Negara harus akhiri krisis hak asasi manusia di Papua

Menanggapi tewasnya sepuluh orang di Nduga, Papua, diduga akibat serangan kelompok yang bersenjata, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan:

“Pembunuhan di luar hukum terhadap sepuluh warga sipil di Nduga ini benar-benar keji dan tidak bisa dibenarkan. Kami mendesak aparat untuk mengusut tuntas pelakunya.”

“Sudah saatnya negara menghentikan siklus kekerasan di Papua. Saat ini telah terjadi krisis hak asasi manusia di Papua di mana hampir setiap hari terjadi kekerasan dengan korban dan pelaku dari berbagai kelompok.”

“Terkait kekerasan ini, banyak pihak baik itu kalangan aktivis Papua, akademisi, maupun mahasiswa telah mendesak negara untuk mengevaluasi pendekatan keamanan yang selama ini dilakukan.”

“Kebijakan yang selama puluhan tahun diterapkan di Papua ini nyatanya tidak berhasil menghentikan pelanggaran HAM di sana dan malah menimbulkan korban sipil yang semakin banyak.”

“Selain evaluasi pendekatan keamanan, negara juga harus melakukan koreksi atas pendekatan kebijakan secara keseluruhan, mulai dari labelisasi separatis dan terorisme hingga kebijakan yang sentralistik seperti daerah otonomi baru (DOB) dan otonomi khusus yang dilakukan tanpa partisipasi bermakna orang asli Papua.”

“Negara seharusnya menghindari eskalasi konflik yang berujung korban dan pelanggaran hak asasi, termasuk dengan menimbang kembali segala kebijakan yang berpeluang menimbulkan situasi ini.”

“Kami juga menyampaikan duka terdalam kepada keluarga korban.”

Latar belakang

Menurut pemberitaan media lokal Jubi, sepuluh warga sipil di Nduga, Papua, menjadi korban tewas akibat serangan yang diduga dilakukan kelompok yang bersenjata pada Sabtu 16 Juli 2022 pukul 09.45 pagi waktu setempat. Total korban dari insiden ini mencapai 12 orang, dua di antaranya menjadi korban luka. Sebagian besar korban saat ini telah dievakuasi ke Mimika.

Kepolisian Negara Republik Indonesia menuding kelompok bersenjata sebagai pelaku dari serangan yang menewaskan 10 orang tersebut. Belum ada tanggapan maupun pernyataan resmi dari kelompok yang dituding polisi terkait insiden di Nduga ini.

Data pemantauan Amnesty International Indonesia menyebutkan, sepanjang tahun 2022 ini angka pembunuhan di luar hukum mencapai sembilan kasus dengan 17 korban. Dari data ini, tiga kasus diduga melibatkan aparat negara sementara enam kasus diduga melibatkan kelompok pro-kemerdekaan atau kelompok tak dikenal.

Sejak wacana daerah otonomi baru (DOB) di Papua digulirkan, sejumlah kelompok masyarakat sipil dan aktivis di Papua menentang rencana ini karena dinilai akan menimbulkan eskalasi konflik dengan korban sipil.

Dalam hukum HAM internasional, Pasal 6 Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR), yang telah diratifikasi Indonesia melalui UU Nomor 12 Tahun 2005, telah menegaskan bahwa setiap individu memiliki hak untuk hidup dan tidak boleh ada seorang pun yang boleh dirampas hak hidupnya.

Sedangkan dalam kerangka hukum nasional, hak untuk hidup dilindungi dalam Pasal 28A dan 28I UUD 1945 serta Pasal 9 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang intinya setiap orang berhak untuk hidup serta berhak untuk hidup dan mempertahankan hidup.

Selain itu Komite HAM PBB, dalam kapasitasnya sebagai penafsir otoritatif ICCPR, juga menyatakan bahwa negara berkewajiban untuk menyelidiki dugaan pelanggaran HAM secepatnya, secara mendalam dan efektif melalui badan-badan independen dan imparsial, harus menjamin terlaksananya pengadilan terhadap pihak-pihak yang bertanggung jawab, serta memberikan hak reparasi bagi para korban.