Penjelasan Polri terkait Kekerasan 21-23 Mei Mengecewakan Keluarga Korban Tewas

Didin Wahyudin, ayah salah satu korban Tragedi 21-23 Mei 2019 Harun al Rasyid, saat menerima kunjungan Amnesty International Indonesia pada 31 Mei 2019.

Penjelasan Kepolisian Republik Indonesia terkait aksi kekerasan yang terjadi pada 21-23 Mei lalu dalam konferensi pers hari ini tidak menyeluruh dan gagal mengungkap fakta mengenai sembilan korban tewas dalam peristiwa tersebut.

“Sangat mengecewakan melihat bahwa alih-alih menunjukkan perkembangan penyidikan tentang sebab musabab korban yang tewas dan pelaku yang harus bertanggungjawab, narasi yang dapat berkembang dari konferensi pers hari ini malah mengarah pada wacana “perusuh vs polisi”,” kata Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid.

Amnesty International Indonesia mengakui bahwa kepolisian berada dalam kondisi yang tidak mudah ketika menjadi target penyerangan oleh sekelompok massa setelah aksi damai pada 21 Mei malam. Hal itu tampak pada adanya banyak petugas kepolisian yang terluka. Meski kepolisian mengakui aksi berlangsung damai, yang luput dari penjelasan polisi adalah menjelaskan ke publik terkait pelaku penembakan yang mengakibatkan korban tewas di pihak warga masyarakat.

“Narasi yang beredar hari ini terkesan mengarahkan wacana bahwa semua korban yang tewas adalah ‘perusuh’, dan seakan ingin ‘mewajarkan’ kematian mereka sebagai konsekuensi logis yang dari tindakan mereka dalam insiden ‘kerusuhan’. Seharusnya polisi mengungkapkan bukti-bukti yang memadai tentang penyebab kematian mereka terlebih dahulu lalu mengumumkan siapa-siapa yang patut diduga sebagai pelaku penembakan terhadap mereka,” tambah Usman.

“Ini menyakitkan bagi keluarga korban yang hari ini berharap polisi mengumumkan ke publik siapa yang melakukan penembakan kepada korban, tapi justru mendapat penjelasan sepihak bahwa seakan mereka semua adalah ‘perusuh’. Kami telah menemui sejumlah keluarga korban dan mereka mengungkapkan harapan mereka bahwa pelaku pembunuhan itu ditemukan untuk kemudian dibawa ke pengadilan. Harus ada akuntabilitas atas sembilan kematian tersebut,” ujar Usman.

Hal lain yang luput dari penjelasan kepolisian hari ini adalah akuntabilitas atas penggunaan kekuatan berlebihan oleh sejumlah aparat kepolisian dalam aksi tersebut, salah satunya adalah dugaan penyiksaan yang terjadi di Kampung Bali, Tanah Abang, Jakarta Pusat.

“Sama sekali kita tidak mendengar penjelasan terkait insiden dugaan penggunaan kekuatan yang berlebihan tersebut. Anggota Brimob yang melakukan pemukulan dan penganiayaan di Kampung Bali harus diproses hukum secara adil. Komandan Brimob juga perlu dimintai pertanggungjawaban terkait tindakan brutal yang dilakukan oleh anak buahnya.”