Surat terbuka kepada Presiden Jokowi: Batalkan pemberhentian pegawai KPK

Jakarta, 15 Juni 2021

Kepada Yth. 

Ir. H. Joko Widodo 

Presiden Republik Indonesia 

Sekretariat Negara

Jl. Veteran No. 17-18 

Kota Jakarta Pusat, DKI Jakarta 

Indonesia (10110)

Perihal:      Mohon Pembatalan Pemberhentian Pegawai KPK

Dengan hormat,

Dengan ini, izinkan Amnesty International Indonesia, Transparency International Indonesia, dan Greenpeace Indonesia memohon perhatian Bapak Presiden terkait keputusan pimpinan KPK yang memberhentikan 51 dari 75 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena tidak lulus dalam Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) saat proses alih status menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN). Kami memohon Bapak Presiden untuk membatalkan keputusan pimpinan KPK tersebut agar tak menjadi pelanggaran hak asasi manusia dan asas-asas pemerintahan yang baik.

Berdasarkan informasi yang kami telaah, pemberhentian atas dasar TWK tidak memiliki dasar hukum (legality) dan menyalahi asas-asas pemerintahan yang baik (good governance). TWK hanya diatur oleh peraturan internal KPK yaitu Peraturan Komisi (Perkom) No. 1/2021 tentang Tata Cara Pengalihan Status Pegawai KPK menjadi Pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN). Tidak ada undang-undang yang mengatur TWK sebagai prasyarat peralihan status pegawai KPK dari yang semula independen menjadi bagian dari pemerintah (ASN). Dalam sosialisasi peralihan status, yakni pada 17 Februari 2021, Ketua KPK Komjen Firli Bahuri serta pimpinan lainnya juga tidak menjelaskan secara terbuka mengenai proses dan substansi TWK serta konsekuensi jika pegawai tidak lolos tes tersebut.

Informasi yang kami telaah juga menjelaskan bahwa pertanyaan-pertanyaan TWK memasuki masalah-masalah yang sensitif dan bersifat pribadi seperti kepercayaan agama, paham politik dan ideologi seperti tata cara sembahyang, ucapan hari raya penganut agama berbeda, aliran agama, pemakaian jilbab, hingga pandangan mereka atas aspirasi kekhilafahan dari organisasi seperti Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Lebih jauh, pegawai perempuan ditanyakan hal-hal yang jelas melanggar hak privasi, serta memuat pelecehan seksual secara verbal seperti “apakah punya pacar?”, “kalo dengan pacar ngapain saja?”, “kenapa tidak menikah?”, “masih memiliki hasrat seksual atau tidak?”, hingga “apa pandangan anda soal orientasi seksual LGBTI”. 

Singkatnya, Bapak Presiden, keseluruhan materi itu tidak berhubungan dengan kompetensi, integritas, atau dedikasi pegawai KPK. Sebaliknya, patut diduga bahwa pegawai KPK yang dianggap tidak lolos TWK dan diberhentikan adalah mereka yang dikenal sangat berkompeten dan berintegritas. 

Jika Bapak menelaah nama-nama yang dinyatakan tidak lolos dan diberhentikan maka Bapak akan menemukan nama-nama pegawai KPK yang selama bertahun-tahun, mereka terlibat pemberantasan korupsi, mengusut penyalahgunaan jabatan dan wewenang yang merugikan negara dan berakibat tidak terpenuhinya layanan negara atas hak-hak masyarakat. 

Bapak Presiden,

Kami menduga telah terjadi bentuk diskriminasi yang sistematik (systematic discrimination) serta pelanggaran terhadap hak-hak pekerja dan hak-hak sipil dan politik pegawai KPK yang sejatinya dilindungi oleh undang-undang nasional dan hukum internasional. 

Pertama, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 70/PUU-XVII/2019 terkait uji materi UU No. 19/2019 tentang KPK, yang menegaskan jika pengalihan status ASN “tidak boleh merugikan hak pegawai KPK untuk diangkat menjadi ASN dengan alasan apa pun”. 

Kedua, ketentuan Pasal 28D ayat (2) UUD 1945 dan Pasal 38 ayat (2) UU No. 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia menjamin hak-hak pegawai KPK untuk mendapat perlakuan adil serta layak maupun hak atas syarat-syarat ketenagakerjaan yang adil.

Ketiga, ketentuan Pasal 28I ayat (2) UUD 1945 dan Pasal 26 Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR) — diratifikasi oleh Indonesia melalui UU No. 11 tahun 2005 — mengatur bahwa diskriminasi pekerja atas dasar pemikiran dan keyakinan pribadi melanggar hak atas kebebasan berpikir, berhati nurani, beragama dan berkeyakinan.

Keempat, ketentuan Pasal 2 dan 7 Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (ICESCR) bahkan menjamin hak setiap orang atas kesempatan yang sama untuk dipromosikan, direkrut, dan diberhentikan tanpa adanya diskriminasi dan tanpa pertimbangan apa pun selain senioritas dan kemampuan.

Kelima, Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan (CEDAW) yang diratifikasi pemerintah melalui UU No. 7 tahun 1984 menegaskan larangan segala bentuk diskriminasi yang didasarkan pada perbedaan jenis kelamin, orientasi seksual, maupun identitas lainnya. 

Bapak Presiden,

Amnesty International Indonesia, Transparency International Indonesia, dan Greenpeace Indonesia ingin mengingatkan bahwa pelemahan KPK akan berdampak kepada pemenuhan hak-hak masyarakat, terlebih karena korupsi terjadi di berbagai sektor dan mengakibatkan pelanggaran hak asasi manusia. Korupsi yang terjadi di lingkup peradilan telah melemahkan hak masyarakat atas perlindungan hukum, sementara korupsi di sektor lingkungan dan sumber daya alam telah menyebabkan maraknya penggusuran dan kriminalisasi masyarakat adat yang memperjuangkan hak atas tanah. Korupsi di sektor lingkungan juga telah menyebabkan berbagai kerusakan dan bencana lingkungan yang masif, yang telah menimbulkan banyak korban jiwa dan kerugian ekonomi, baik bagi masyarakat maupun negara. Sementara penggelapan dana yang berkaitan dengan pemenuhan hak ekonomi dan sosial masyarakat, termasuk bantuan sosial, menghalangi distribusi kebutuhan pokok bagi mereka yang tidak memiliki akses dengan kemampuannya sendiri.

Sehubungan dengan hal tersebut, kami mendesak Presiden Republik Indonesia untuk:

  • Membatalkan pemberhentian 51 pegawai KPK yang dianggap tidak lolos dalam Tes Wawasan Kebangsaan;
  • Memastikan bahwa asesmen peralihan status pegawai menjadi ASN atau asesmen lainnya yang berhubungan dengan pekerja di instansi dan lembaga pemerintah berdasarkan pada sistem merit/kemampuan/kompetensi dan tanpa diskriminasi dalam bentuk apapun;
  • Memastikan adanya pencegahan terhadap terjadinya pelanggaran hak pekerja dan pelanggaran HAM lainnya di seluruh lembaga pemerintah serta instansi-instansi lainnya di Indonesia;
  • Memastikan adanya jaminan keamanan dan perlindungan hukum pada para pegawai yang mengajukan keberatan atas pemberhentian tersebut dan memerintahkan Kapolri  untuk mengusut segala bentuk teror berupa peretasan akun WhatsApp/Telegram dan tindakan lain yang bernada intimidatif 

Demikian surat ini disampaikan. Terima kasih atas perhatian dan kerjasama Bapak Presiden.

Hormat kami,

Usman Hamid
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia

Leonard Simanjuntak
Kepala Greenpeace Indonesia

Danang Widoyoko
Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia