Pemberhentian 51 pegawai KPK: Tunggu penyelidikan Komnas HAM

Menanggapi pernyataan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Alexander Marwata, bahwa 51 dari 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) akan diberhentikan, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid mengatakan:

“Pemberhentian ini merupakan pelanggaran atas hak kebebasan berpikir, berhati nurani, beragama dan berkeyakinan. Pertanyaan dalam TWK yang memuat persoalan kepercayaan, agama, dan pandangan politik pribadi sungguh tidak ada hubungannya dengan wawasan kebangsaan para peserta, apalagi kompetensi mereka sebagai pegawai KPK. Berdasarkan standar hak asasi manusia international maupun hukum di Indonesia, pekerja harus dinilai berdasarkan kinerja dan kompetensinya.”

“Pemberhentian yang dilakukan berdasarkan tes ini jelas melanggar hak-hak sipil para pegawai dan juga hak-hak mereka sebagai pekerja. Karena itu kami mendesak pimpinan KPK untuk segera menghentikan proses pemberhentian 51 pegawai tersebut sambil menunggu hasil penyelidikan Komnas HAM yang sedang berjalan.”

“KPK harus transparan dan memberikan informasi yang jelas kepada publik tentang kriteria yang membuat 75 pegawai ini tidak lolos TWK, maupun apa yang membedakan 51 pegawai yang diberhentikan dengan 24 pegawai yang akan diberikan ‘pembinaan’. KPK harus menunjukkan transparansi dalam proses ini dan membuka pertanyaan-pertanyaan dalam TWK serta hasilnya kepada publik.”

Latar belakang

Pada tanggal 25 Mei, dalam konferensi pers di kantor Badan Kepegawaian Negara (BKN), Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan bahwa 51 dari 75 pegawai KPK yang sebelumnya telah dinyatakan tidak memenuhi syarat tes wawasan kebangsaan akan diberhentikan.

Alexander mengatakan bahwa berdasarkan rapat dengan BKN, Kemenpan RB, Kemkumham dan asesor TWK, 24 dari 75 pegawai yang tidak lolos TWK masih bisa “dilakukan pembinaan sebelum diangkat menjadi ASN”. Sementara 51 pegawai lainnya “tidak memungkinkan untuk dilakukan pembinaan” dan karena itu akan diberhentikan.

Sebelumnya pada tanggal 24 Mei, Wadah Pegawai KPK melaporkan TWK kepada Komnas HAM karena adanya dugaan pelanggaran hak asasi manusia dalam proses TWK tersebut. Komnas HAM telah membentuk Tim Pemantauan dan Penyelidikan untuk menindaklanjuti laporan tersebut.

Pasal 7 Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (ICESCR) menjamin “hak atas kesempatan yang sama bagi setiap orang untuk dipromosikan ke jenjang yang lebih tinggi, tanpa didasari pertimbangan apapun selain senioritas dan kemampuan.”

Selain itu, hak individu untuk memeluk agama dan beribadah sesuai keyakinan telah dijamin dalam Pasal 18 Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR), yang isinya: “Setiap orang berhak atas kebebasan berpikir, keyakinan dan beragama. Hak ini mencakup kebebasan untuk menetapkan agama atau kepercayaan atas pilihannya sendiri, dan kebebasan, baik secara sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain, baik di tempat umum atau tertutup, untuk menjalankan agama dan kepercayaannya dalam kegiatan ibadah, pentaatan, pengamalan, dan pengajaran.”

Definisi diskriminasi juga telah dijabarkan dalam Konvensi ILO tentang Diskriminasi dalam Pekerjaan dan Jabatan, yang telah diratifikasi oleh Indonesia pada tahun 1999, sebagai “setiap pembedaan, pengecualian, atau pengutamaan atas dasar ras, warna kulit, jenis kelamin, agama, keyakinan politik, kebangsaan atau asal-usul yang berakibat meniadakan atau mengurangi persamaan kesempatan atau perlakuan dalam pekerjaan atau jabatan.”

Dalam hukum nasional sekalipun, hak atas kebebasan berpikir, berhati nurani, beragama dan berkeyakinan telah dijamin dalam Konstitusi Indonesia, khususnya Pasal 29 (2) tentang kebebasan beragama dan beribadah dan pasal 28E (2) tentang kebebasan berkeyakinan di mana setiap orang berhak menyatakan pikiran dan sikap mereka sesuai dengan hati nuraninya.