Polisi Harus Bebaskan Pengunjuk Rasa Hari Buruh

Menanggapi penangkapan terhadap mahasiswa dan aktivis terkait peringatan Hari Buruh Internasional, Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia Usman Hamid mengatakan:

“Menyesalkan tindakan aparat kepolisian yang kembali melakukan penggunaan kekuatan berlebihan terhadap pengunjuk rasa damai yang sedang menggunakan hak mereka untuk berserikat dan berkumpul. Penangkapan dan penahanan terhadap aktivis dan mahasiswa terjadi di sejumlah wilayah seperti Medan hingga Jakarta.”

“Semua mahasiswa dan pengunjuk rasa damai lainnya yang ditangkap tanpa alasan yang sah harus segera dibebaskan. Mereka hanya memperingati hari Buruh dan menyuarakan kesejahteraan mereka. Masih banyak dari mereka yang ditahan.”

“Penangkapan dan penahanan harus dilakukan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan oleh hukum dan tidak boleh digunakan sebagai sarana untuk mencegah partisipasi damai dalam aksi atau sebagai hukuman untuk hak atas kebebasan berkumpul”.

Latar belakang

Di Medan, Sumatera Utara, sekelompok orang yang tergabung dalam RAME HUNI (Rakyat Melawan Hancurkan Tirani), yang terdiri dari beberapa organisasi mahasiswa lintas kampus, mengadakan aksi peringatan Hari Buruh Internasional tepat pada hari Sabtu 1 Mei 2021.

Mereka melakukan longmarch dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara-Simpang Dr.Mansyur -Simpang Siti Hajar – hingga Simpang Juanda. Di setiap simpang, massa aksi melakukan orasi politik untuk menyampaikan aspirasi tentang penindasan yang dialami oleh buruh saat ini.

Menurut informasi yang diterima Amnesty, saat menuju simpang Juanda, salah satu pengunjuk rasa bernama Afif ditangkap oleh pihak kepolisian Ketika mengikat tali sepatunya. Melihat penangkapan tersebut, massa aksi bersama-sama menarik Afif. Namun beberapa orang yang menolong Afif malah ikut diamankan. Hingga hari ini, masih ada belasan orang yang masih ditahan di Polrestabes Medan.

Di Jakarta, penangkapan terhadap sejumlah mahasiswa yang menjadi pengunjuk rasa damai juga terjadi. Sebelum penangkapan, massa aksi dipecah oleh polisi berdasarkan kelompoknya. Mahasiswa dan buruh dipisahkan barikade polisi.

Dua di antara mahasiswa yang sempat ditangkap adalah Chaerul Anwar dan Suandira Azra Badrianan yang merupakan anggota pers mahasiswa LPM Marhaen Universitas Bung Karno, Jakarta Pusat. Padahal mereka telah menunjukan kartu pengenal Pers dan PDL LPM Marhaen.

Polisi menarik mereka ke barisan mahasiswa dan kemudian mengangkut mereka ke mobil tahanan. Berdasarkan informasi dari YLBHI yang menjadi pendamping hukum para pengunjuk rasa di Jakarta, keduanya berada di antara belasan mahasiswa lain yang ikut ditangkap dengan alasan yang diizinkan berunjuk rasa hanyalah para buruh. Saat ini, sebagian besar pengunjuk rasa di Jakarta yang sempat ditangkap telah dibebaskan.