Pemenjaraan petani Pakel menghambat keadilan sosial

Menanggapi vonis Majelis Hakim Pengadilan Negeri Banyuwangi terhadap empat petani Desa Pakel baru-baru ini, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, mengatakan: 

“Kami mengecam keras tindakan negara yang melakukan kriminalisasi terhadap para petani Desa Pakel, yaitu Mulyadi, Suwarno, Untung, dan Abdillah. Sedari awal, banyak kaidah hukum yang dilanggar.

Tuduhan berita bohong adalah dalih negara untuk meredam suara-suara mereka yang gigih melawan perampasan tanah oleh pihak korporasi. Ini adalah kesewenang-wenangan negara dalam menghadapi protes petani.

Kriminalisasi atas petani tidak saja menghambat kebebasan berbicara tapi juga menghambat pencapaian keadilan sosial.

Keadilan sosial hanya dapat diwujudkan apabila negara serius melakukan redistribusi lahan kepada para petani. 

Kami mendesak negara untuk segera dan tanpa syarat membebaskan petani Pakel. Negara harus menyelesaikan konflik agraria yang dipersoalkan para petani Pakel melalui cara yang adil dan manusiawi.”

Latar belakang

Sistem Informasi Penelusuran Perkara Pengadilan Negeri Banyuwangi mengungkapkan bahwa Majelis Hakim pada Kamis (26/10) menjatuhkan hukuman penjara selama lima tahun dan enam bulan kepada empat warga Desa Pakel, yaitu Mulyadi (55), Suwarno (54), Untung (53), dan Abdillah (58).  

Keempat terdakwa divonis bersalah “melakukan tindak pidana turut serta menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat” sebagaimana yang diatur dalam Pasal 14 ayat (1) UU No 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang Keonaran. 

Kasus ini berkaitan dengan konflik pertanahan di Pakel, antara warga desa dengan sebuah perusahaan perkebunan sejak 2018. Laporan media menyebut bahwa para petani Pakel tersebut dihadang sekelompok orang tidak dikenal pada 3 Februari 2023.  

Selanjutnya, Polda Jawa Timur pada 8 Februari menyatakan bahwa mereka telah ditangkap Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Jatim bersama Polresta Banyuwangi. Mereka selanjutnya ditahan dengan tuduhan penyebaran berita bohong terkait kepemilikan lahan yang sudah dikuasai suatu perusahaan perkebunan di wilayah Pakel, dengan menyatakan bahwa tanah yang dikuasai perusahaan itu adalah milik warga berdasarkan akta 1929.   

Laporan media menyebut, vonis atas petani Pakel ini menunjukkan kriminalisasi atas petani di Banyuwangi terus berlangsung. Sebelumnya, pada tahun 2017, empat warga Desa Sumberagung dikriminalisasi karena menentang tambang emas di Bukit Tumpang. Salah satu di antaranya dipenjara karena menyuarakan penolakan. 

Pada 2021, tiga warga Desa Alasbuluh dituduh menghalangi pertambangan dengan Pasal 162 UU Minerba. Mereka divonis bersalah oleh Hakim PN Banyuwangi, namun kemudian dibebaskan oleh Mahkamah Agung di tingkat kasasi.