Pengungsi Rohingya yang terombang-ambing di perairan Aceh harus segera diselamatkan

Menanggapi laporan adanya sebuah kapal yang membawa sekitar 72 orang Rohingya yang terlihat di dekat perairan Indonesia, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan:

“Informasi itu sangat kuat dan kami terima dari nelayan Aceh. Mereka masih meminta pihak berwenang agar segera menolong mereka. Karena itu Polairud, TNI AL dan Pemerintah daerah dan pusat, harus segera menyelamatkan para pengungsi yang kemungkinan besar sudah berminggu-minggu atau bahkan berbulan-bulan berada di laut. Ini persoalan hidup dan mati. Ada juga perempuan dan anak-anak. Kondisi kesehatan mereka juga harus dipastikan.

“Nelayan Aceh telah memberi teladan betapa kita wajib menolong orang yang terapung di laut, tanpa melihat kewarganegaraan mereka. Pasokan makanan dan minuman seadanya telah mereka berikan. Karenanya Pemerintah Indonesia, dengan pengalaman penyelamatan sebelumnya, bisa kembali menjadi contoh bagi negara-negara di kawasan, yakni dengan mengutamakan kemanusiaan. Apalagi sekarang Indonesia menjadi Presiden G20.”

“Kami mendesak pihak yang berwenang untuk menerima kedatangan mereka. Paling tidak untuk sementara. Kalau menolak mereka menepi atau mengirim kembali mereka ke lautan lepas sama saja itu melepas kewajiban internasional Indonesia. Kapal mereka harus dibiarkan masuk dan mendarat di pantai terdekat. Para pengungsi diselamatkan dan dipenuhi kebutuhan dasarnya.”

“Indonesia sebenarnya telah menunjukkan teladan yang baik dengan menerima beberapa gelombang pengungsi Rohingya sebelumnya. Itu perlu diulang kembali. Di sisi lain, tak ada alasan bagi negara-negara tetangga untuk membiarkan Indonesia bergerak sendiri dalam menangani kapal Rohingya.”

“Harus ada tanggung jawab bersama di antara negara-negara kawasan untuk melakukan pencarian dan penyelamatan agar mereka terhindar dari bahaya di laut, dan kondisi sulit di kampung halaman serta di kamp pengungsi di mana pun.”

“Pengungsi Rohingya membutuhkan respon kemanusiaan dari kawasan, khususnya kepemimpinan strategis Indonesia. Energi kemanusiaan nelayan Aceh adalah kekuatan Indonesia dalam menyelamatkan pengungsi Rohingya.”

Latar belakang

Beberapa media lokal telah memberitakan bahwa pada hari Minggu, 26 Desember, terdapat sebuah kapal yang mengakut sekitar 72 pengungsi Rohingya—termasuk perempaan dan anak—berada di sekitar perairan Aceh, tepatnya di wilayah Bireun. Diperkirakan jaraknya sekitar 70 mil dari daratan antara Peulimbang dan Peudada, Kabupaten Bireuen. Sejumlah Nelayan telah melaporkan ke aparat keamanan, dan menanti adanya respon segera.

Para nelayan lokal telah melihat keberadaan kapan yang diduga kuat berisi para pengungsi dan menolong mereka dengan mengikat kapal mereka di salah satu rumpon milik nelayan Aceh. Mesin kapal pengungsi tersebut, menurut nelayan setempat, mengalami kerusakan sehingga tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya dan membutuhkan pertolongan.

Amnesty juga mendapatkan informasi bahwa para nelayan sedang mencoba untuk bisa memperoleh perhatian dari pihak yang berwenang untuk menolong mereka, menerima kedatangan mereka dan memerintahkan satuan-satuan setempat di Aceh untuk bersiaga.

Beberapa waktu silam, Pemerintah Indonesia telah memberikan izin pendaratan bagi 297 pengungsi Rohingya di Lhokseumawe, Aceh. Indonesia juga pernah menerima 99 pengungsi Rohingya masuk wilayah Indonesia melalui pantai Aceh Utara, setelah masyarakat lokal mendesak pemerintah setempat untuk menyelamatkan mereka.
Semua pengungsi tersebut, yakni sebanyak 383 orang, kemudian ditampung di Balai Latihan Kerja Lhokseumawe. Beberapa dari mereka telah melarikan diri dari tempat penampungan sementara setidaknya tiga orang telah meninggal akibat kondisi fisik yang melemah akibat perjalanan laut berbulan-bulan.

Amnesty berharap pemerintah Indonesia memilih pendekatan yang sama demi kemanusiaan untuk menyelamatkan mereka dari ancaman bahaya di laut.