Surat Terbuka Kepada Kapolri: Investigasi dugaan penyiksaan berakibat kematian di Polrestabes Makassar

Jakarta, 17 Mei 2022

Kepada Yth.

Jenderal (Pol) Drs. Listyo Sigit Prabowo, M.Si

Kepala Kepolisian Republik Indonesia

Jalan Trunojoyo No. 3 Jakarta Selatan

DKI Jakarta

Hal: Dugaan penyiksaan terhadap Muhammad Arfandi Ardiansyah oleh anggota Polrestabes Makassar, Sulawesi Selatan.

Dengan hormat,

Melalui surat ini Amnesty International mendesak jajaran Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk melakukan investigasi secara efektif, menyeluruh, imparsial, transparan, dan secara tuntas atas tindakan aparat Satuan Narkoba Polrestabes Makassar, Sulawesi Selatan, yang melakukan penyiksaan hingga berakibat kematian Sdr. Muhammad Arfandi Ardiansyah (18 tahun).

Berdasarkan informasi yang kami terima dari sumber yang kredibel, pada Minggu, 15 Mei 2022 dini hari, aparat kepolisian Satuan Narkoba Polrestabes Makassar telah menangkap Sdr. Arfandi dengan tuduhan kepemilikan narkoba. Menurut keluarga, Sdr. Arfandi dikabarkan sempat mengalami sesak nafas saat berada di dalam kuasa penangkapan kepolisian setempat sehingga dilarikan ke RS. Bhayangkara Makassar, Sulawesi Selatan. Pada Minggu pagi, 15 Mei 2022, sekitar pukul 06.00 WITA, keluarga mendapat informasi dari RS Bhayangkara Makassar bahwa Sdr. Arfandi sudah meninggal dunia. Menurut ayah korban, Murkam, kondisi Sdr. Arfandi ditemukan dalam keadaan penuh luka di sekujur tubuhnya, antara lain bagian telinga mengeluarkan darah, tangan mengalami patah dan bengkak, juga kedua kaki mengalami bengkak.

Dari informasi tersebut, kuat dugaan bahwa kematian Sdr. Arfandi terjadi akibat penyiksaan oleh aparat kepolisian setempat.

Kami mengingatkan bahwa tidak seorang pun boleh dikenakan tindakan penyiksaan atau pun perlakuan lainnya yang keji, tidak manusiawi atau merendahkan martabat. Hal tersebut telah ditegaskan dalam berbagai instrumen HAM, termasuk Pasal 7 Kovenan Internasional tentang Hak Hak Sipil dan Politik (ICCPR), yang telah diratifikasi melalui UU No. 12/2005 dan Pasal 7 Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakukan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia (CAT), yang telah diratifikasi melalui UU No. 5/1998.

Selain itu, hak untuk tidak disiksa juga telah dijamin dalam Konstitusi, yaitu Pasal 28I UUD 1945, dan Pasal 4 UU No. 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia. Dugaan kekerasan yang dilakukan oleh aparat kepolisian juga tidak konsisten dengan larangan penggunaan kekerasan di lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia, sebagaimana tercantum dalam Pasal 11 ayat (1) huruf b dan Pasal 13 ayat (1) huruf a Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia No. 8 tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Untuk itu kami mendesak Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk:

1.    Segera melakukan proses investigasi secara efektif, menyeluruh, imparsial, transparan, dan tuntas untuk mengungkap pelaku penyiksaan dan pembunuhan terhadap Muhammad Arfandi Ardiansyah;

2.    Memastikan pelaku diadili – berdasarkan bukti yang cukup – di bawah jurisdiksi peradilan sipil atau umum sesuai dengan prinsip peradilan yang adil dan tanpa menggunakan hukuman mati; dan

3.    Membina aparat kepolisian untuk selalu menghormati HAM dalam melaksanakan tugas agar kasus serupa tidak terjadi lagi.

Demikian surat ini kami sampaikan, atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.

Hormat kami,

Usman Hamid

Direktur Eksekutif

Tembusan:

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia