Selidiki kekerasan terhadap jurnalis di Riau

[TEMPO/STR/Johannes P. Christo; JPC2016100402]

Menanggapi kekerasan terhadap jurnalis televisi di Pelalawan, Riau, hari ini, Manajer Kampanye Interim Amnesty International Indonesia Justitia Veda mengatakan:

“Kekerasan terhadap jurnalis yang sedang bertugas tidak bisa dibenarkan sama sekali. Kerja mereka dilindungi oleh Undang-Undang dan pihak manapun yang menghambat bisa terancam pidana.”

“Pihak berwenang harus melindungi kemerdekaan pers dan kebebasan berekspresi dari jurnalis. Amnesty mendesak mereka untuk menyelidiki kasus ini secara tuntas dan dengan seadil-adilnya.”

Latar belakang

Pada tanggal 5 Februari 2020 pagi hari, jurnalis MNC Group, Indra Yoserizal, melakukan peliputan di sebuah lahan yang sedang disengketakan di Desa Gondai, Kecamayan Langgam, Pelalawan, Riau. Saat ia tiba, bentrokan antara warga dengan petugas keamanan dari perusahaan NWR sedang terjadi.

Jurnalis Indra tengah mendokumentasikan kericuhan tersebut. Ia merekam aksi pemukulan oleh petugas keamanan NWR terhadap sejumlah warga yang berlarian. Aksinya mengundang reaksi keras pihak keamanan. Sejumlah petugas NWR kemudian menyerang dan memukul Indra, padahal ia sudah mengenalkan diri sebagai jurnalis. Kameranya juga disita petugas.

Indra juga mengaku sempat disekap oleh para petugas keamanan tersebut, kameranya pun belum dikembalikan hingga saat ini. Akibat peristiwa kekerasan itu, Indra mengalami luka memar di beberapa bagian tubuhnya.

Kekerasan terhadap jurnalis melanggar Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Aturan itu menyebutkan bahwa dalam melaksanakan profesinya, jurnalis mendapatkan perlindungan hukum. Pasal 4 ayat 3 dari UU Pers tersebut bahkan mencantumkan hak pers nasional untuk mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.

Pihak-pihak yang menghambat atau menghalangi aktivitas itu terancam pidana penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak Rp500 juta. Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mencatat adanya 53 kasus kekerasan terhadap jurnalis Indonesia sepanjang tahun lalu. Kasus kekerasan ini masih didominasi oleh kekerasan fisik dan sebagian besar jarang berakhir di pengadilan.

Narahubung:
Nurina Savitri
+628111-960-630