Singapura: Batalkan Eksekusi Napi Narkoba

Otoritas Singapura harus segera menghentikan eksekusi terhadap seorang narapidana (napi) narkoba yang divonis mati di bawah hukum negara mereka, kata Amnesty International jelang rencana eksekusi 18 September.


Keluarga Syed Suhail bin Syed Zin (44) menerima informasi bahwa eksekusi pria ini telah diagendakan pada Jumat 18 September dan mereka sudah diminta untuk mempersiapkan pemakamannya. Syed Suhail, yang seorang warga negara Singapura, ditangkap pada bulan Agustus 2011 dan kemudian dituduh memiliki 38,84 gram diamorphine dengan tujuan untuk peredaran, dan dijatuhi hukuman mati yang bersifat wajib.

Pengunaan hukuman mati bagi pelanggaran terkait narkoba dan pengenaan hukuman mati wajib bertentangan dengan hukum serta standar internasional.

 ”Otoritas Singapura harus segera membatalkan hukuman gantung yang mengerikan ini. Dari penggunaan hukuman mati bagi pelanggaran terkait narkoba, hingga vonis hukuman mati wajib dan asas hukum praduga bersalah, mereka terus mengabaikan aturan internasional,” kata Chiara Sangiorgio, pakar hukuman mati di Amnesty International.

Singapura adalah satu dari empat negara yang dikenal telah melaksanakan eksekusi mati bagi narapidana narkoba dalam beberapa tahun terakhir. Undang-Undang Penyalahgunaan Narkoba yang sangat represif di sana tidak memberikan kesempatan bagi hakim untuk menimbang keadaan yang meringankan bagi putusan, termasuk ketergantungan obat atau kondisi lain yang relevan dengan kasus pelanggarannya. Pengacara Syed Suhail menyatakan dalam sidang bahwa kliennya memiliki ketergantungan pada heroin, yang menjadi faktor penting menjelang penangkapannya.

”Otoritas Singapura terus menggunakan praktik hukuman yang kejam ini dan mengabaikan keefektifan dari pendekatan-pendekatan berbasis kesehatan dan komunitas. Ketergantungan Singapura pada aturan dan kebijakan yang keras tidak hanya gagal untuk mengatasi peredaran narkoba, sikap itu juga tidak berhasil mencegah kerusakan terkait narkoba. Perubahan harus dimulai sekarang, diawali dengan pembatalan eksekusi hari Jumat,” kata Chiara Sangiorgio.

Hingga hari ini, 106 negara telah meniadakan hukuman mati bagi semua tindak kriminal dan lebih dari dua per tiga negara-negara di dunia sudah menghapus hukuman atau praktek itu.

”Di saat dunia mulai menempatkan hukuman mati ke dalam bagian sejarah, Singapura terus melawan tren ini. Sudah saatnya Pemerintah Singapura memberlakukan moratorium untuk semua eksekusi sebagai langkah penting pertama menuju penghapusan hukuman mati.”

Latar belakang

Hukum dan standar internasional melarang penggunaan hukuman mati wajib karena vonis ini membuat hakim tidak bisa mempertimbangkan faktor yang meringankan terdakwa dalam kasusnya. Terlebih, hukum dan standar internasional menekankan bahwa putusan hukuman mati hanya terbatas pada “kejahatan paling berat”, yaitu pembunuhan berencana.

Di bawah Undang-Undang Penyalahgunaan Obat-Obatan Terlarang di Singapura, siapapun yang terbukti memiliki lebih dari 2 gram diamorphine telah dianggap memiliki narkoba itu dengan tujuan untuk peredaran, kecuali jika mereka dapat membuktikan fakta berbeda, bertentangan dengan hak atas praduga tak bersalah.

Amnesty International menentang hukuman mati untuk semua kejahatan tanpa terkecuali terlepas dari karakter atau kondisi dari kejahatan itu sendiri; bersalah, tidak bersalah-nya atau karakteristik lainnya dari pelaku; atau dari yang metode digunakan oleh negara dalam melaksanakan eksekusi.

Narahubung: [email protected]