Vaksin booster harus diprioritaskan untuk tenaga kesehatan, bukan untuk pejabat

Menanggapi laporan bahwa beberapa pejabat pemerintah telah menerima vaksin ketiga sebagai booster, Deputi Direktur Amnesty International Indonesia Wirya Adiwena mengatakan:

“Program vaksinasi COVID-19 harus dilaksanakan dengan mempertimbangkan hak asasi manusia. Dengan persediaan vaksin yang masih terbatas, pemerintah seharusnya memprioritaskan tenaga medis dan kelompok-kelompok masyarakat paling rentan terpapar termasuk lansia, masyarakat miskin, penyandang difabel, hingga mereka yang berada di tahanan –  bukan memberikan vaksin booster untuk pihak berkuasa.”

“Menurut data Kemenkes sendiri, per tanggal 25 Agustus, baru 33,39 persen dari tenaga kesehatan yang telah menerima vaksin booster. Sementara baru 16,93 persen lansia dan 5,72 persen dari masyarakat rentan dan umum  yang telah menerima vaksin kedua. Memberikan vaksin ketiga kepada pejabat dalam situasi seperti ini tidak bisa dibenarkan dan mencerminkan ketidakpedulian pihak berkuasa atas kebutuhan publik.”

“Kami mendesak pemerintah untuk memastikan vaksinasi tidak diberikan berdasarkan jabatan atau kekuasaan, melainkan diprioritaskan untuk mereka yang memiliki risiko lebih tinggi untuk terpapar COVID-19, termasuk tenaga kesehatan. Pemerintah juga perlu memastikan bahwa distribusi vaksin dilakukan secara akuntabel dan transparan.”

Latar belakang

Pada tanggal 24 Agustus, sebuah video kunjungan Presiden Joko Widodo ke Kalimantan Timur diunggah ke kanal YouTube Sekretariat Presiden.

Dalam video tersebut, beberapa pejabat, termasuk Gubernur Kalimantan Timur Isran Noor mengatakan kepada Presiden bahwa mereka telah menerima vaksin booster. Video tersebut kini telah dihapus.

Amnesty mengingatkan bahwa Kantor Komisioner Tinggi untuk Hak Asasi Manusia (The Office of the High Commissioner for Human Rights/OHCHR) telah menjelaskan pada intinya bahwa negara harus mengenali dan membedakan kebutuhan kelompok yang menghadapi tantangan kesehatan tertentu, seperti tingkat kematian yang lebih tinggi atau kerentanan terhadap penyakit tertentu.

Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) juga telah menyatakan bahwa pemberian dosis vaksin booster harus ditargetkan kepada kelompok masyarakat yang paling membutuhkan dengan bukti pertimbangan yang jelas.