Papua krisis kebebasan berekspresi dan berkumpul

Menanggapi penangkapan aktivis dan penghalangan terhadap demonstrasi yang dilakukan oleh aparat kepolisian di Papua, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan:

“Sampai kapan pihak berwenang akan terus merepresi dan melanggar kebebasan berekspresi dan berkumpul secara damai masyarakat di Papua?”

“Perlakuan seperti ini terus berulang dan aparat seperti tidak peduli dengan arahan dan pernyataan dari Kapolri ataupun Presiden bahwa kebebasan berekspresi  harus dilindungi dan difasilitasi.”

“Bahkan tokoh agama senior seperti Pendeta Benny Giay pun dihalang-halangi untuk menyampaikan aspirasinya di kantor DPR Papua. Sementara aktivis-aktivis gerakan Petisi Rakyat Papua seperti Jefri Wenda dan Ruben Wekla ditangkap pada dini hari tanpa alasan yang jelas.”

“Kami juga mendesak Kapolda Papua dan Kapolri untuk menindak anggotanya yang melanggar hak atas kebebasan berekspresi dan memastikan bahwa segenap jajarannya mengerti bahwa berunjuk rasa secara damai adalah hak semua warga, termasuk warga Papua.”

Latar belakang

Pada dini hari tanggal 29 Juli, aktivis Petisi Rakyat Papua (PRP) Jefri Wenda dan Ruben Wekla ditangkap oleh aparat kepolisian dan dibawa ke Polresta Jayapura. Penangkapan mereka diduga terkait dengan demonstrasi menolak daerah otonomi baru (DOB) yang dilakukan di Jayapura dan kota lainnya hari ini. Menurut informasi yang diterima Amnesty, mereka akhirnya dibebaskan pada sore harinya.

Sementara itu, pada siang harinya, Pendeta Benny Giay dan massa aksi yang hendak berunjuk rasa di depan kantor DPR Papua di Jayapura dihalangi oleh aparat yang memblokade kantor sinode  Gereja Kemah Injil (KINGMI).

Menurut informasi kredibek yang diterima Amnesty, titik kumpul massa aksi lainnya di sekitar Universitas Cenderawasih juga diblokade oleh aparat.

Hak atas kebebasan berpendapat dan menyampaikan informasi sudah dijamin dan dilindungi di berbagai instrumen hukum. Dalam instrumen hak asasi manusia internasional, hak atas kebebasan berpendapat dan menyampaikan informasi dijamin di Pasal 19 Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR) serta Komentar Umum No. 34 terhadap Pasal 19 ICCPR. Hak tersebut juga dijamin di Konstitusi Indonesia, yaitu Pasal 28E ayat (3) dan 28F UUD 1945, serta pada Pasal 14 dan 25 UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Komite HAM Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam Komentar Umum Nomor 37 terhadap Pasal 21 ICCPR tentang hak untuk berkumpul secara damai telah menjelaskan bahwa: “Sebuah kegiatan berkumpul hanya boleh dibubarkan dalam kasus-kasus tertentu. Pembubaran boleh dilakukan saat sebuah kegiatan tersebut sudah tidak lagi damai, atau jika ada bukti jelas adanya ancaman nyata terjadinya kekerasan yang tidak bisa ditanggapi dengan tindakan yang lebih proporsional seperti penangkapan terarah, tapi dalam semua kasus, aparat penegak hukum harus mengikuti aturan-aturan mengenai penggunaan kekerasan.”