Surat Terbuka: Usut tuntas dugaan penyiksaan terhadap lima pemuda di Yogyakarta 

Jakarta, 8 Maret 2023  

Kepada Yth  

Jenderal Polisi Drs. Listyo Sigit Prabowo, M.Si  

Kepala Kepolisian Republik Indonesia  

Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia  

Jalan Trunojoyo Nomor 3 RT 2/RW 1, Kebayoran Baru   

Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12110 

Hal: Usut tuntas dugaan penyiksaan terhadap lima pemuda di Yogyakarta 

Dengan hormat, 

Melalui surat ini, Amnesty International Indonesia menyampaikan bahwa kami menerima pengaduan tentang dugaan penyiksaan oleh anggota kepolisian terhadap lima pemuda Yogyakarta di April 2022. Hal ini bermula ketika kepolisian menuduh kelima pemuda tersebut terlibat dalam pengeroyokan yang berakibat kematian di wilayah Gedong Kuning, Yogyakarta, pada 3 April 2022. Kepolisian menangkap dan menahan kelima pemuda tersebut pada 9 dan 10 April 2022 tanpa prosedur hukum acara pidana yang fair. 

Setelah ditangkap, masing-masing korban diinterogasi untuk dimintai keterangan. Selama interogasi, Ryan Nanda Syahputra dipukul, dilempar dengan asbak rokok, dan kakinya diinjak dengan meja. Lalu Muhammad Musyaffa Affandi dipukul, dijambak, matanya ditutup dengan perekat, tubuhnya  diduduki anggota kepolisian, dan kakinya diinjak dengan kursi. Sementara Hanif Aqil Amrulloh, Fernandito Aldrian, dan Andi Muhammad Husein Mazhahiri setidaknya dipukul berulang kali. 

Baik hukum nasional maupun hukum internasional telah menyatakan bahwa hak untuk bebas dari penyiksaan dan perlakuan buruk dan tidak manusiawi lainnya merupakan hak yang bersifat absolut. Dalam kerangka hukum nasional, hak untuk tidak disiksa dijamin Pasal 28I UUD 1945, dan Pasal 4 UU No. 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia. Hal ini juga dijabarkan dalam Pasal 11 ayat (1) huruf b dan Pasal 13 ayat (1) huruf a Peraturan Kapolri No. 8 tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia. 

Sementara dalam kerangka hukum internasional, hak untuk terbebas dari penyiksaan adalah bagian dari norma-norma yang diakui dan ditaati secara internasional (peremptory norms atau jus cogens). Ia dijamin oleh Pasal 7 Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR) dan Pasal 7 Konvensi Anti Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain Yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat (CAT). Kedua perjanjian tersebut telah diratifikasi oleh Pemerintah Republik Indonesia. 

Keseluruhan aturan tersebut semakin menegaskan bahwa tidak seorang pun patut disiksa atas alasan apa pun. Dengan kejadian ini, kami mendesak pihak kepolisian untuk segera melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap dugaan penyiksaan tersebut, mengajukan mereka ke penuntutan melalui proses yang memenuhi standar-standar peradilan yang adil, memberikan perlindungan dan reparasi yang memadai kepada korban agar tidak mengalami kejadian serupa dan kekerasan lainnya, serta memastikan kasus serupa tidak terulang. 

Hormat kami,  

Usman Hamid  

Direktur Eksekutif  

Tembusan:  

1. Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Prof. Dr. Mahfud MD. 

2. Arsip