Selidiki serangan dan intimidasi digital terhadap warga dan aktivis Wadas

Menanggapi penangguhan akun Twitter Wadas_Melawan dan tujuh akun Twitter milik aktivis Wadas lainnya, Deputi Direktur Amnesty International Indonesia Wirya Adiwena mengatakan:

“Pemerintah dan aparat penegak hukum harus serius menanggapi terus berulangnya dugaan serangan digital terhadap aktivis, pembela HAM, serta warga yang mengekspresikan kritik terhadap kekuasaan.”

“Membiarkan kasus-kasus ini terus terjadi tanpa mengambil langkah yang konkrit untuk menyelidiki, menyelesaikan serta mencegah kasus seperti ini terjadi lagi sama saja dengan membiarkan pembungkaman warga.”

“Saat ini memang belum ada kejelasan tentang alasan penangguhan akun-akun tersebut. Namun, isu ini tetap perlu disikapi serius mengingat adanya tren serangan dan intimidasi digital terhadap aktivis dan pembela HAM.”

“Kami mendesak pemerintah dan aparat penegak hukum untuk melindungi kebebasan berekspresi dengan memastikan warga dapat mengungkapkan pendapatnya secara damai, termasuk di dunia maya.”

Latar belakang

Menurut informasi yang diterima Amnesty dari warga Wadas, pada tanggal 16 Februari pagi, pengelola akun Twitter Wadas_Melawan dikabarkan mendapat notifikasi bahwa akun tersebut ditangguhkan. Tujuh akun pribadi lainnya yang dimiliki oleh warga Wadas yang aktif menyuarakan isu Wadas juga dikabarkan turut ditangguhkan.

Sebelumnya, pada 9 Februari, polisi menjadikan tiga warga Wadas sebagai saksi dalam kasus dugaan pelanggaran UU ITE terkait akun Wadas_Melawan yang telah dinaikkan ke tingkat penyidikan. Akun tersebut banyak mengunggah video tentang situasi di Wadas.

Akun Instagram LBH Yogyakarta, yang menjadi pendamping hukum bagi sebagian warga Wadas, juga diduga sempat diretas pada 8 Februari. Sementara diskusi yang diadakan oleh Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) tentang Wadas pada tanggal 12 Februari juga diduga sempat diretas.

Menurut catatan Amnesty International, sepanjang 2021 ada setidaknya 58 dugaan kasus peretasan atau serangan digital terhadap akun pembela HAM.

Hak atas kebebasan berpendapat dan menyampaikan informasi sudah dijamin dan dilindungi di berbagai instrumen hukum. Secara internasional, hak atas kebebasan berpendapat dan menyampaikan informasi dijamin di pasal 19 di Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR) serta Komentar Umum No. 34 terhadap Pasal 19 ICCPR. Hak tersebut juga dijamin di Konstitusi Indonesia, yaitu Pasal 28E dan 28F UUD, serta pada Pasal 14 UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Ketidakmampuan pemerintah untuk menyelidiki dugaan pelanggaran HAM, mengidentifikasi, mengadili, menghukum para pelanggarnya, serta ketidakmampuan pemerintah untuk memberikan kompensasi bagi para korban juga merupakan bentuk pelanggaran HAM yang terpisah.