagi setiap orang untuk berpartisipasi dalam keputusan tentang masa depan mereka.

Negara juga wajib mengambil langkah-langkah paling ambisius untuk mencegah atau mengurangi dampak kerusakan lingkungan seperti emisi rumah kaca sesegera mungkin. Hal ini terlepas dari apakah negara bertanggung jawab secara langsung atas pelanggaran hak atas lingkungan, karena negara punya kewajiban melindungi setiap orang dari kerugian yang disebabkan oleh pihak ketiga seperti perusahaan bisnis yang tunduk pada regulasi yang dibuat negara. 

Sementara semua negara harus bertindak cepat sesuai kemampuan mereka, negara-negara kaya harus memimpin dengan mengurangi pembuangan karbon dari aktivitas ekonomi mereka secara lebih cepat daripada negara-negara dengan ekonomi rentan.

Negara-negara yang paling bertanggung jawab atas krisis iklim juga harus memberi kompensasi dan bentuk-bentuk pemulihan lainnya atas kerugian dan kerusakan yang telah diderita orang-orang akibat aktivitas industri dengan emisi karbon tinggi. Transisi ke ekonomi nol-karbon harus adil dan mengarah pada masyarakat yang lebih setara, dan bukan menempatkan sebagian besar biaya dan beban pada mereka yang paling tidak mampu menanggungnya.

Perusahaan bisnis

Perusahaan memiliki tanggung jawab untuk menghormati HAM dan tidak melakukan praktik yang membahayakan. Ketentuan ini diatur dalam The Guiding Principles on Business and Human Rights, yaitu sebuah instrumen yang disahkan oleh Dewan HAM PBB pada 16 Juni 2011 sebagai pedoman bagi perusahaan untuk selalu mengedepankan prinsip HAM dalam setiap aktivitasnya.

Tanggung jawab perusahaan untuk menghormati HAM termasuk:

  • Menghindari menyebabkan atau berkontribusi terhadap pelanggaran HAM melalui kegiatan mereka, termasuk emisi gas rumah kaca dan limbah beracun, kontaminasi udara, air dan tanah, dan penggundulan hutan – yang berdampak buruk pada kehidupan dan kesehatan manusia, ekosistem dan keanekaragaman hayati.
  • Mencegah atau mengurangi dampak buruk terhadap HAM yang terkait langsung dengan operasi, produk, atau layanan mereka melalui hubungan bisnis mereka, bahkan jika mereka tidak berkontribusi pada dampak tersebut, termasuk dampak yang disebabkan oleh emisi gas rumah kaca dan limbah beracun dari seluruh aktivitas terkait perusahaan.
  • Melakukan mitigasi atas pelanggaran HAM terkait operasional perusahaan dan memberi pemulihan efektif bagi korban.

Bagaimana cara menanggulangi kerusakan lingkungan yang tetap menghormati HAM?

Pendekatan berbasis HAM untuk melindungi hak atas lingkungan hidup yang bersih dan sehat menuntut keadilan iklim, kesetaraan, penghormatan terhadap HAM, serta kerja sama dan solidaritas internasional. Hak semua orang, termasuk kelompok dan masyarakat rentan, harus dilindungi.

Semua orang harus memiliki akses ke langkah-langkah adaptasi dan ketahanan terhadap situasi krisis lingkungan dan menerima dukungan dari masyarakat internasional. Respon berbasis HAM juga harus memaksimalkan prinsip inklusivitas, partisipatif dan kesetaraan.

Integrasi norma dan prinsip HAM akan memastikan pendekatan menyeluruh yang mencakup dimensi ekonomi, sosial, budaya, dan politik dari krisis lingkungan. Pendekatan berbasis HAM juga akan memberdayakan kelompok dan masyarakat yang paling terkena dampak.

Pendekatan berbasis HAM menganalisis kewajiban, ketidaksetaraan, dan kerentanan. Pendekatan ini juga berupaya memperbaiki praktik diskriminatif dan distribusi kekuasaan yang tidak adil.

Individu dan komunitas yang terdampak harus diizinkan untuk berpartisipasi, tanpa diskriminasi, dalam desain, implementasi, dan kepemimpinan proyek-proyek mitigasi krisis lingkungan. Mereka harus memiliki akses ke proses hukum dan pemulihan jika hak-hak mereka dilanggar.

Ayo dukung perlindungan hak atas lingkungan! Kita bisa:

  • Desak negara segera lakukan aksi nyata untuk atasi kerusakan lingkungan
  • Desak negara sahkan aturan yang melindungi hak masyarakat adat dan hapus/revisi aturan yang memberi celah bagi perusakan lingkungan yang bisa membahayakan hak banyak orang
  • Desak negara usut tuntas pelanggaran HAM yang berhubungan dengan atau disebabkan oleh kerusakan lingkungan
  • Desak negara lindungi pembela HAM di sektor lingkungan
  • Desak akuntabilitas perusahaan yang aktivitasnya mengancam kelestarian lingkungan.

Punya saran untuk Amnestypedia?

Yuk bantu dukung keadilan bersama!