Peringati Hari Kebenaran Sedunia, Aktivis Tagih Komitmen HAM Jokowi

Memperingati Hari Hak Atas Kebenaran dan Martabat Korban Pelanggaran HAM Berat Sedunia (International Day for the Right to the Truth concerning Gross Human Rights Violations and for the Dignity of Victims) yang jatuh pada 24 Maret setiap tahunnya, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan:

“Di masa krisis Covid-19, korban yang rata-rata berusia lanjut menginginkan pemerintah agar mengutamakan HAM, baik dalam memenuhi hak-hak korban pelanggaran HAM di masa lalu maupun saat menghadapi pandemi Covid-19. Alih-alih memprioritaskan HAM seperti dijanjikan, langkah-langkah pemerintah cenderung mengabaikan HAM.”

“Berkas kasus HAM masa lalu dikembalikan Kejaksaan Agung. Penanganan pandemi yang jelas berdampak lintas negara, jauh dari kewajiban menanganinya berdasarkan hukum dan standar HAM. Informasi utuh tentang daerah penularan, privasi pasien, dan hak-hak pekerja kesehatan, semuanya disepelekan. Padahal hukumnya jelas wajib.”

“Ada skeptisisme yang tinggi di masa krisis Covid-19. Tapi kami memilih solidaritas dan saling peduli sesama. Caranya adalah tetap melangsungkan penyadaran HAM dengan meluncurkan “Sounds Rights 2020”, program yang menampilkan grup-grup band yang peduli isu HAM. Penampilan pertama disajikan dari rumah masing-masing lewat media digital oleh Feast, sebuah band beraliran pop-rock yang liriknya bertemakan kritik sosial dan HAM.”

“Selain bagi korban pelanggaran HAM, isu HAM sangat penting bagi masyarakat luas terutama mereka yang paling rentan terpapar Covid-19. Bukan dengan mendahulukan lapisan elite yang sebenarnya memiliki privilese akses. Semua orang tentu berhak atas test Covid-19. Tapi prioritaskan kalangan yang berisiko lebih besar terkena sakit parah dan kematian. Orang tua dan orang-orang dengan kondisi medis yang ada sebelumnya seperti asma, diabetes, penyakit jantung lebih rentan jatuh sakit parah dengan virus ini.”

“Dengan landasan HAM, masyarakat yang terpinggirkan, miskin atau dalam pekerjaan yang tidak aman, difabilitas, migran dan orang-orang yang sedang ada dalam tahanan – semuanya itu menghadapi kerentanan dan risiko tambahan. Prioritaskan mereka dalam mengakses perawatan pencegahan dan pengobatan.

“Lewat acara ini, Amnesty ingin agar HAM diperbincangkan sebagai isu sehari-hari kita. Band-band akan tampil berbagi keresahan situasi HAM di tanah air, termasuk Covid-19. Mereka menyuarakan pentingnya negara menjaga peradaban dari segala bentuk kekerasan, termasuk berbasis isu agama, suku, ras dan asal usul kebangsaan.“

“Pemerintah tak boleh membiarkan terjadinya serangan pada pembela HAM dan warga yang kritis. Hukum-hukum yang isinya berpotensi melemahkan HAM harus dihapus. Di saat ini, pasal-pasal makar, pencemaran nama baik, hingga penistaan agama kerapkali menjebloskan warga ke penjara Ini tidak benar.”

“Memperingati Hari Kebenaran Sedunia, Amnesty mengajak kaum muda berperan aktif memperjuangkan isu-isu kemanusiaan melalui aktivisme digital di acara Sounds Rights Vol. 1 melalui livestreaming. Peringatan ini adalah wadah untuk menghormati korban-korban pelanggaran HAM dan perjuangan mereka mencari kebenaran dan keadilan.”


“Sounds Rights memperkenalkan Social Media Ambassadors (SMAs) yang telah melewati pembekalan Amnesty. Diharapkan akan lahir pejuang kemanusiaan yang kreatif, yang ke depannya berperan sebagai pembela hak-hak korban atas kebenaran dan keadilan. Para Ambassadors akan berbagi pengalaman, ide dan aksi nyata anak muda memajukan HAM di masyarakat luas.”

Latar Belakang

Sejarah peringatan Hari Kebenaran Internasional berawal atas tewasnya Uskup Agung Oscar Arnulfo Romero pada tanggal 24 Maret 1980 karena memperjuangkan HAM dan keadilan sosial. Sejak tahun 2010, Dewan HAM PBB telah menyerukan kepada seluruh negara anggota untuk memajukan pemahaman publik tentang pentingnya hak atas kebenaran terkait peristiwa-peristiwa pelanggaran HAM berat masa lalu.

Di Indonesia, terdapat beberapa kasus pelanggaran HAM masa lalu yang berkas penyelidikannya telah diserahkan oleh Komnas HAM ke Kejaksaan Agung. Kasus-kasus tersebut termasuk peristiwa 1965, Tanjung Priok 1984, Talangsari 1989, Peristiwa Trisakti, Semanggi I, Semanggi II, Kerusuhan Mei 1998, Tragedi Wasior dan Wamena pada 2000, hingga kasus pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib pada 2004. Namun, hingga saat ini belum ada langkah konkret dari Kejaksaan Agung terhadap berkas tersebut.

Berkas terbaru yang diserahkan Komnas HAM adalah penembakan terhadap masyarakat sipil oleh polisi dan aparat militer di Paniai, Papua. Pemerintah menampik temuan penyelidikan Komnas HAM atas kasus tersebut dan Jaksa Agung hendak mengembalikan berkasnya dengan dalih kurangnya syarat formil dan materiil. Hal ini menunjukkan pola keberulangan dari ketidakmauan (unwilling) Jaksa Agung untuk segera melakukan penyidikan kasus ini secara efektif dan akuntabel sesuai dengan Undang-Undang No. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.