Negara Bertanggung Jawab Pulangkan Tahanan Nurani ke Papua

Amnesty International Indonesia mendapatkan laporan dari kuasa hukum empat mantan tahanan hati nurani Papua di Balikpapan, Kalimantan Timur, bahwa mereka tidak mendapatkan dana dari otoritas negara untuk kembali ke kampung halaman mereka masing-masing. Atas laporan tersebut, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, mengatakan:

“Negara, dalam hal ini Kejaksaan Agung, memiliki tanggung jawab atas pemindahan dan pemulangan narapidana ke tempat asalnya masing-masing. Bagaimanapun bentuk akomodasi yang disediakan, sudah menjadi kewajiban negara untuk memulangkan dan menjamin mereka tiba di tempat asalnya dengan sehat dan selamat. Negara jangan sampai lepas tangan.”

“Kami mendesak otoritas Pemerintah untuk segera memulangkan mereka ke tempat tinggalnya masing-masing dan bertanggung jawab atas segala dana yang dibutuhkan. Jika mereka dibiarkan terlunta-lunta di tempat yang sangat jauh dari rumah mereka dan dibiarkan jauh dari keluarganya, maka itu merupakan bentuk pelanggaran HAM. Tidak ada alasan bagi pemerintah, bahkan jika itu terkait biaya, untuk tidak mengurus kepulangan mereka.”

“Perlindungan terhadap para narapidana, terutama tahanan hati nurani Papua, yang pada hal ini sel tahanannya berada sangat jauh dari kampung halaman mereka, harus menjadi perhatian serius. Terutama di masa pandemi Covid-19 ini di mana protokol khusus harus diterapkan untuk mencegah penularan.”

“Tuduhan dan vonis makar yang dijatuhkan kepada para tahanan nurani tersebut sudah merupakan pelanggaran HAM, karena mereka tidak melakukan tindakan kriminal apapun. Mereka hanya menggunakan haknya untuk mengemukakan pendapat di muka umum melalui aksi protes damai. Kini jika Pemerintah tidak mau menjamin proses pemulangan mereka, hal ini kembali menunjukan abainya Pemerintah dalam menjamin hak-hak warganya.”

Latar belakang

Amnesty International Indonesia mendapat laporan langsung dari tim kuasa hukum tujuh tahanan hati nurani Papua yang menjalani sidang dan ditahan di Balikpapan, Kalimantan Timur, bahwa hingga saat ini, otoritas kejaksaan belum mengurus maupun merespon perihal pemulangan empat dari tujuh tahanan nurani yang sudah selesai menjalani masa hukuman ke kampung halaman mereka di Papua. Kuasa hukum mengatakan bahwa kejaksaan beralasan tidak memiliki dana untuk proses pemulangan.

Empat tahanan nurani yang sudah dibebaskan adalah Alexander Gobay, Feri Kombo, Irwanus Uropmabin dan Hengki Hilapok. Sementara tiga lainnya – Buchtar Tabuni, Steven Itlay dan Agus Kossay – dijadwalkan untuk bebas bulan depan.

Masing-masing divonis bersalah atas pidana makar oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Balikpapan bulan lalu. Sebelumnya mereka ditangkap karena mengikuti aksi unjuk rasa damai anti-rasisme di Jayapura, Papua, pada Agustus dan September 2019 silam. Aksi tersebut merupakan buntut tindakan rasisme terhadap mahasiswa Papua di Surabaya.

Fery Kombo dan Alexander Gobay bebas sejak 2 Juli 2020. Irwanus Uropmabin dan Hengki Hilapok bebas pada 8 Juli 2020. Sementara itu, Buchtar Tabuni akan bebas pada 4 Agustus 2020, Stevanus Itlay dijadwalkan bebas 8 Agustus 2020 dan terakhir Agus Kossay akan bebas pada 15 Agustus 2020.

Mereka yang sudah bebas kini tinggal di rumah salah seorang anggota tim kuasa hukum mereka di Balikpapan, berjarak ratusan kilometer dari keluarga mereka di Papua. Kini mereka menunggu respon dari pemerintah untuk proses pemulangan.

Proses pemulangan narapidana ke tempat tinggal atau kampung halaman masing-masing sepenuhnya merupakan tanggunga jawab negara, sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 56 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan yang berbunyi: “Narapidana yang telah selesai menjalani masa pidananya, diberi biaya pemulangan ke tempat asalnya.”