Surat terbuka kepada Presiden Jokowi: Keberatan atas pemberian Bintang Jasa Utama kepada Eurico Guterres

 Jakarta, 13 Agustus 2021 

Kepada Yth. 

Presiden Republik Indonesia 

Ir. H. Joko Widodo 

Sekretariat Negara 

Jl. Veteran No. 17-18 

Kota Jakarta Pusat, DKI Jakarta 

Indonesia (10110) 

Dengan hormat, 

Perihal: Keberatan atas pemberian Bintang Jasa Utama kepada Eurico Guterres 

Melalui surat terbuka ini, izinkan Amnesty International menyampaikan keberatan atas pemberian Bintang Jasa Utama kepada mantan milisi pro integrasi, Eurico Barros Gomes Guterres, pada hari Kamis, tanggal 12 Agustus 2021, di Istana Negara. Dalam pandangan Amnesty International, Eurico Guterres adalah tokoh yang berperan dalam pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat di Timor Leste, yang pada saat itu bernama Timor Timur, pada tahun 1999. 

Bapak tentu masih ingat bahwa Eurico terlibat dalam serangan ke rumah seorang tokoh pro-independen, Manuel Viegas Carrascalao, pada tanggal 17 April 1999. Rumah ini selain didiami keluarga Carrascalao juga dihuni 136 pengungsi. 

Sebagai pemimpin kelompok milisi Aitarak dan wakil komandan Pasukan Pejuang Integrasi (PPI) kala itu, ia terlibat karena menghasut secara terbuka 3000-5000 anggota milisi untuk membunuh para pendukung kemerdekaan di acara pelantikan PPI. Di forum yang sama, ia juga menyebut bahwa anggota keluarga Carrascalao adalah pengkhianat. Akibat dari perbuatan Eurico, setidaknya 12 orang terbunuh dalam serangan itu. 

Pada 27 November 2002, Eurico divonis 10 tahun penjara oleh Pengadilan HAM Ad Hoc pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Ia dituduh melakukan pembantaian dan penghancuran Kota Dili, Timor Leste. Putusan itu bahkan diperkuat di tingkat kasasi pada tahun 2006. 

Walau kemudian Mahkamah Agung mengabulkan permohonan peninjauan kembali (PK) Eurico pada tahun 2008, bukan berarti yang bersangkutan sama sekali tidak bersalah dalam peristiwa pelanggaran HAM berat di Timor Leste pada saat itu. Berbagai kesaksian menunjukkan peran Eurico dalam pembantaian warga sipil pro-kemerdekaan Timor Leste. 

Bapak tentu tidak lupa akan rekomendasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) kepada Indonesia di tahun 2005 yang masih berlaku hingga saat ini. Komisi Ahli PBB yang mengkaji pelanggaran HAM berat di Timor Leste tahun 1999 meminta Kejaksaan Agung RI untuk mengkaji ulang tuduhan kejahatan terhadap kemanusiaan dan membuka kembali kasus ini. 

Seharusnya negara fokus untuk melaksanakan rekomendasi ini dan bukan memberi penghargaan kepada mereka yang terlibat dalam pelanggaran HAM. Penganugerahan Bintang Jasa Utama pada seorang pelaku kejahatan kemanusiaan bukan hanya mencederai wajah penegakkan HAM di Indonesia, namun juga dapat melukai perasaan para korban kejahatan kemanusiaan di Indonesia maupun di Timor Leste. Hal ini menunjukkan rendahnya kepedulian pemerintah terhadap para korban kejahatan kemanusiaan dan lemahnya komitmen untuk menegakkan HAM di Indonesia. 

Bapak juga berjanji untuk menyelesaikan pelanggaran HAM masa lalu semasa kampanye Pemilihan Presiden 2014. Kami masih menagih janji itu. 

Penghargaan Bintang Jasa Utama ini tidak layak dan tidak boleh diberikan kepada pelaku pelanggaran HAM mana pun. Oleh karena itu, kami mendesak secara khusus kepada Bapak, selaku Presiden RI, untuk segera mencabut Bintang Jasa Utama yang telah diberikan kepada Eurico Barros Gomes Guterres. Selain itu, kami juga mendesak pemerintah untuk menunjukkan komitmen pada penegakkan HAM dengan menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia, baik di masa lalu maupun kasus-kasus yang terkini dari Aceh sampai Papua. 

Hormat kami, 

Wirya Adiwena 

Wakil Direktur 

Amnesty International Indonesia