Pemerintah harus proaktif jamin hak informasi dan kesehatan publik dari wabah Corona

Merespon meningkatnya jumlah pasien yang terinfeksi virus Corona di Indonesia, Amnesty International Indonesia mendesak pemerintah pusat dan daerah, utamanya melalui Kementerian Kesehatan, untuk lebih proaktif dalam menyampaikan informasi soal perkembangan wabah Covid-19 agar hak atas kesehatan masyarakat terjaga.

“Pemerintah harus lebih transparan terhadap informasi terkait penanganan virus Corona. Informasi mengenai wilayah dan tempat mana saja yang terdampak atau terpapar penting untuk diketahui publik agar semua pihak dapat mengambil mitigasi. Namun, penting untuk diingat bahwa dalam memenuhi hak atas informasi tersebut, pemerintah tetap harus konsisten untuk menjaga kerahasiaan identitas pasien,” kata Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid.

“Bila merujuk kepada Undang-Undang Kesehatan, Pemerintah harus mengumumkan persebaran penyakit menular secara berkala, termasuk daerah yang berpotensi menjadi sumber penularan. Hal ini penting demi terjaganya hak kesehatan masyarakat secara keseluruhan di semua wilayah.”

“Sebaliknya, Pemerintah harus memberikan kemudahan dan perluasan akses untuk pemeriksaan Covid-19, terlebih adanya kemiripan virus ini dengan beberapa penyakit lain. Jangan sampai situasinya memburuk karena pemerintah tidak proaktif melakukan pemeriksaan”

“Dengan kurangnya transparansi informasi, pemerintah dapat dianggap telah lalai dalam menjamin hak atas informasi masyarakat, dan dalam skala lebih luas dapat berpotensi melanggar hak atas kesehatan. Seandainya masyarakat memiliki informasi yang utuh maka mereka juga bisa ikut mengambil langkah-langkah pencegahan yang maksimal.”

“Pemerintah harus lebih sensitif terhadap kebutuhan masyarakat atas informasi yang utuh terkait penanganan wabah Covid-19, termasuk pemeriksaan secara menyeluruh dan tanpa adanya penundaan apapun. Namun dengan tetap menjamin privasi pasien. Jika salah bertindak, pemerintah tak hanya berpotensi melanggar hak informasi, tapi hak atas kesehatan sekaligus.”

Latar belakang

Hingga Kamis, 12 Maret 2020, Pemerintah Indonesia telah mencatat 34 orang positif Covid-19. Satu orang diantaranya, berusia 53 tahun dan merupakan WNA, meninggal dunia pada hari Rabu 11 Maret 2020 dengan riwayat penyakit komplikasi, namun pemerintah menolak untuk merinci kewarganegaraan pasien tersebut dan lokasi rumah sakit tempat ia dirawat.

Kementerian Kesehatan telah memutuskan untuk tidak akan membuka data penelurusan kontak pasien yang tertular Covid-19 karena dikhawatirkan akan menimbulkan respon yang beragam. Pemerintah melakukan pendekatan secara tertutup untuk melakukan penelusuran kontak pasien.

Padahal, Pasal 19 ayat (2) Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik (ICCPR) dan Paragraf 18 Komentar Umum No. 34 terhadap Pasal 19 ICCPR telah melindungi hak untuk mencari dan menerima informasi, termasuk informasi yang dimiliki badan publik.

Sementara Pasal 12 ayat (1) Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (ICESCR) dan Paragraf 12(b) Komentar Umum No. 14 terhadap Pasal 12 ICESCR telah menjamin perlindungan atas hak kesehatan, termasuk juga aksesibilitas informasi, bagi seluruh warga negara.

Dalam kerangka hukum nasional, Pasal 12 Peraturan Komisi Informasi No. 1 tahun 2010 tentang Standar Layanan Informasi Publik mewajibkan badan publik yang memiliki kewenangan untuk mengumumkan informasi yang dapat mengancam hajat hidup orang banyak, termasuk informasi terkait epidemik dan wabah. Tidak hanya itu, Pasal 154 ayat (1) UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan (UU Kesehatan) mewajibkan Pemerintah untuk menetapkan dan mengumumkan jenis dan persebaran penyakit yang berpotensi menular dan/atau menyebar dalam waktu yang singkat, serta menyebutkan daerah yang dapat menjadi sumber penularan.

Sedangkan hak atas kesehatan telah dijamin dalam Pasal 4 UU Kesehatan serta Pasal 9 ayat (3) UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.