Peringatan Hari Internasional Anti Penghilangan Paksa: Sahkan Ratifikasi Konvensi Anti Penghilangan Paksa, Temukan yang Hilang

Pada 30 Agustus 2011, Majelis Umum PBB menetapkan Hari Anti Penghilangan Paksa Internasional sebagai upaya untuk merawat ingatan kolektif serta dukungan moral terhadap keluarga korban yang ditinggalkan. Upaya ini adalah kelanjutan dari Deklarasi tentang Perlindungan Semua Orang dari Penghilangan Paksa yang dilangsungkan pada 18 Desember 1992. Dari deklarasi tersebut, disahkanlah Konvensi Internasional untuk Perlindungan Semua Orang dari Penghilangan Paksa pada 20 Desember 2006. Konvensi ini bertujuan untuk mengisi kekosongan kerangka hukum di tingkat global guna mencegah serta menyelesaikan kasus-kasus penghilangan paksa terjadi di masa depan.

Penghilangan paksa menjadi masalah global yang terjadi di banyak negara yang militerisme dan otoritarianismenya kuat. Secara umum, dalam kasus penghilangan paksa, terdapat tiga deretan unsur yang saling terpaut. Diantaranya adalah: adanya perampasan kemerdekaan baik berupa penangkapan, penahanan, atau penculikan, dan lainnya, terhadap seseorang; perampasan kemerdekaan baik secara langsung atau tidak langsung yang dilakukan dengan keterlibatan otoritas negara; dan adanya penyangkalan atas terjadinya perampasan kemerdekaan tersebut.

Indonesia tidak terlepas oleh peristiwa penghilangan paksa. Pada tahun 1965/1966 terjadi pembantaian massal dan diperkirakan ratusan ribu orang hilang. Pola yang sama terjadi pada kasus Tanjung Priok 1984, Talangsari 1989, Penembakan Misterius, Darurat Militer Aceh, Wasior, Wamena, Abepura, pelanggaran HAM Timor Leste yang salah satunya mengakibatkan ribuan anak terpisah dari orang tuanya (stolen children). Pada tahun 1997-1998 terjadi upaya masif penculikan aktivis pro demokrasi, yang hingga kini 13 orang aktivis tersebut masih dinyatakan hilang. Pada November 2016, Ruth Rudangta Sitepu yang merupakan seorang warga negara Indonesia dinyatakan hilang oleh otoritas Malaysia.

Angin segar setidaknya dapat dirasakan oleh keluarga korban penghilangan paksa. Rencana Ratifikasi Konvensi Anti Penghilangan Paksa telah membuahkan kemajuan, dalam Audiensi Terbuka Dorongan Ratifikasi Konvensi Internasional Anti Penghilangan Paksa (25/08/2021) yang diinisiasi oleh Koalisi Sipil Anti Penghilangan Paksa, proses ratifikasi saat ini dalam tahap menunggu penandatanganan dari Presiden melalui Menteri Sekretaris Negara.

Saat ini, kami mendesak agar:

  1. Pemerintah melaksanakan rekomendasi DPR pada tahun 2009, yaitu
  2. Membentuk Pengadilan HAM ad hoc;
  3. Melakukan pencarian terhadap 13 orang yang masih dinyatakan hilang oleh Komnas HAM;
  4. Memberikan rehabilitasi dan kompensasi terhadap keluarga korban penghilangan paksa; serta
  5. meratifikasi Konvensi Internasional Anti Penghilangan Paksa
  6. Menghentikan praktik impunitas pada para terduga pelaku penghilangan paksa

Koalisi Anti Penghilangan Paksa

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Asia Justice and Rights (AJAR), Amnesty International Indonesia, Ikatan Keluarga Orang Hilang (IKOHI), YLBHI, LBH-Jakarta, ELSAM, Federasi KontraS, KontraS Surabaya, KontraS Sulawesi, KontraS Aceh, LBH-Bandung, Inisiatif Sosial untuk Kesehatan Masyarakat, Solidaritas Korban Pelanggaran HAM (SKP-HAM) Sulawesi Tengah dan pegiat HAM,